ASAL MULA KOTA NGAWI 1 SEJARAH KABUPATEN NGAWI I. Asal Usul Nama - TopicsExpress



          

ASAL MULA KOTA NGAWI 1 SEJARAH KABUPATEN NGAWI I. Asal Usul Nama Ngawi. Ngawi berasal dari kata “Awi” yang artinya Bambu yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “Ng” menjadi “NGAWI” . Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu. II. SEJARAH HARI JADI NGAWI.. Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh, tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April 1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh DPRD Kabupaten Dati Ii Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui kesulitan-kesulitan terutama nara sumber atau para tokoh-tokoh masayarakat, namun mereka tetap melakukan penelitian lewat sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno. Didalam kegiatan penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai dengan hasil sebagai berikut ; 1. Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Ngawi dengna Surat Keputusan DPRD Kabupoaten Dati II Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, yaitu berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap oleh Pemerintah Hindia Belanda. 2. Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas diralat dengan alas an bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai Hari Jadi Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. 3. Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983, dibentuk Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi yang diktuai oleh Drs. Bapak MOESTOFA. 4. Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan simposium membahas Hari Jadi Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto 2 K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan hasil symposium tersebut menetapkan ; a. Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo tentang Piagam Sultan Hamengku Buwono tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan menetapkan bahwa pada tanggal 10 Nopember 1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai daerah Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari perjalanan Sejarah Ngawi pada jaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono. b. Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo tentang Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Selanjutmya menetapkan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah penambangan) dan daerah swatantra. Peristiwa tersebut merupakan Hari Jadi Ngawi sepanjang belum diketahui data baru yang lebih tua. Melalui Surat Keputusan nomor : 188.70/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui tentang penetapan Hari Jadi Ngawi yaitu pada tanggal 7 Juli 1358 M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut serta menerima masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi sebagai penyempurnaan di kemudian hari. III. LAMBANG KABUPATEN NGAWI. Lambang Daerah Kabupaten Ngawi ditetapkan Berdasarkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1968 pada tanggal 24 Juli 1968. Artikulasi Warna dan Gambar : I. Warna : 1. Warna Putih artinya : Kesucian 2. Warna Kuning artinya : Kemasyhuran 3. Warna Merah artinya : Patriotik, Kebranian 3 4. Warna Hijau artinya : Kemakmuran 5. Warna Hitam artinya : Stabilitas, Ketangguhan II. Gambar : 1. Bintang bersudut lima : Ø Melambangkan pancaran Berketuhanan Yang Maha Esa. 2. Api yang menyala dengan lidahnya lima buah berwarna kuning dan bertepi merah : Ø Melambangkan pancaran semangat Pancasila yang senantiasa menerangi dan menjiwai penghidupan dan perjuangan Daerah Kabupaten Ngawi. 