-Love You Cindai!- [Cerpen] ~ Hari ini, kelas Bagas - TopicsExpress



          

-Love You Cindai!- [Cerpen] ~ Hari ini, kelas Bagas kedatangan murid baru. Katanya sih pindahan dari manado. Cewek. Rambutnya panjang. Manis pula. Bagas sih nggak terlalu perduli. Toh dia memang nggak pernah tertarik sama yang namanya cewek. Bukan Gay kok. Cuma males aja. Ribet. Sambil bersiul santai, Bagas berjalan menyusuri koridor kelas X. Pagi ini dia sengaja datang pagi-pagi banget. Nggak heran sih. Bagas kan nggak pernah buat pr dirumah. Apalagi pr Bahasa Indonesia. Jamin deh. mau liburnya sampe seminggu juga nggak bakalan dia kerjain. Bibir tipisnya itu masih manyun-manyun. Biasa. Sok cool. Sampai dikelas, Bagas langsung membanting tasnya di atas meja. Matanya menyapu seluruh isi kelas dengan kening berkerut. Biasanya kelas X 3 selalu sepi kalau masih pagi. Tapi hari ini beda banget. Apalagi ada.. Rafli. Cowok itu kan terkenal dengan predikat come be late-nya yang sudah menyebar. Apalagi hari ini Rafli terlihat lebih.. Ganteng mungkin? Bagas mengangkat bahunya acuh. Tidak terlalu perduli dengan perubahan aneh kelasnya yang mengganjal. “Eh Chels, pinjem Pr Bahasa Indonesia dong.” Sambar Bagas yang langsung menduduki kursi kosong disebelah Chelsea. Cewek cantik yang nyaris mirip boneka Versi manusia itu langsung terlonjak saat mendapati ketua kelasnya yang sudah duduk manis dengan kedua alis yang dimainkan jahil. Chelsea mendengus. Menyesali keputusannya untuk datang pagi hari ini. “Gas, kapan sih lo mau berubah? Ini udah semester dua tau!” Omelnya penuh kekesalan. Bagas menatap Chelsea dengan alis tertaut. Bingung. “Tumben lo nyeramahin gue? Udah nggak naksir lagi ya, sama gue?” Tanyanya p.o.l.o.s! mendengar itu, wajah Chelsea yang putih bersih pagi ini (atau mungkin memang selalu putih) langsung merah. Melting coy! Sayang, durasi Bagas untuk menjahili Chelsea terpaksa harus berkurang saat mendengar teriakkan usil dari Gilang. Cowok kurus yang selalu membuat onar itu bersiul heboh didepan pintu. Karena penasaran, Bagas langsung mengangkat bokongnya dari kursi Dinda, teman sebangku Chelsea, dan meninggalkan Chelsea yang masih salting sendirian. Setengah berlalri cowok itu menggapai pintu. Seperti adegan sinetron yang sangat Bagas tidak sukai. Saat seorang gadis langsing berjalan anggun menuju kelasnya (ini fakta, karena kelas X3 berada diujung gedung. Nggak mungkin kan, cewek itu mau ke kolam renang?), angin sepoi-sepoi mengiringi setiap langkah kaki cewek itu. Rambutnya yang hitam panjang langsung tersibak oleh angin-angin jahil. Senyumnya yang malu-malu itu terlihat sangat menggemaskan saat kepala bundar gadis itu menunduk malu. Bagas melongo. Bukan. Bukan masalah rambut panjang atau senyum malu-malu gadis itu. Tapi... Astaga! Matanya yang bening itu bagaikan Kristal termahal sedunia. Dengan hiasan bolamata hitam pekatnya yang memukau. Ketika kau lewati bumi tempatku berdiri.. Kedua mata ini tak berkedip menatapi.. Pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku.. **** Tak henti, membayangkanmu.. Terganggu oleh cantikmu.. Sial itu seperti sekarang. Ketahuan melamun saat pelajaran pak Iskandar dan mendapatkan sebuah penghapus papan tulis yang sedang senyum-senyum diatas meja kita karena baru saja mendapatkan ciuman gratis. Bagas nyengir kuda saat mendapati pelototan pak Iskandar yang menusuk jiwa dan raga. Sambil menggaruk tengkuknya salah