3600 detik karya : charon part 9 sorry guys, yg tdi seharus - TopicsExpress



          

3600 detik karya : charon part 9 sorry guys, yg tdi seharus nya part 8 malah ketulis part 7. maklumlah lagi galau soal nya mka nya jdi salah tulis, hehehe selamat membaca. Sandra menguap lebar di kamar nya. Rumus-rumus fisika bertebaran di pikiran nya. Bagaimana aku menghafal semua nya? batin Sandra putus asa. Besok adalah ujiam terakhir semester ini. “Sandra!” teriak mama nya dari lantai bawah. “Telepon untukmu!” Sandra mengambil telepon yang ada di samping tempat tidur nya. “Halo!” kata nya sambil menguap. “Wah, kau kedengaran mengantuk!” kata suara di ujung telinga nya. “Leon!” kata nya tanpa semangat. “Ada apa menelepon?” “Aku hanya ingin menanyakan kabarmu!” kata nya. “Bagaimana hasil belajar nya?” “Payah!” jawab Sandra. “Kau mau aku membantumu ke sana?” tanya Leon. “Tidak-tidak!” bantah Sandra. “Aku kapok diajari olehmu. Aku hanya perlu istirahat sebentar!” Leon tertawa. “Jangan-jangan, kau malah ketiduran!” “Mungkin!” sahut Sandra. “Sudah minum dua cangkir kopi tetap saja mengantuk. Seperti nya aku harus mengingat hal ini kalau-kalau aku tidak bisa tidur kapan-kapan.” Leon tertawa lagi. “Ayolah, tidak mungkin separah itu! Kalau kau sudah penat, jangan dipaksa. Kalau kau masih mengantuk juga, coba saja cuci mukamu dengan air dingin!” “Yah! Barangkali aku bisa mencoba nya!” kata Sandra. “Aku meneleponmu karena aku ingin mengajakmu ke suatu tempat besok!” kata Leon. “Karena ujian sudah berakhir, bagaimana kalau kita makan bareng di restoran yang baru buka di dekat sekolah itu?” “Oh ya, ide bagus!” “Aku tunggu kau sepulang sekolah!” “Oke!” jawab Sandra. “Omong-omong, kau sendiri tidak belajar?” “Oh, aku sih sudah selesai satu jam yang lalu!” kata Leon. “HAH?? Satu jam yang lalu?” tanya Sandra keheranan. “Kok bisa?” “Aku memang cepat kalau menghafal!” kata Leon. “Lagian otakku lebih encer disbanding punyamu!” “Apa kau bilang?? Enak saja!” “He, kenapa marah?!” kata Leon lagi sambil menahan tawa. “Itu kan kenyataan. Menghafal rumus saja kau tidak masuk-masuk!” “Aku akan buktikan kalau besok aku bisa mengerjakan ujian dengan baik!” tantang Sandra. “Sekarang juga aku akan belajar. Dadah!” Sandra menutup telepon nya dengan kesal. Memang nya hanya dia saja yang punya otak encer? Ujar Sandra kesal. Sandra melihat buku di depan nya dan meringis. Dia mulai membuka buku itu lagi dengan malas. Ketika Sandra terbangun keesokan hari nya, dia kaget karena kesiangan. Dia bangun dan cepat-cepat bersiap-siap ke sekolah. Dia tiba di kelas nya sesaat sebelum ujian di mulai. Ia menarik napas lega. Soal ujian dibagikan dari depan ke belakang. Saat kertas itu tiba di meja nya, Sandra memandang kertas dengan ngeri. Dua jam kemudian, Sandra berjalan keluar kelas dengan langkah loyo. Tetapi kemudian dia tersenyum saat teringat janji nya bersama Leon sepulang sekolah. Sandra menghampiri kelas Leon. Mata nya menyapu ruang kelas, tetapi yang dicari nya tidak berada di sana. “Hei!” kata nya pada salah satu teman sekelas Leon. “Kau lihat Leon tidak?” Teman sekelas Loen menjawab. “Kau belum tahu ya? Kemarin malam Leon dibawa ke rumah sakit. Kata nya kini ia dirawat di ICU!” Sandra terpaku mendengar berita tersebut. Semalam Leon masih sempat bercanda dengan nya. Hari ini dia sudah berada di rumah sakit. Sandra berlari sekencang nya keluar dari sekolah dan menyetopi taksi. Sandra berdoa semoga Leon tidak apa-apa. Sandra meneroos rumah sakit setelah dia tiba di sana. Di depan ruang ICU, Sandra melihat Papa Leon sedang duduk sambil menutup wajah nya. “Oom!” kata nya. “Bagaimana