3. Sebuah tulang batok kepala dan tulang paha berwearna kuning didalam lingkaran berwarna merah terletak ditengah-tengan lambang : Ø Melambangkan bahwa nama Ngawi dikenal dan dicatat dalam dunia keilmuan arkeologi dengan diketemukannya sebuah tulang batok kepala dan tulang paha dari mahkul purba Pithecanthropus Erectus pada tahun 1891 oleh Dr.Eugene Dubois di desa Trinil Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi. 4. Garis lebar melintang berlekuk-lekuk dan bergelombang bagian atas berwarna putih dan yang bawah berwarna kuning, dari sebelah kiri menuju ketengah dan dari sebelah kanan menuju ketengah lalu bertemu menjadi satu : Ø Melambangkan bahwa Ibu Kota daerah Kabupaten Ngawi terletak didaerah pertemuan dua buah sungai (bengawan Solo berwarna putih dan Bengawan Madiun berwarna kuning). 5. Kelompok pepohonan berwarna hijau : Ø Melambangkan bahwa daerah Kabupaten Ngawi dikenal dengan daerah hutan jati yang memberikan hasil kemakmuran. 4 6. Tulisan NGAWI terletak pada dasar berwarna putih bagian kanan dan kiri berlekuk dan melengkung di bagian tengahnya : Ø Melambangkan Wilayah Daerah Kabupaten Ngawi terdiri daerah pegunungan (kendeng) dan lereng Gunung (lawu) serta dataran rendah. 7. Padi dan Kapas berwarna kuning dan putih di bagian samping kanan dan kiri dari kedua sudut bintang: Ø Melambangkan bahwa berkat ketaqwaan kepada Alloh SWT membawa masyarakat Kabupaten Ngawi kepada ketahanan dan kesempurnaan di bidang pangan, sandang bagi kemakmuran yang adil dan merata. 8. Perisai sebagai latar belakang dari lambang berwarna hitam dan bertepi merah dengan didalamnya terdapat padi dan kapas masing-masing berjumlah tujuh belas, pohon jati berjumlah delapan batang dan lekuk daun jati berjumlah empat puluh lima ; Ø Melambangkan semangat pertahan yang patriotic bagi ketangguhan dan stabilitas Daerah Kabupaten Ngawi yang merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia. Garis lebar berlekung 4. 1. Bintang 2. Api 5 IV. PENINGGALAN SEJARAH, SENI DAN BUDAYA. A. Sejarah ; Selain penemuan benda-benda bersejarah di wilayah sekitar Ngawi juga terdap tempat-tempat sejarah yang cukup terkenal yaitu Jagara, Alas Ketangga dan Tawun. Dalam penelitian diperkirakan ketiga tempat tersebut berhubvungan dengan daerah di sekitar Ngawi. 1. Sejarah Negara Jagaraga. Negara Jagaraga adalah suatu daerah yang terletak di lereng Gunung Lawu dan disebelah selatan pegunungan Kendeng. Jagaraga berasal dari kata (jaga=waspada, raga=tubuh). Di dalam buku Valentijn menyebutkan daeah Jagaraga (het landschap Jagaraga) dengan kotanya bernama (de staad Jagaraga), terletak di daerah antara gunung lawu dan Kali Semanggi (sekarang bernama bengawan Solo), sedangkan Dr. NJ.Krom menyebutkan letak Jagaraga di daerah Madiun. Nama Jagaraga tersebut dalam prasasti tembaga Waringin Pitu yang diketemukan di Desa Suradakan (Kabupaten Trenggalek) sekitar tahun 1369 Saka (1474 M). Serta buku Pararaton (terbit tahun 1613 m). 3. Tulang tengkorak dan tulamg paha Kelompok pepohonan 5. Tulisan NGAWI 6. 7. Padi dan Kapas. 