350 tahun pemerintah kolonial Belanda menjajah Bangsa kita - TopicsExpress



          

350 tahun pemerintah kolonial Belanda menjajah Bangsa kita Indonesia. Dalam masa penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda banyak sekali meninggalkan sejarah di Indonesia. Mulai dari sistem pemerintahan yang diterapkan di wilayah Indonesia, sistem perekonomian, sistem pendidikan dan juga sistem hukum. Peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang masih kita pakai dan kita jadikan pedoman adalah sistem hukumnya. Salah satu contohnya, di Indonesia hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS).KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis). Sedangkan, Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia. Meskipun sistem hukum kita merupakan bagian dari warisan pemerintah kolonial Belanda, Indonesia tidak sepenuhnya menerapkan itu saja, tapi juga menerapkan sistem hukum islam dan juga sistem hukum adat. Dalam pelbagai literatur, hukum pidana yang berlaku di Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa: masa sebelum penjajahan Belanda; masa sesudah kedatangan penjajahan Belanda; dan masa setelah kemerdekaan. 1. Masa Sebelum Penjajahan Belanda Tercatat terdapat beberapa hukum pidana yang pernah ada dan berlaku di beberapa wilayah hukum kerajaan-kerajaan di Nusantara, antara lain: Ciwasana atau Purwadhigama pada abad ke-10 di masa Raja Dharmawangsa; Kitab Gajamada pada pertengahan abad ke -14, yang diberi nama oleh Mahapatih Majapahit, Gajahmada; Kitab Simbur Cahaya yang dipakai pada masa pemerintahan Ratu Senuhun Seding di Palembang; Kitab Kuntara Raja Niti di Lampung yang digunakan pada awal abad 16; Kitab Lontara’ ade’ yang berlaku di Sulawesi Selatan sampai akhir abad 19; Patik Dohot Uhum ni Halak Batak di Tanah Batak; dan Awig-awig di Bali. Kitab-kitab tersebut hanya sebagian dari hukum pidana yang pernah berlaku di wilayah Nusantara. 2. Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun 1602-1799 Hukum yang pertama kali digunakan oleh VOC pada pusat-pusat perdagangan mereka di Nusantara adalah hukum yang dijalankan di atas kapal-kapal VOC (Scheeps Recht). Hukum kapal ini terdiri dari dua bagian, yaitu hukum Belanda kuno dan asas-asas hukum Romawi. Dalam perkembangannya, VOC kemudian mendapatkan Octrooi Staten General, sehingga dapat bertindak sebagai suatu badan pemerintah yang memiliki hak istimewa untuk memonopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kekuasaan yang dimilikinya, VOC kemudian mengeluarkan instruksi atau maklumat dalam bentuk plakat-plakat (plakaten). Pada awalnya plakat tersebut hanya berlaku untuk wilayah kota Betawi. Namun seiring dengan kekuasaannya yang semakin meluas juga diberlakukan di seluruh wilayah VOC. Dikarenakan sejak awal tidak disusun dan dikumpulkan secara baik dan teratur, Gubernur Jenderal Van Diemen kemudian memerintahkan Joan Maetsuycker untuk menyusun dan mengumpulkan plakat-plakat tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah Statuten van Batavia. Dengan demikian pada masa VOC telah berlaku: Hukum statuten (termuat di dalam Statuta Batavia); Hukum Belanda yang kuno; Asas-asas hukum Romawi. b. Masa Besluiten Regering Tahun 1814-1855 Masa Besluiten Regering dimulai saat peralihan kekuasaan dari Kerajaan Inggris kepada Kerajaan Belanda yang berdasarkan Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814. Konvensi ini mengharuskan Kerajaan Inggris untuk mengembalikan bekas koloni Belanda yang pernah dikuasainya kepada Pemerintah Belanda. Untuk melaksanakan kekuasaannya, Pemerintah Belanda kemudian menunjuk tiga orang Komisaris Jenderal yang terdiri dari: Elout, Buyskes, dan Van der Capellen. Para Komisaris Jenderal tetap memberlakukan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris dan tidak mengadakan perubahan peraturan karena menunggu terbentuknya kodifikasi hukum. Pada masa ini tidak ada ketentuan baru di bidang hukum pidana. c. Masa Regeling Reglement Tahun 1855-1926 Perubahan undang-undang dasar (Grond wet) di Belanda