keadaan Leon?” Papa Leon menatap Sandra. “Dia sekarang sudah tidur. Keadaan nya sudah stabil!” Sandra mendesah lega. “Syukurlah kalau begitu!” “Jantung nya sempat berhenti tadi pagi!” kata Papa Leon sedih. Sandra hampir menangis mendengar berita itu. “Aku ayah yang payah!” desah papa Leon. “Aku bisa menyelematkan nyawa orang lain, tetapi nyaris tidak mampu menyelamatkan nyawa anakku sendiri. Sungguh ironis, bukan?” “Oom nggak payah kok! Leon saja bercita-cita ingin menjadi dokter seperti Oom!” “Oya?” Papa Leon sedikit terhibur. Sandra mengangguk. “Oom, bolehkah saya menjenguk Leon?” Papa Leon mengangguk. “Oke. Masuklah!” Sandra memasuki ruang ICU perlahan-lahan. Di tempat tidur yang diletakkan di tepi dinding kaca dia melihat Leon sedang tertidur. Disentuh nya kaca di depan nya dengan tangan nya. Dia ingin menyentuh Leon. “Cepat sembuh, Leon!” kata Sandra. “Kalau sudah sembuh, kau boleh mengejekku semaumu! Aku tidak akan keberatan!” Seakan-akan bisa mendengar suara nya, Leon membuka mata nya. Leon memandang ruangan di sekitar nya dengan bingung. Hal terakhir yang diingat nya adalah dia sedang menelepn Sandra. Saat menutup telepn, Leon merasakan nyeri di dada hingga membuat nya pingsan. Sudah berapa lama aku di sini? Tanya nya dalam hati. Kemudian pandangan nya beradu dengan mata Sandra yang menatap nya dengan sedih. Leon tertawa lemah. “Hai!” kata Leon lemah. Sandra tidak bisa mendengar perkataan Leon, tapi dia bisa membaca gerakan bibir pemuda itu. “Hai!” balas Sandra. Senyum Sandra menghangatkan hati Leon. Karena Leon tidak bisa mendengar suara nya, Sandra menggerakkan tangan nya di kaca dan menulis dengan jari nya. SAKIT? Leon memberikan jawaban nya dengan cara yang sama. TIDAK LAGI. Kedua nya tersenyum. Leon teringat kalau hari ini seharus nya dia mengikuti ujian disika di kelas nya. Lalu dia menggerakkan jari nya lagi. UJIAN? Sandra terdia, sesaat. Terus terang Sandra tidak bisa mengerjakan nya dengan baik. Tapi demi kebaikan Leon dia berbohong. Sandra tersenyum ceria sambil mengangkat jempol nya, menandakan dia bisa mengerjakan ujian nya. Leon tersenyum tertahan, lalu menulis lagi dengan jari nya. BOHONG. Saat itu Sandra tertawa. Rupa nya dia tidak bisa menipu Leon. Leon meletakkan telapak tangan kanan nya di kaca. Perlahan Sandra juga mengangkat tangan kiri nya di kaca itu sampai telapak tangan mereka berdua bertemu. Mereka bertatapan tanpa berkata apa-apa. *** Lima hari kemudian, Leon membereskan barang nya dari lemari rumah sakit. Sandra mengetuk pintu ruangan nya dengan gembira. Para dokter mengatakan kesehatan Leon pulih dengan cepat. Mereka menyebut nya sebagai keajaiban. Ketika Sandra mengatakan omongan para dokter itu, Leon hanya tersenyum. “Mungkin belum waktu nya!” kata Leon tenang. Sandra menatap Leon yang sedang membereskan baju nya. “Sini, biar aku bantu!” kata Sandra. “Terima kasih!” ucap Leon sambil tersenyum. “Mungkin sebentar lagi Pak Budi menjemput!” kata Leon. “Aku mau menunggu nya di depan pintu rumah sakit. Jadi Pak Budi tidak usah parker lagi. Aku sudah tidak sabar ingin keluar dari sini!” “Kalau begitu, ayo kita pergi!” Sandra menutup risleting tas Leon. “Biar aku yang bawa!” kata Leon mau mengambil tas nya. “Kau kan baru sembuh!” Sandra menepis tangan Leon. “Aku saja yang bawa!” lalu Sandra bergegas keluar dari kamar Leon. Leon mengangkat bahu dan mengikuti nya. Setelah lima menit menunggu di depan rumah sakit dan tidak ada tanda-tanda mobil Leon muncul. “Leon sebaik nya kita masuk saja dahulu!” kata Sandra. Leon menggeleng. “Aku tidak mau masuk lagi ke dalam sana setelah aku bisa keluar