"kenapa puisi" ada sebuah inbox: “mas, bagaimana biar bisa - TopicsExpress



          

"kenapa puisi" ada sebuah inbox: “mas, bagaimana biar bisa nulis puisi?” meski pertanyaan ini diajukan di ruang privat, saya akan menjawabnya di ruang publik karena merupakan pertanyaan umum yang paling sering disodorkan. secara bentuk ini mirip dengan pertanyaan “mas, bagaimana biar bisa nyetir mobil?”, “mas, bagaimana biar bisa bikin donat?”, atau “mas, bagaimana biar bisa punya anak?” sebuah pertanyaan “how to”, pertanyaan yang tergolong pertanyaan sepanjang masa, pertanyaan yang terus melahirkan banyak diskusi dan karya. harus diketahui, untuk menjawab “bagaimana” mengerjakan “apa” orang perlu memahami apa itu “apa” di pertanyaan itu. puisi, mobil, donat, dan anak, contohnya. orang mustahil bisa nyetir mobil jika ia tak bisa membedakan antara kemudi dengan persneling, bukan? demikian juga, orang baik membaca sejarah perkembangan puisi tanah-air setidaknya 80 tahun terakhir ini jika serius ingin “bisa” menulis puisi, melihat bentuk-bentuk yang pernah muncul, baik yang bertahan beberapa tahun ataupun yang berhasil mem(p)engaruhi para penulis dari dekade-dekade berikutnya, dan membaca pendapat para sastrawan mengenai kesusasteraan, terutama puisi, sehingga terbentuk gambaran apa itu puisi. setelah orang cukup membaca, ia akan jauh lebih mudah untuk menentukan pemahaman personal-nya tentang puisi, juga bentuk mana yang paling menarik untuk dipakainya sebagai prototipe penulisannya. proses “bisa menulis puisi” biasanya dimulai dari mimikri, peniruan bentuk dan gaya orang lain. lama proses mimikri bisa beberapa bulan, bisa bertahun-tahun, tergantung ada tidaknya dan kuat lemahnya keinginan untuk menemukan orisinalitas dan identitas. tidak semua orang, memang, berkepentingan dengan hal ini. satu yang sering dilupkan sejak awal, yaitu “kenapa” kita menulis. sesungguhnya ini adalah pertanyaan yang lebih fundamental dan filosofis dibanding “apa” dan “bagaimana”. motivasi dan tujuan penulisan sangat mem(p)engaruhi tidak saja intensitas, tingkat kengototan, namun struktur dan gaya, juga cara berpolitik-literer. dia yang keinginan terbesarnya dalam menulis adalah populer dan disukainya karya-karyanya oleh banyak orang, tak jarang memiliki kecenderungan untuk “melacur”, mengikuti selera umum. gaya dan tema apa yang paling digemari itulah pula yang digarapnya. secara pribadi saya berpendapat bahwa hendaknya kita menulis bukan karena menulis bisa mengubah hidup orang lain atau hidup kita sendiri menjadi konon lebih baik. bukan karena menulis bisa melimpahkan keuntungan material dan mendatangkan nama besar, bukan pula karena jika tak menulis kita akan menanggung dosa. namun hendaklah menulis karena proses menulis membuat kita bahagia. sehingga dengan demikian kita memberi mesin kreativitas kita sumber energi yang nyaris tak hingga. cemoohan orang lain, penolakan mereka untuk membaca karya kita, tidak akan membuat langkah terhenti, karena bukan pujian dan penerimaan mereka yang kita cari dan tuju. apakah jawaban ini sudah cukup untuk pertanyaan “bagaimana biar bisa nulis puisi?”? jika belum, dan jika yang dimaksudkan adalah bagaimana biar bisa menulis “puisi yang bagus”, maka jawabannya malah akan berupa pertanyaan: bagus menurut siapa? bagus menurut siapa saja? tak mungkin. tak ada itu karya sastra yang “bagus menurut siapa saja”. akan selalu ada yang menengarahi kekurangan dan kegagalan tulisan kita, dengan atau tanpa argumen yang jelas. oleh karena itulah, sekali lagi, “kenapa” kita menulis harus merupakan pertanyaan yang dijawab terlebih dahulu sebelum “bagaimana” dan “apa”.
Posted on: Sun, 23 Jun 2013 02:30:27 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015