membawa akibat pada perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku di seluruh wilayah Belanda dan daerah jajahannya. Perubahan itu membuat kekuasaan raja Belanda menjadi berkurang, salah satunya dalam hal pembuatan undang-undang. Sehingga peraturan yang diterapkan tidak hanya Koninklijk Besluit saja tetapi juga harus melalui mekanisme perundang-undangan di tingkat parlemen. Peraturan dasar yang dibuat bersama oleh raja dan parlemen untuk mengatur daerah jajahan adalah Regeling Reglement (RR) yang dibuat dalam bentuk undang-undang dan diundangkan dengan Staatblad No. 2 Tahun 1855. Pada masa RR inilah terdapat beberapa ketentuan terkait hukum pidana, yaitu: Wetboek van Strafrecht voor Europeanen atau kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa yang diundangkan dengan Staatblad No. 55 tahun 1866. Algemene Politie Strafreglement atau tambahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa. Wetboek van Strafrecht voor Inlander atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pribumi yang diundangkan dengan Staatblad No 85 tahun 1872. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa. Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang diundangkan dengan Staatblad No. 732 tahun 1915 yang mulai berlaku 1 Januari 1918. d. Masa Indische Staatregeling Tahun 1926-1942 Indische Staatregeling (IS) merupakan perubahan dari Regeling Reglement (RR) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926, dengan diundangkannya Staatblad No. 415 tahun 1925. Perubahan Grond Wet, khususnya mengenai pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang berlaku, semakin mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda yang sesuai dengan asas konkordansi. Ketentuan mengenai pembagian golongan penduduk tersebut diatur di dalam Pasal 131 jo pasal 163 IS. e. Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 Masa pendudukan Jepang selama kurang lebih 3,5 tahun tidak memberikan perubahan yang signifikan dalam ketentuan hukum yang diberlakukan. Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei No. 1 Tahun 1942, yang mengatur antara lain: perihal badan-badan pemerintahan, hukum, dan pengakuan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa kolonial Belanda sepanjang tidak bertentangan dengan pemerintahan milliter. Dalam hal pemberlakuan hukum pidana, pemerintah militer Jepang mengeluarkan Gun Seirei nomor istimewa, Gun Seirei No. 25 tahun 1944 tentang pengaturan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus dan Gun Seirei No. 14 tahun 1942 tentang Pengadilan di Hindia Belanda. 3. Masa Kemerdekaan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia merupakan pemberian Kolonial dan sistem hukum kolonial menjadi sistem hukum nasional. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum, Undang-Undang Dasar 1945 kemudian memberikan kelonggaran melalui Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 dengan menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Ketentuan tersebutlah yang kemudian menjadi dasar hukum pemberlakuan semua peraturan perundang-undangan pada masa kolonial di masa kemerdekaan. Piagam Djakarta kemudian menjadi Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perumusan Piagam Djakarta sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka, diadakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari "Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya" menjadi "ketuhanan Yang Maha esa". Hukum belanda memang masih berlaku di Indonesia sesuai dengan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 disebutkan “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Dengan demikian ketentuan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 di keluarkan agar tidak terjadi kevakuman hukum di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia belum bisa membuat aturan yang baru sesuai undang-undang dasar 1945. Jadi bisa di simpulkan bahwa hukum belanda masih berlaku di Indonesia karena di sebabkan oleh factor sejarah yang erat kaitannya dengan Indonesia. 