(7, bersambung) Sejarah Gerakan Buruh Masa Hindia Belanda dan - TopicsExpress



          

(7, bersambung) Sejarah Gerakan Buruh Masa Hindia Belanda dan Masa Indonesia GERAKAN BURUH HINDIA BELANDA SAMPAI AKHIR PERANG DUNIA KE-II Kedua Vaksentral tersebut memusatkan perhatiannya pada akibat-akibat krisis ekonomi yang dihadapi oleh dunia kapitalis, yang juga mengancam kehidupan kaum buruh di Hindia Belanda dalam bentuk besuiniging (pemecatan), penurunan upah, pengurangan jaminan sosial dan sebagainya. Kegelisahan umum tersebut tidak saja dihadapi oleh kaum buruh negeri dan swasta, tetapi juga oleh golongan-golongan lain, seperti kaum tani, pengusaha-pengusaha kecil, bahkan juga oleh anggota-anggota angkatan bersenjata. Kegelisahan tersebut memuncak tepat pada tanggal 5 Februari, 1933, saat buruh kelasi pribumi, yang bekerja sama dengan kaum buruh pelabuhan dan pelajaran dan dengan buruh kelasi kebangsaa Belanda, memberontak melawan Belanda dalam peristiwa KAPAL TUJUH. Dalam peristiwa pemberontakan tersebut, opsir-opsir rendahan bekerjasama dengan kelasi-kelasi pribumi dan Belanda. Oleh karena kurang siapnya semua kekuatan yang menjadi pendukung pemberontakan tersebut, maka pemberontakan dapat ditindas oleh serangan-serangan biadab Belanda. Semangat perjuangan untuk kebebasan nasional makin merata, sampai di dalam kalangan angkatan bersenjata Belanda. Kejadian tersebut merupakan faktor penting untuk perjuangan rakyat pada waktu-waktu yang akan datang. Kegiatan Gerakan Buruh Menghadapi Bahaja Fasisme. P.V.P.N, yang dipimpin oleh R.P. Suroso, tidak dapat memberikan arah yang jelas yang dapat menguntungkan korban pemecatan dan korban pengurangan gaji akibat krisis umum yang menimpa dunia kapitalis. Oleh karenanya, dalam waktu satu tahun jumlah anggota PVPN merosot dari 37.000 orang (pada tahun 1932) menjadi 29.000 orang (pada tahun 1933). Untuk mengatasi keadaan dan untuk melanjutkan perjuangan, maka pada tanggal 21 Mei, 1932, di Jakarta, didirikan Gabungan Partai-partai Politik Indonesia yang disebut G.A.P.I. yang menetapkan sebuah tuntutan pokok kepada pemerintah Hindia Belanda, yaitu dibentuknya sebuah Parlemen di Hindia Belanda dengan semboyan INDONESlA BERPARLEMEN” Banyaknya serikat buruh perusahaan-perusahaan swasta yang terkena dampak kesulitan-kesulitan ekonomi di Hindia Belanda, maka para pemimpin serikat buruh terdorong untuk mempersatukan organisasi-organisasi mereka dengan membentuk suatu vaksentral dan serikat buruh-serikat buruh dalam perusahaan swasra baru agar semakin meluas kenanggotaannya. Pertama-tama, secara lokal di Semarang, terjadi penggabungan antara semua serikat buruh-serikat buru perusahaan-perusahaan swasta yang diberi nama G.A.S.P.I (Gabungan Serikat-serikat Sekerja Partikulir Indonesia). Untuk lebih mempersatukan kaum buruh di Hindia Belanda, baik kaum buruh di perusahaan-perusahaan swasta maupun serikat buruh pegawai negeri, maka pada tanggal 26-27 Juli, 1941, di kota Semarang, diselenggarakan Konferensi Besar yang dihadiri oleh 7 serikat buruh besar yang vertikal, 22 serikat buruh lokal dan gabungan serikat buruh setempat, dan duduk R.P. Suroso, Mr. Hendromartono, Mr. Suprapto, dan lain-lainnya. Salah satu putusan penting dalam Konferensi tersebut adalah tuntutan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar serikat buruh diakui dan diberikan kebebasan untuk berorganisasi. Di samping kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam kalangan serikat buruh dan Vaksentral, perkembangan maju itu juga terwujud dalam làpangan organisasi-organisasi lainnya. Golongan-golongan progresif (berpikiran dan bertindak maju—ed.) di Hindia Belanda mendirikan suatu partai baru yang diberi nama GERAKAN RAKYAT INDONESIA (Gerindo). Berhubung dengan bahaya yang mengancam keselamatan dan perdamaian dunia, yaitu bahaja fasisme, maka ditentukan lah program perjuangannya: 1) melawan semua aliran yang hendak menghancurkan demokrasi; 2) mendirikan dewan-dewan perwakilan yang bertanggung jawab kepada rakyat; 3) hak memilih yang langsung dan umum; 4) hak-hak kebebasan mengeluarkan pendapat, hak berapat dan berserikat, kebebasan pers, kebebasan perseorangan, dan 5) menghapuskan hak-hak luarbiasa Gubemur Jenderal Hindia Belanda untuk menangkap dan membuang seseorang tanpa dengan diadili terlebih dahulu. Dirikannya GERINDO membawa kehidupan yang luas dalam gerakan nasional, dan Gerindo menyokong