8. Perisai 6 Prasasti tembaga Waringin Pitu dikeluarkan oleh Raja Widjayaparakramawardhana (Dyah Kerta Wijaya) pada tahun 1369 Saka atau tepatnya 22 November 1474 m. Prasasti ini menyebutkan tentang penguasa di Jagaraga (paduka Bhattara ring Jagaraga) bernama Wijayandudewi sebagai nama penobatan (nama raja bhiseka) atau Wijayaduhita sebagai nama kecil (Garbhapra Sutinama), seorang puteri yang mengaku keturunan Raden Wijaya. (Kertarajasa Jayawardhana) pendiri Kerajaan Majapahit, Prasasti ini juga memuji raja puteri (ratu) Jagaraga dengan deretan kalimat (ansekerta) yang indah dan menurut terjemahan Mr.Moh.Yamin adalah sebagai berikut ; “Perintah Sang Parbu diiringi pula oleh Seri Paduka Batara Jagaraga” ; - Nan bertingkah laku lemah lembut gemulai dan utama sesuai dengan kesetiaan kepada suaminya”. - Nan dibersihkan kesadaran yang utama dan tidak bercacat, yang kaki tangannya dihiasi perhiasan utama, yaitu tingkah laku penuh kebajikan. - Nan berhati sanubari sesuai dengan kenangkenangan yang tidak putus-putusnya kepada suami. 2. Sejarah Negara Matahun. Oleh para Sarjana wialayah di sebelah Barat Jagaraga di seberang bengawan Sala di perkirakan wilayah kekuasaan Negara Matahun , ini meliputi daerah atau Desa Tawun yang saat sekarang ini di wilayah Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi yang terkenal dengan sendang bulusnya. Menurut prasasti Waringin Pitu, Raja Matahun bernama Dyah Samara Wijaya yang bergelar Wijayaparakrama, tetapi menurut Prasasti Kusmala (batu tilis dari Kandangan, Pare Kediri) berangkat tahun 1272 Saka atau 1350 M, yang menjadi Raja Matahun adalah Paduka Bhatara Matahun) adalah Sriwijayarajasa nantawikrama tunggadewa, yang dikatakan telah berhasil membuat sebuah tanggul kokoh kuat dan indah (Rawuhan atita durgga mahalip), sehingga menyebabkan kegembiraan semua penduduk. 7 3. Alas Ketangga. Sebagian masyarakat, Alas Ketangga dikaitkan dengan “Jangka Jayabaya” . Oleh Dr. J.Brandes dalam karangannya yang berjudul “Lets Over een ouderen Dipanagara in verband met een prototype van de voorspellingen van Jayabaya”. Dalam karangannya menyebutkan bahwa sebua naskah Jawa dimulai dengan kalimat yang berbunyi ; “Punika serat jangka, cariosipun prabu Jayabaya ing Moneng, nalika katamuan raja pandita saking Erum, nama Maolana Ngali Samsujen”. (Ini kitab ramalan , cerita Raja Jayabaya di Momenang pada waktu menerima tamu raja pendeta dari Erun, bernama Maolana Ngali Samsujen). Setelah itu disinggung nama kitab Musarar (Kitab Hasrar : boek dergeheimenissen), yang berisi lamaran di seluruh dunia (jangkaning jagad sedaya); dan diteruskan dengan menyebut nama beberapa orang raja dan kerator dan juga beberapa ramalan apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia anatara lain sebagai berikut : “Ada yang bernama Raden Amisan, menobatkan Ratu Adil, dari tanah Arab, menguasai seluruh dunia, Radem Amisan bernama Sultan Erucakra, waktu itu berhentilah kekacauan Negara. B. Seni dan Budaya ; Kebudayaan daerah di Kabupaten Ngawi telah mengalami pengikisan tanpa terasa, mengikuti kondisi dan situasi serta pengaruh dari daerah sekitarnya bahkan dari luar daerah, namun demikian seni dan budaya yang sampai saat ini masih selalu di kenang dan di lestarikan adalah sebagai berikut ; 1. Seni Gaplik Kesenian Gaplik berasal dari Desa Kendung Kecamatan Kwadungan Kabupaten Ngawi, keseniaan ini mempunyai maksud dan tujuan mengusir bala (mala petaka) yang melanda desa. Nama Gaplik diambil dari nama orang yang telah menciptakan dan mengembangkan kesenian tersebut .Kesenian Gaplik dilaksanakan tiap tahun sekali, pada saat dilakukan “bersih desa” didesa yang bersangkutan, yaitu masa sehabis panen, didahului dengan upacara di 8 makam,dilanjutkan pentas kesenian Gaplik pada malam harinya, di halaman rumah Kepala Desa. a. Latar