350 tahun pemerintah kolonial Belanda menjajah Bangsa kita Indonesia. Dalam masa penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda banyak sekali meninggalkan sejarah di Indonesia. Mulai dari sistem pemerintahan yang diterapkan di wilayah Indonesia, sistem perekonomian, sistem pendidikan dan juga sistem hukum. Peninggalan pemerintahan kolonial Belanda yang masih kita pakai dan kita jadikan pedoman adalah sistem hukumnya. Salah satu contohnya, di Indonesia hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS).KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis). Sedangkan, Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia. Meskipun sistem hukum kita merupakan bagian dari warisan pemerintah kolonial Belanda, Indonesia tidak sepenuhnya menerapkan itu saja, tapi juga menerapkan sistem hukum islam dan juga sistem hukum adat. Dalam pelbagai literatur, hukum pidana yang berlaku di Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa: masa sebelum penjajahan Belanda; masa sesudah kedatangan penjajahan Belanda; dan masa setelah kemerdekaan. 1. Masa Sebelum Penjajahan Belanda Tercatat terdapat beberapa hukum pidana yang pernah ada dan berlaku di beberapa wilayah hukum kerajaan-kerajaan di Nusantara, antara lain: Ciwasana atau Purwadhigama pada abad ke-10 di masa Raja Dharmawangsa; Kitab Gajamada pada pertengahan abad ke -14, yang diberi nama oleh Mahapatih Majapahit, Gajahmada; Kitab Simbur Cahaya yang dipakai pada masa pemerintahan Ratu Senuhun Seding di Palembang; Kitab Kuntara Raja Niti di Lampung yang digunakan pada awal abad 16; Kitab Lontara’ ade’ yang berlaku di Sulawesi Selatan sampai akhir abad 19; Patik Dohot Uhum ni Halak Batak di Tanah Batak; dan Awig-awig di Bali. Kitab-kitab tersebut hanya sebagian dari hukum pidana yang pernah berlaku di wilayah Nusantara. 2. Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Tahun 1602-1799 Hukum yang pertama kali digunakan oleh VOC pada pusat-pusat perdagangan mereka di Nusantara adalah hukum yang dijalankan di atas kapal-kapal VOC (Scheeps Recht). Hukum kapal ini terdiri dari dua bagian, yaitu hukum Belanda kuno dan asas-asas hukum Romawi. Dalam perkembangannya, VOC kemudian mendapatkan Octrooi Staten General, sehingga dapat bertindak sebagai suatu badan pemerintah yang memiliki hak istimewa untuk memonopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kekuasaan yang dimilikinya, VOC kemudian mengeluarkan instruksi atau maklumat dalam bentuk plakat-plakat (plakaten). Pada awalnya plakat tersebut hanya berlaku untuk wilayah kota Betawi. Namun seiring dengan kekuasaannya yang semakin meluas juga diberlakukan di seluruh wilayah VOC. Dikarenakan sejak awal tidak disusun dan dikumpulkan secara baik dan teratur, Gubernur Jenderal Van Diemen kemudian memerintahkan Joan Maetsuycker untuk menyusun dan mengumpulkan plakat-plakat tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah Statuten van Batavia. Dengan demikian pada masa VOC telah berlaku: Hukum statuten (termuat di dalam Statuta Batavia); Hukum Belanda yang kuno; Asas-asas hukum Romawi. b. Masa Besluiten Regering Tahun 1814-1855 Masa Besluiten Regering dimulai saat peralihan kekuasaan dari Kerajaan Inggris kepada Kerajaan Belanda yang berdasarkan Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814. Konvensi ini mengharuskan Kerajaan Inggris untuk mengembalikan bekas koloni Belanda yang pernah dikuasainya kepada Pemerintah Belanda. Untuk melaksanakan kekuasaannya, Pemerintah Belanda kemudian menunjuk tiga orang Komisaris Jenderal yang terdiri dari: Elout, Buyskes, dan Van der Capellen. Para Komisaris Jenderal tetap memberlakukan peraturan-peraturan yang berlaku pada masa Inggris dan tidak mengadakan perubahan peraturan karena menunggu terbentuknya kodifikasi hukum. Pada masa ini tidak ada ketentuan baru di bidang hukum pidana. c. Masa Regeling Reglement Tahun 1855-1926 Perubahan undang-undang dasar (Grond wet) di Belanda membawa akibat pada perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku di seluruh wilayah Belanda dan daerah