perjuangan organisasi-organisasi serikat buruh untuk perbaikan syarat-syarat hidup. GERINDO juga melakukan upaya untuk mendirikan organisasi serikat buruh di kalangan kaum buruh industri minyak, tetapi dilarang oleh Pemerintah Belanda. Dalam Kongresnya yang kedua pada bulan Mei, 1939, gerakan tersebut telah meliputi 73 cabang di seluruh Indonesia. Berhubung dengan pecahnya perang dunia ke-II, pernyataan Gerindo antara lain adalah: “Gerindo mempunyai kepentingan bersama dengan Partai-partai burjuis tetapi Gerindo menganut cita-cita dan ideologi kerakyatan. Bentrokan besar didunia ini tidak disebabkan oleh pertentangan antara bangsa-bangsa, ataupun antara Asia dengan dunia Barat, tetapi disebabkan oleh pertentangan antara demokrasi dengan fasis. Gerindo harus menahan pengaruh yang mencoba memasuki Indonesia.” Dengan sikap yang tegas terhadap perang fasis, Gerindo adalah satu-satu2ya Partai Politik di Hindia Belanda yang mengambil sikap yang tegas terhadap Jepang dan berusaha menghimpun kekuatan nasional untuk melawan bahaja besar tersebut. Tetapi politik anti-fasis tersebut belum dapat dijelaskan secara luaskepada rakyat, sehingga belum mendapat dukungan yang kuat dari massa rakyat. Sebaliknya, golongan-golongan rakyat lainnya, terutama golongan tengah dan kaum terpelajar, dapat dengan mudah dipengaruhi propaganda Jepang yang menonjolkan janji bahwa rakyat akan dibebaskan dari penjajahan Belanda yang beratus-ratus tahun lamanya, sehingga dengan mudah rakyat dibelokan untuk tidak memberikan perlawanan terhadap tentara fasis Jepang, serta menyerah kepada kekuasaan mereka. Berbagai semboyan dilontarkan oleh kaum fasis Jepang, seperti “Asia untuk Asia”, “Asia Timur Raya”, “Saudara Tua” dan sebagainya, semuanya ditujukan untuk menimbulkan kepercayaan kepada kekuasaan fasis Jepang. Oleh karenanya, Jepang dapat dengan mudah sekali masuk ke Hindia Belanda, hampir tanpa perlawanan, sehingga, pada tanggal 8 Maret, 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah. Gerakan Buruh Indonesia Dibawah Kekuasaan Fasis Jepang.. Segera setelah kekuasaan fasis Jepang menduduki Hindia Belanda, maka tindakan per-tama-tama Jepang adalah mengejar-ngejar kekuatan progresif dan demokratis di Indonesia. Jalan yang ditempuhnya adalah, pada tingkat pertama, mengeluarkan Maklumat Pendaftaran bagi semua organisasi rakyat yang ada di Hindia Belanda, termasuk partai-partai politik, Serikat buruh, organisasi pemuda, wanita, sampai juga organisasi koperasi dan organisasi sosial lainnya. Tindakan-tindakan tersebut menunjukkan watak fasis yang sebenarnya: melarang berdirinya semua organisasi. Yang diperkenankan hanya organisasi-organisasi yang bermaksud untuk memperteguh kedudukan Jepang di Indonesia, dan ini pun harus di bawah kontrol langsung mereka. Organisasi-organisasi demikian misalnya: Tiga A, Hokokai, Kumiai dan sebagainya. Di samping itu, dengan segera kaum fasis Jepang mendirikan organisasi-organisasi yang ditujukan untuk mengerahkan tenaga manusia di tanha jajahan Jepang ini sebanyak-banyaknya guna melakukan kerja paksa untuk membangun benteng-benteng, perlindungan-perlindungan, parit-parit, dan lain-lain keperluan perang. Organisasi pengerahan tenaga tersebut dinamakan ROMUSHA. Untuk lebih memperkuat pertahanannya terhadap kemungkinan penyerangan kembali pada kedudukan Jepang, atau untuk terus-menerus menggalang kekuatan bersenjata guna melanjutkan peperangan agresifnya, maka diorganisasikan lah pengumpulan dan pendidikan pemuda-pemuda dalam dinas ketentaraan yang bernama PETA dan HEIHO. Juga terhadap kaum buruh, sistim penindasan fasis berjalan sepenuhnya. Hak berapat, mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan semua hak-hak demokrasinya ditiadakan. Kaum buruh harus bekerja sekeras-kerasnya di bawah ancaman bayonet dan pedang samurai tentara Jepang, yang menyaga pabrik-pabrik, kantor-kantor, perkebunan-perkebunan dan lain-lainnya. Di samping kerjapaksa, tidak ketinggalan pula siksaan, pukulan, tendangan sehari-hari dijalankan terhadap kaum buruh yang kurang menunjukkan kegiatannya atau semangatnya dalam melakukan pekerjaan, sedang upah dan jaminan sosial tidak ada perbaikan sedikitpun. Sebaliknya upah riil kaum buruh makin hari makin mcrosot, berkenaan dengan naiknya terus-menerus harga barang-barang kebutuhan hidup.
Posted on: Tue, 12 Nov 2013 17:28:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015