Belakang. Di desa kendung pernah terjadi mala petaka, penduduk banyak yang sakit dan meninggal, tanaman diserang hama,di rampok atau dicuri. Pada saat itu ada seorang penduduk yang kesurupan ( kemasukan Roh ),mengatakan bahwa desa akan aman tentram bila diadakan keramaian dengan pementasan“ Badut “ dan “ Tandak “(penari wanita) di punden ( makam Desa kendung ). b. Bentuk Kesenian Merupakan pagelaran berbentuk arena terbuka, antara pemain dan penonton saling berdekatan sehingga menimbulkan komunikasi langsung dan lancar antara pemain dan penonton, berdialog sambil berdiri. c. Gerak dan Perwujudan kesenian Para pemain terdiri dari seorang pria dan seorang wanita sebagai peran utama, ditambah pelengkap seorang sebagai peran anak. Pertunjukan diawali dengan tandak/ penari gamyong. - Peran Pria berpakaian seperti punakawan “Gareng” dalam pewayangan, mengenakan topi serdadu (Prajurit), membawa bilah bamboo sepanjang 1 meter. Tata rias wajah lucu dan menyolok. Tokoh ini selain melakukan gerak humor juga dialog sesuai dengan permasalahan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. - Peran wanita, mengenakan kain kebaya, dengan tat arias menarik dan menawan. Melakukan dialog tentang kehidupan rumah tangga. - Peran anak sebagai pelengkap, sekaligus menyempurnakan suasana. - Pertunjukan diiringi gending- gending jawa ( karawitan ) berirama dinamis. 9 Kesenian Gaplik yang semula dimaksudkan untuk penolak bala,dalam perkembangannya dimanfaatkan sebagai saran komunikasi antara Pemerintah dan masyarakat,utamanya menyampaikan informasi pembangunan dan meningkatkan gairah berpartisipasinya masyarakat terhadap pembangunan. 2. Upacara Adat Tawun Dilaksanakan di Desa Tawun Kecamatan Padas, yang terkenal dengan Sendang ( kolam alam ) keramat. Dilaksanakan tiap tahun sekali ,hari selasa kliwon setelah panen, sehabis gugurnya daun jati. a. Latar Belakang Sekitar abad 15, seorang pengembara bernama Ki Ageng Tawun menemukan sendang, yang oleh masyarakat setempat disebut Sendang Tawun. Disekitar sendang itu Ki Ageng Tawun beserta keluarganya hidup tentram;dan menggunakan sendang tersebut untuk hidup sehari- hari ( mandi, masak, dan pertanian ) Ki Ageng mempunyai 2 putera Raden Lodojoyo dan Raden Hascaryo, yang masing- masing mempunyai perjalanan sebagai berikut: - RADEN LODROJOYO Mempunyai kegemaran berendam di sendang. Pada suatu malam, malam Jum’at Legi, sekitar pukul 24.00, terdengar suara ledakan keras sehingga membangunkan warga masyarakat setempat. Raden Lodrojoyo yang sedang berendam seketika menghilang, dan sendang pun yang semula berada di selatan, pindah ke sebelah utara.Ki Ageng dan masyarakat mengadakan pencarian Raden Lodrojoyo di dalam sendang tersebut, sampai dengan Hari Selasa Kliwon tapi tidak diketemukan. - RADEN HASCARYO 10 Raden Sinorowito adalah putera Sultan Pajang yang telah dating mengabdi kepada Ki Ageng Tawun. Raden Sinorowito inilah yang kemudian yang mengajak Raden Hascaryo menghadap dan mengabdi kepada Sultan Pajang. Pada waktu terjadi peperangan antara Pajang- Blambangan, Raden Hascaryo diangkat sebagai Senopati Pajang. Oleh Ki Ageng Tawun, Raden Hascaryo diberi Cinde pusaka dan karena pusaka inilah maka puteranya memperoleh kemenangan. Pada saat Raden Hascaryo berperang melawan Blambangan, Ki Ageng sakit keras dan akhirnya wafat, dimakamkan disekitar sendang. Sampai sekarang makam tersebut masih terpelihara. b. Bentuk Upacara Merupakan upacara bersih Desa, dengan membersihkan Sendang Tawun dari berbagai macam kotoran, Lumpur dan sampah sehingga air menjadi bening kembali. Dipimpin oleh dua juru selam yang berpakaian sepasang penganten, yang didahului penyajian sesaji mengucapkan doa. Upacara adapt ini terdiri dari serangkaian berbagai kegiatan diiringi gending- gending Jawa (Karawitan). Bukan saja untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, sekaligus mengenang masa kehidupan dan peranan Ki Ageng Tawun beserta keluarganya. c. Perwujudan upacara adapt. 