jajahannya. Perubahan itu membuat kekuasaan raja Belanda menjadi berkurang, salah satunya dalam hal pembuatan undang-undang. Sehingga peraturan yang diterapkan tidak hanya Koninklijk Besluit saja tetapi juga harus melalui mekanisme perundang-undangan di tingkat parlemen. Peraturan dasar yang dibuat bersama oleh raja dan parlemen untuk mengatur daerah jajahan adalah Regeling Reglement (RR) yang dibuat dalam bentuk undang-undang dan diundangkan dengan Staatblad No. 2 Tahun 1855. Pada masa RR inilah terdapat beberapa ketentuan terkait hukum pidana, yaitu: Wetboek van Strafrecht voor Europeanen atau kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa yang diundangkan dengan Staatblad No. 55 tahun 1866. Algemene Politie Strafreglement atau tambahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Eropa. Wetboek van Strafrecht voor Inlander atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pribumi yang diundangkan dengan Staatblad No 85 tahun 1872. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa. Wetboek van Strafrecht voor Netherlands-Indie atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hindia Belanda yang diundangkan dengan Staatblad No. 732 tahun 1915 yang mulai berlaku 1 Januari 1918. d. Masa Indische Staatregeling Tahun 1926-1942 Indische Staatregeling (IS) merupakan perubahan dari Regeling Reglement (RR) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1926, dengan diundangkannya Staatblad No. 415 tahun 1925. Perubahan Grond Wet, khususnya mengenai pembagian golongan penduduk Indonesia beserta hukum yang berlaku, semakin mempertegas pemberlakuan hukum pidana Belanda yang sesuai dengan asas konkordansi. Ketentuan mengenai pembagian golongan penduduk tersebut diatur di dalam Pasal 131 jo pasal 163 IS. e. Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 Masa pendudukan Jepang selama kurang lebih 3,5 tahun tidak memberikan perubahan yang signifikan dalam ketentuan hukum yang diberlakukan. Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei No. 1 Tahun 1942, yang mengatur antara lain: perihal badan-badan pemerintahan, hukum, dan pengakuan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa kolonial Belanda sepanjang tidak bertentangan dengan pemerintahan milliter. Dalam hal pemberlakuan hukum pidana, pemerintah militer Jepang mengeluarkan Gun Seirei nomor istimewa, Gun Seirei No. 25 tahun 1944 tentang pengaturan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus dan Gun Seirei No. 14 tahun 1942 tentang Pengadilan di Hindia Belanda. 3. Masa Kemerdekaan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia merupakan pemberian Kolonial dan sistem hukum kolonial menjadi sistem hukum nasional. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum, Undang-Undang Dasar 1945 kemudian memberikan kelonggaran melalui Ketentuan Peralihan Pasal II UUD 1945 dengan menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Ketentuan tersebutlah yang kemudian menjadi dasar hukum pemberlakuan semua peraturan perundang-undangan pada masa kolonial di masa kemerdekaan. Piagam Djakarta kemudian menjadi Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perumusan Piagam Djakarta sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka, diadakan perubahan pada sila pertama, yaitu dari "Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya" menjadi "ketuhanan Yang Maha esa". Hukum belanda memang masih berlaku di Indonesia sesuai dengan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 disebutkan “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Dengan demikian ketentuan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 di keluarkan agar tidak terjadi kevakuman hukum di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia belum bisa membuat aturan yang baru sesuai undang-undang dasar 1945. Jadi bisa di simpulkan bahwa hukum belanda masih berlaku di Indonesia karena di sebabkan oleh factor sejarah yang erat kaitannya dengan Indonesia.
Posted on: Wed, 03 Jul 2013 04:24:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015