tingkah, Bagas berjalan menuju papan tulis. Berniat mengembalikkan penghapus yang dilemparkan pak Iskandar. Tapi sepertinya hari ini memang hari sial untuk Bagas. Karena.. “Coba kamu kerjakan soal nomor 2.” Suara berat pak Iskandar bagaikan petir disiang bolong untuk seorang Bagas. Bagaimana mungkin dia bisa mengerjakan soal njlimet dari pak Iskandar? Memperhatikan penjelasan bapak kudet itu saja belum tentu dia mengerti. Apalagi kalau melamun seperti tadi? Bagas meneguk ludahnya dengan susah payah. “Pak.. saya kebelet nih.” “Pipis saja disini.” Tanggap pak Iskandar yang langsung memecahkan tawa seisi kelas. Bagas berbalik. Memberanikan diri melihat ekspresi si Cantik dari gua hantu yang menjadi sumber masalahnya saat ini. Sial lagi, ternyata cewek bernama Cindai itu tertawa dengan kalemnya dibangku tempatnya duduk. Kenapa lo ketawa?! Ini semua kan gara-gara lo, Cindai!! Keluh Bagas dalam hati. **** Tujuh hari dalam seminggu.. Hidup penuh warna.. Kuselalu mendekatimu.. Memberi tanda cinta.. “Eh Cindai, mau pulang bareng gue nggak ?” Cindai menghentikan aktifitas beres-beresnya saat mendengar suara Bagas. Dengan kening berkerut, dipandanginya Bagas dari atas sampai bawah. Kemudian kembali lagi, dari bawah sampai atas. Dipandangi seperti itu, Bagas hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. “Kamu nggak kapok dimarahin sama papa aku?” Tanya Cindai ragu. Mengingat kejadian kemarin, Bagas jadi cengengesan sendiri. “Kalau demi cinta sih, apapun Bagas lakuin!” “Kamu bisa aja.” Cindai kembali melanjutkan aktifitas beres-beresnya sekaligus berusaha kuat untuk tidak menampakkan semburat merah jambu yang muncul dikedua pipi chubbynya. Menghiraukan Bagas yang masih terus terusan memohon agar ia pulang bersama dengan cowok keren itu. **** “Cindai, gue suka sama lo.” “Cindai, gue itu sayang sama lo.” “Ndai, lo cantik banget hari ini. Apalagi kalau lo mau jadi pacar gue.” “Ndai, jadi cewek gue ya?” “I Love You Cindai.” “Ndai, jadian yuk?” Bagas memang sableng. Selama 1 minggu, yang berarti juga selama 7 hari berturut-turut, kalimat itu selalu saja dilontarkannya saat sedang melihat/bersama Cindai. Pedekate sih lancar. Tapi siapa yang nggak malu kalau kalimat-kalimat sensitive seperti itu diucapkan didepan banyak orang? Apalagi Bagas selalu memberikan perhatian lebih pada Cindai. Seperti membelikan Roti dan snack ringan saat Cindai memilih berdiam diri didalam kelas saat istirahat. Atau membelikan cewek itu minuman dingin seusai pelajaran olahraga berlangsung. Menemani Cindai keperpustakaan. Mengajak Cindai tour di gedung sekolah barunya. Atau hal-hal lain yang membuat Cindai mendadak nge-top dikalangan kelas X3. Memang sih, Bagas keren, ganteng, tinggi pula. Tapi kalau sifatnya yang sableng itu selalu kambuh, lama-lama Cindai jadi risih dan kesal setengah mati. Seperti hari ini. Saat bel masuk berbunyi, Bagas malah menahan Cindai didepan pintu kelas. Bukan Cuma itu. Ternyata disamping kiri dan kanannya ada Rafli plus Gilang yang nyengir lebar saat dihadiahi pelototan oleh Cindai. Dan yang lebih parah lagi, saat Cindai balik badan, berniat untuk pergi dari kelas, dibelakangnya sudah berdiri tegap seorang Arya. Memang sih, badannya nggak lebih besar dari Cindai. Tapi siapa yang berani kabur saat ketua klub judo yang menghalangi? Cari mati namanya. Engkau wanita tercantikku.. Yang pernah kutemukan.. Wajahmu, mengalihkan duniaku.. Bagas bukan cowok