1. Sesaji yang disejiakan terdiri dari 30 macam, termasuk 12 ekor panggang kambing, yang sebelum disembelih dimandikan dulu di sendang 3 kali. 2. Juru selam dengan pakaian kebesarannya melakukan penyelaman sambil membersihkan sendang, diikuti oleh penduduk yang lain (tanpa menyelam) dan dilanjutkan dengan kegiatan lainnya seperti ; Ø Sekelompok orang berjalan melintasi sendang dari timur ke barat dengan membawa tumpeng. Ø Perebutan tumpeng dan makan bersama. Ø Penuangan air tape ke sendang sebagai penjernih air. 11 Ø Permainan pecut (sebatang ranting kecil panjang) berpasang-pasangan sasaran lutut kebawah, sebagai ungkapan latihan perang antara prajurit dengan senopati. Ø Tarian bersama sebagai penutup upacara bersih desa. 3. Tari Orek-orek. Tari ini sebenarnya berasal dari daerah Jawa Tengah yang kemudian di kembangkan di Kabuapten Ngawi. - Bentuk Kesenian ; Merupakan tarian dengan gerak dinamis dengan pemain terdiri dari pria, wanita berpasangan. Menggambarkan muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat gotong royong, melakukan tarian gembira ria untuk melepaskan lelah. 3. Gerak kesenian ; Dapat dilakukan oleh sepasang muda-mudi atau beberapa pasang secara masal. Tat arias dan kostum meriah dan menarik sehingga menggambarkan keadaan muda-mudi desa yang tangkas dan dinamis. 4. Tari Penthul Melikan. Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan Paron, dimaksudkan untuk menghibur masyarakat Desa pada upacara hari-hari besar. Sebagai rasa syukur dan ungkapan gembira masyarakat desa yang telah berhasil membangun sebuah jembatan, masyarakat sepakat untuk membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu. Sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu itu yang serba mistik, mempunyai keyakinan dan kepercayaan tentang kemampuan indra keenam yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan masa lampau. Adapun pencipta Tari Penthul Melikan adalah ; 1. Kyai Munajahum, seseorang guru Torikhoh akmaliyah (aliran kebatinan Islam). 2. Hardjodinomo, seorang guru Torikhoh akmaliyah, sekaligus mempunyai kedudukan sebagai Pamong Desa 12 (kamituwa), pejuang kemerdekaan RI, berpendidikan Pondok pesantren dan mempunyai keahlian sebagai tukang pijat. 3. Syahid, seorang tokoh masyarakat berpendidikan HIS. 4. Yanudi, seorang goro Torikhoh akmaliyah, tidak bersekolah dan sebagai pejuang kemerdekaan RI. 4. Bentuk Kesenian. Bentuk tarian yang berfungsi sebagai media hiburan dan media pendidikan. Para pemain mengenakan topeng terbuat dari kayu, melambangkan watak manusia yang berbeda-beda tetapi bersatu dalam kerja. Diiringi dengan gending jawa yang sedikit mendapat pengaruh reog ponorogo. Gerak tarian diarahkan sebagai lambang menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mengajak manusia untuk hidup bersatu demi terwujudnya suasana aman dan damai. - Gerak Kesenian Gerak tarian berbentuk barisan setengah lingkar dan setiap gerakan mengandung makna ; T Tangan mengacungkan telunjuk keatas