sekarang!” Sandra menatap hujan yang turun dengan deras. “Tapi cuaca nya dingin sekali!” Tenang saja, sebentar lagi juga Pak Budi datang kok!” kata Leon. Sandra meletakkan tas Leon di lantai dan membuka jaket nya. “Ini!” seru nya. “Pakailah!” Leon membelak menatap jaket yang ditawarkan Sandra. Dia memerhatikan jaket merah Sandra dengan tatapan tidak percaya. Warna nya merah mencolok dan di depan nya terdapat gambar kartun seorang gadis yang sedang tersenyum menampakkan gigi ompong nya. Jaket itu bertuliskan “Are you ready for school.” Leon menggeleng ngeri. “Aku tidak akan memakai nya!” Sandra tersenyum sesaat. “Kau harus pakai! Nanti kalau kau kedinginan dan sakit lagi, bagaimana?” “Aku rasa aku lebih kedinginan saja!” kata Leon. “Aku tidak akan membiarkanmu sakit lagi!” sanggah Sandra. Dia menangkap tangan Leon dan mengenakan jaket merah nya ke badan cowok itu. Tahu-tahu Sandra sudah menutup tisleting jaket di badan nya. “Nah! Selesai!” kata Sandra. Leon memandang nya dengan tatapan tidak suka. Seorang pengunjung rumah sakit menatap Leon sambil menahan tawa. Leon semakin cemberut. “Ayolah!” kata Sandra menghibur. “Tidak seburuk itu kok!” Tapi lima detik kemudian Sandra tertawa terbahak-bahak. Mendengar tawa Sandra, Leon semakin kesal. “Anggap saja itu balasan atas sandal konyol yang kau berikan padaku tempo hari!” bisik Sandra. “Tapi itu lain!” protes Leon. “Kau langsung pulang dengan mobilku tanpa bertemu siapa-siapa. Sekarang semua orang bisa melihatku!” Sandra tertawa. “Aku tahu! Itu yang membuat nya semakin menarik!” Dalam hati Leon mengumpat. Lima menit kemudian, mobil Leon tiba. Leon cepat-cepat masuk ke pintu penumpang. Sandra mengikuti nya sambil terkikik geli. Di dalam mobil, Pak Budi juga memerhatikan jaket yang dikenakan Leon. Leon menyuruh Pak Budi mengantar Sandra ke rumah nya. “Istirahat yang banyak!” kata Sandra ketika sudah tiba di depan rumah nya. Leon mengangguk. “Masuklah!” Leon memandang jaket yang dikenakan nya sambil mendesah. Hari-hari bersama Sandra memamng tidak pernah membosankan. Sesampai nya di rumah, Leon disambut oleh mama nya di depan pintu. “Leon!” Mama memeluk nya. Lalu wanita itu memandang jaket yang dikenakan putra nya sambil menahan tawa. “Ayo masuk!” ajak Mama lagi. Mama rupa nya telah menyiapkan makanan dan minuman untuk Leon. “Makan dahulu!” kata nya. Leon mulai memakan masakan mama nya. “Kau mau ganti baju sekarang?” tanya mama Leon. Leon menyentuh jaket yang dikenakan nya. Entah mengapa dia merasa sayang melepaskan jaket itu setelah Sandra tidak ada. “Nanti saja, Ma. Aku mau makan dulu.” Leon berbohong. Mama nya tersenyum mengerti. *** Sandra melangkah ke kamar mama nya. Dia mengetuk pintu kamar mama nya lalu masuk. Widia sedang bersiap-siap menghadiri pertemuan dengan para rekan nya. “Ada apa, Sandra?” tanya Widia. “Aku mau memberi sesuatu.” Kata Sandra. Sandra memberikan bingkai foto yang dipegang nya pada mama nya. Widia menatap foto di dalam nya. Itu foto diri nya dan Sandra saat putri nya mencoba gaun pesta di toko. Seorang pelayan toko ingin memfoto Sandra mengenakan gaun tersebut dan memajang di took nya. Lalu dia juga meminta mereka berdua untuk berfoto. “Aku tidak tahu bagaimana berterima kasih atas bantuan Mama waktu itu!” kata Sandra. “Aku hanya punya foto ini untuk Mama!” “Oh, Sandra!” Widia terharu. Dielus’y kepala putri nya dengan penuh sayang. “Ini indah sekali!” “Mama bisa memajang nya di meja kantor Mama!” kata Sandra. “Terima kasih, Sandra!” kata Widia senang. bersambung *Wiedey*
Posted on: Fri, 18 Oct 2013 10:15:56 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015