romantic. Bagas bukan cowok yang suka basa-basi. Bagas bukan raja gombal. Bagas bukan Kak Rio, (Pacar Ketua OSIS yang keren dan terkenal banget.). bagas bukan Arya yang selalu rapid an bersih dalam berpakaian. Bagas ya Bagas. Cowok simple yang selalu mengeluarkan apapun yang ada didalam otaknya tanpa basa-basi ataupun bohong-bohongan. Bagas cuek. Nggak terlalu perduli dengan kemeja putihnya kusut saat memasuki area sekolah. Atau kaos kakinya yang (hampir) setiap hari nggak pernah satu pasang. Bagas ya Bagas. Cowok sableng yang PDnya selangit. Seandainya ini mimpi, Cindai ingin sekali cepat-cepat bangun dari tidurnya. Cindai tidak terlalu kuat melihat Bagas yang sedang duduk manis dibangku sambil memangku sebuah gitar akustik tepat didepannya. Ketika kau lewati bumi tempatku berdiri.. Kedua mata ini tak berkedip menatapi.. Pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku.. Tak henti, membayangkanmu.. Terganggu oleh cantikmu.. Tujuh hari dalam seminggu.. Hidup penuh warna.. Kuselalu mendekatimu.. Memberi tanda cinta.. Engkau wanita tercantikku.. Yang pernah kutemukan.. Wajahmu, mengalihkan duniaku.. Bagas mengakhiri lagunya dengan sempurna. Setelah memberikan gitarnya pada Rafli, cowok itu langsung berlutut didepannya. Mengucapkan sebuah kata manis yang tidak pernah Cindai impikan. “Cindai, Be mine please?” Belum sempat Cindai menjawab, Bagas sudah bangkit dan berjalan menuju meja Chelsea. Cindai menganga saat mendapati Bagas menggandeng Chelsea menuju kearahnya. Oke, sekarang posisi Cindai sudah lebih aman dari sebelumnya. Tapi masih tetap terancam. Mungkin lebih terancam lagi karena pintu kelas sudah ditutup rapat oleh Arya dan dijaga dengan ketat oleh cowok itu. “Chels, lo ikhlas kan, kalo gue jadian sama Cindai?” Tanya cowok itu seraya menatap Chelsea dalam. Cindai nyaris memekik saat mendengar kalimat aneh yang terlontar dari bibir tipis Bagas. Tanpa bersalah cowok itu malah merangkul Chelsea yang sedang tersenyum manis. Entah apa yang terjadi setelah Bagas melontarkan pertanyaan gila itu pada Chelsea, hingga membuat cewek cantik nan smart itu malah tersenyum manis sekali. Membuat Arya langsung lemas seketika ditempatnya. Cindai sempat melihat melalui ekor matanya. “Udah Ndai, terima aja Bagasnya. Dia tulus kok, sayang sama kamu.” Cindai menoleh. Ternyata Salma. Teman sebangkunya yang juga salah satu teman dekat si cowok sableng. Bagas. “Nggak usah jaim Ndai,” “Siapa yang jaim?!” Desis Cindai tajam. Dan langsung membuat Gilang kicep seketika. Bagas menghela nafas. “Chelsea udah ikhlas kok. Lo mau kan jadi pacar gue?” Tanya Bagas sekali lagi, dengan tatapan penuh harap kearah Cindai. “Kumpulin dulu makalah Bahasa Indonesia kamu yang belum selesai.” Jawab Cindai sok misterius, yang kemudian langsung berjalan santai kebangkunya. Baru beberapa langkah cewek itu berjalan, Bagas menyahut. “Jadi, lo nerima gue?” Cindai menghentikan jalannya sambil mengangkat bahu sok acuh. “Tergantung.” Cewek itu sudah berjalan lagi. “Kalau kata Bu Dina tugas kamu bagus,” Cindai menggantungkan kalimatnya. Membuat suasana kelas menjadi tegang tanpa sadar. “Okelah, aku mau.” “BAGAAAASSS PEJE!!!” The End. *Lala^
Posted on: Sun, 24 Nov 2013 13:35:27 +0000

Trending Topics



margin-left:0px; min-height:30px;"> There is something beautiful about what is not known. My heart is
Miami conseguiu ser ele mesmo ontem, ao seu velho estilo,

Recently Viewed Topics




© 2015