artinya itu Esa dan matahari itu satu. Matahari adalah ciptaan Tuhan yang sangat bernilai bagi kehidupan manusia. T Dua tangan mengadah ke depan, artinya ajakan untuk maju dalam menyembah kepada Tuhan dan maju dalam bekerja. T Tangan mengacungkan jari telunjuk diatas kepala dengan gerakan melingkar artinya ; jagad raya, matahari rembulan itu berbentuk bulat, suatu bentuk yang sempurna. T Tangan dirangkai artinya hidup bermasyarakat harus bersatu dan saling talang menolong. T Dua tangan mengembang di depan hidung artinya kegunaan dan peran dari pernafasan dalam torikhoh akmaliyah adalah cukup penting. 13 T Telunjuk menunjuk kedepan artinya piwulang tersebut merupakan piwulang yang baik untuk mengalahkan nafsu angkara murka. T Dua tangan yang mengembang diatas kepala artinya kegembiraan berhasil mencapai tujuan. V. PENINGGALAN ZAMAN ARKEOLOGI KLASIK. a. Kepurbakalaan Trinil Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak kurang lebih 14 Km dari Kota Ngawi kea rah Barat daya pada Km 11 jalan raya jurusan Ngawi Solo terdapat pertigaan belok kekanan arah utara menelusuri jalan beraspal sepanjang 3 Km menuju Museum Trinil dan sekitarnya. Pada sudut tenggara di halaman museum berdiri monument yang didirikan oleh EUGENE DOUBIS yang menunjukkan posisi temuan Pithecanthropus I pada tahun 1891/1893. Sejarah penelitian Palacoanthropologi di Indonesia. : Penelitian ilmiah tentang fosil manusia dikelompokkan menjadi 3 tahap : Tahap I tahun 1889 – 1909. Tahap II tahun 1931 – 1941 Tahap III tahun 1952 sampai sekarang. 1. Penemuan dan penelitian fosil manusia Purba tahap I dikalukan oleh Van Rietroboten dan Eugene Debois di wajak dekat campur darat Tulungagung pada tahun 1889 dan 1890, manusia disebut Homo Wajakensis. Pernemuan berikutnya di daerah Trini Ngawi mulai tahun 1890 – 1907 berupa gigi geraham, atap tengkorak dan lainnya, milik Pithecanthropun erectus. Kemudian tahun 1907 – 1908 Nj.Selenka mengadakan penyelidikan dan penggalian di Trinil tidak menemukan fosil manusia tetapi banyak menemukan fosil hewan dan tumbuhan, sehingga berguna dalam memahami lingkungan plestosin tengah di daerah tersebut. 14 2. Penemuan dan Penelitian manusia Purba tahap II tahun 1931-1933 oleh Ter Haar, oppenoorth dan Von Koenigswald menemukan sejumlah besar tengkorak dan tulang kering Pithecanthropus Soloensis di Ngandong. Kabupaten Blora. Selanjutnya tahun 1936 Tjokrohandojo di bawah pimpinan Dufyes menemukan Mojokertensis. Tahun 1936 – 1941 dilakukan penyelidikan di daerah Sangiran Surakarta oleh Von Koenigswald, penemuannya berupa Pithecanthropus Erctus dan Meganthropus Palacojavanicus. 3. Penyelidikan Tahap III mulai tahun 1952 di daerah Sangiran menemukan PithecanthropusSoloensis, kemudian di Sambung Macan Sragen dan lainnya. Hasil penelitian Tahap I disimpan di Leiden Belanda Hasil penelitian Tahap II disimpan di Frankfurt Jerman. Hasil penelitian Tahap III disimpan di laboratorium Palacoantropologi Yogyakarta Indonesia. b. Manusia Trinil Lokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi ini merupakan salah satu tempat hunian manusia masa Plestosin tengah kurang lebih 1 juta tahun yang lalu, ditemukan manisia purba serta fauna dan flora. 1. Tahun 1890 Eugene Dubois menemukan gigi geraham Pithecanthropus erectus yang diberi kode Trinil I. 2. Tahun 1891 ditemukan atap tengkorak diberi kode Trinil 2 menunjukkan ciri – ciri makhluk setengah manusia setengah kera yaitu volume otaknya 900 cc. Bentuk dahi menonjol dan belakangnya dibatasi penyempitan yang menyolok, tulang kepala bagian bawah tempat pelekatan otot – otot tengkorak luas menunjukkan makhluk ini otaknya belum berkembang, gigi geraham alat kunyah besar dan kuat. 3. Tahun 1892 menemukan tulang paha kiri diberi kode Trinil 3 diduga merupakan milik perempuan dengan tinggi 168 cm. Batang tulang tulang lurus tempat pelekatan sangat nyata yang menunjukkan makhluk tersebut berdiri tegak, oleh 15 Eugene Dubois dinamakan Pithecanthropus erectus. Menurut Darwin merupakan “ Missing Link” atau rantai penghubung antara manusia dan binatang leluhurnya yang hilang berdasarkan teori evolusi manusia. Pendapat Eugene Dubois dalam karangannya yang pertama berjudul Java tahun 1894, Namun penelitian yang dilakukan oleh T. Yakop terhadap tulang paha menunjukkan ada persamaan dengan tulang manusia sekarang dan menyebutkan Homo Erectus. 4. Tahun 1900 ditemukan Fragmen tulang oleh Eugene Dubois diberi kode Trinil 4,5,6, dan 7. Trinil 4 adalah tulang paha kanan. Trinil 5 adalah batang tulang paha kiri tanpa ujung. Trinil 6 sama dengan Trinil 4 dan Trinil 7 adalah fragmen tulang paha kanan diduga pasangan dari Trinil 5 karena bentuk dan lebar yang sama. Dari penemuan fosil – fosil tulang paha dapat diketahui bahwa tinggi tubuh pithecanthropus erectus berkisar antara 160 cm hingga 170 cm dan berat badannya sekitar 104 kg. semula Eugene Dubois mengemukakan dugaan bahwa umur manusia Trinil atau Pithecanthropus erectus hidup pada jaman Plestosin awal. Unsur tulangnya berganti dengan mineral terutama calsium fosfat dan calsium karbonat. Pada fosil terdapat unsure fluor merupakan fosil masa plestosin. 16 Fragmen Manusia Trinil di Desa Kawu Kecamatan Kedunggalar c. Fauna dan Flora Trinil Tahun 1907 – 1908 H. Eleonare selenka melaksanakan penggalian sistematis di lokasi tempat penemuan Pithecanthropus erectus. Hasil ekskavasinya ditemukan sejumlah besar fosil hewan yang hidup dalam masa pletosin tengah. Temuan fosil hewan diteliti oleh Eugene Dubois, Martin dan von Koenigswald, hasilnya dapat diketahui jenis fauna yang hidup pada masa plestosin tengah di wilayah Trinil antara lain : d. Primata 1. Pithecanthopus erectus Dubois 2. Pithecanthropus Soloensis 3. Pongo Pygmaesus Hoppins. 4. Symphalangus Syndoctylus Raffles. 5. Hyaobates Ofmeloch Andebert. 6. Trachypithecus Cristatus raffles 7. Nacaca Fascicalois. e. Proboscidea 1. Stegodon trigonocephalus Martin. 2. Elephos Hysudrindicus Dubois 3. Crytomastodon Marti Von Koeningwald. f. Ungulata 1. Rhinoceros Sondaicus Desmarst. 2. Rhinoceros Kendengidicus Dubois 3. Tapirus Of AngostusMet G. 4. Sus Magragnatus Dubois 5. Sus Brachygnatus Dubois 6. Hipopotamus sivajavanicus Dubois 7. Cervus ( Axis ) Lydekkin Martin 8. Cervus (Rusa ) Heppelaphus Cuvier. 9. Muntiacus Muntjae Kendegen sis Streunne. 10. Tragulus Konchil Raffles. 11. Doboisa Santeng Dobois. 12. Epilotobus Groeneveldtii Dobois. 13. Bebos Palaeosondaicus Dubois. 14. Bubalus Palaeoherabos Dubois. 17 15. Bubalus Sp. g. Carnivora 1. Felis Palaeojavanicus Sterune 2. Felis Trigis Linnocus 3. Felis Pardus Linoccus 4. Felis Bengbensis Kerr 5. Paradoxurus Hermaproditus Pall. 6. Artictus Binturong Raffles 7. Viverricula Palachensis Gml. 8. Vivera div. Spec 9. Mececyon Trinilensis Streunne 10. Cuon Sangiranensis 11. Ursus Melayanos Raffles. 12. Gutra of Einerer Illeg. 13. Gutra of Sumatrana. h. Insectivera : 1. Echinosores Sp. i. Rodentia : 1. Sepus Negricollis Cuvier. 2. Sepus Lapes Brachyrus Hinnacus. 3. Nyantrix Sp. 4. Rhiscmys of Sumatraensis Raffles. 5. Rattus Sp. Hasil penggalian H.Eleonare Selenka di Trinil tentang alam tumbuhan dikatakan Julius Schuter terdapat 52 spesies tumbuhan fosil didalam endapan lahar. Dari 52 spesies hanya 21 spesies yang masih hidup hingga kini dan 4 spesies sekarang masih hidup di daerah Trinil. j. Peninggalan zaman kebudayaan Jawa Hindu. Yaitu jaman kebudayaan Jawa Hindu ketika bangsa Indonesia sudah mengenal tulisan sampai dengan runtuhnya kerajaan Majapahit. Seperti peninggalan Candi dan Arca Batu. 18 1. Arca Ganesa di dukuh Pendem Desa Pucangan Kecamatan Ngrambe. Arca Ganeca di desa Pucangan Kecamatan Ngrambe 2. Arca Nandi di tengah halaman SMP Ngrambe, Nandi adalah wahana dewa Siwa, Wahana (bahasa Sansekerta) artinya kendaraan (rinding animal). Koleksi Arca Nandi (wahana = kendaraan) Dewa Siwa. 19 3. Pragmen-pragmen Percandian di desa Tulakan Kecamatan Sine, yang berupa batu Gilang. Batu Gilang di Desa Ploso Kecamatan Kendal. 4. Peninggalan Prasasti Batu dan Tembaga; a. Prasasti Canggu (terbuat dari tembaga). @ Merupakan Peninggalan jaman Majapahit pada tahun Saka 1280 (1358 M) yaitu pada jaman Pemerintahan Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) Dalam Prasasti ini menyebutkan nama Ngawi sebagai desa penambangan atau penyeberangan (naditira pradesa) ataupun sebagai daerah Swatantra. Prasasti Canggu berupa lempengan tembaga berbentuk empat persegi panjang berukuran panjang 36,5 cm, lebar 10,4 cm. Prasati ini seluruhnya berjumlah 11 lempengan tetapi baru diketemukan 5 lempengen. Pada saat ini lempengan Prasasti Cangu tersebut berada di Museum Jakarta dengan kode E 54 C. @ Prasasti Batu dari Desa Sine Kecamatan Sine dalam ROD tersebut sebuah prasasti pada tahun Saka 1381 (1459 M), terdapat tulisan “Ong dana pasagira Werit prami, Saka kala 1381” yang artinya “Ong dana pemberian (upeti) (Dana = pemberian) Werit prami = 20 raja putri (ratu). Berdasarkan prasasti tersebut diperkirakan Abad XIV daerah Sine termasuk wilayah kekuasaan seorang raja puteri (ratu) dan atas kebaikan masyarakat di daerah ini telah mendapatkan hadiah dari ratu. Prasasti Canggu terbuat dari tembaga (lempeng 5) tahun - 1358M k. Peninggalan Zaman Kuno Belanda Peninggalan Belanda yang terkenal di Kabupaten Ngawi berupa sebuah benteng Van de Bosch terletak di dalam Kota di pojok timur laut, disudut pertemuan antara Bengawan Solo dengan Bengawan Madiun. Dibangun pada tahun 1839 – 1845 M, oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada waktu itu Ngawi mempunyai kedudukan sangat penting di bidang transportasi yaitu sebagai urat nadi lalu lintas antara Madiun – Rembang, Surakarta – Madiun – Gersik dan Surabaya. Untuk mempertahankan kedudukan Strategis dan fungsi Ngawi. Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng pertahanan yang kemudian di sebut Benteng Van Den Bosch, oleh masyarakat Ngawi disebut Benteng Pendem, karena seolah olah nampak terpendam dikelilingi oleh parit yang lebar dan dalam yang dialiri oleh air dari sungai. Benteng Van De Bosch Peninggalan Pemerintah Hindia Belanda di Bangun pada tahun (1839-1845). Peninggalan Belanda yang tidak kalah pentingnya adalah jembatan Dungus yang pernah dihancurkan Belanda untuk menghambat masuknya tentara Jepang di Ngawi. Jembatan Dungus yang pernah dihancurkan oleh Belanda untuk menghambat masuknya tentara Jepang.
Posted on: Wed, 03 Jul 2013 03:26:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015