ASAL USUL SEJARAH Cari tahu segala hal yang belum kita tahu. - TopicsExpress



          

ASAL USUL SEJARAH Cari tahu segala hal yang belum kita tahu. Selamat Membaca. pimpims Profile on Ping.sg Posts (RSS) Comments (RSS) Beranda TOKO ALAT OLAHRAGA MURAH & LENGKAP CURHAT CURHATAN CARI TAMBAHAN UANG SAMBIL ONLINE Popular Posts Widget Asal Usul Sejarah Candi Borobudur Asal Usul Nabi Adam (Manusia Pertama) Dari berbagai Versi dan Keyakinan Asal Usul Sejarah Mikroskop dan Perkembangannya Asal Usul Sejarah Agama Islam Secara Singkat Asal Usul Sejarah Pulau Bali ASal Usul Dan Sejarah Al Quran Kitab Suci Agama Islam Asal usul Sejarah Masjid Secara Umum Asal Usul Internet Asal Usul Sejarah Handphone Samsung Asal Usul Sejarah Baturaden Purwokerto Respone dari Kalian Izin copas ya,buat mengisi blog baru Ane Syukron!... - 08 Nopember 2013 - Thareeq Satria hihihi..sudah sudah makan dulu sana ada ayam spesi... - 07 Nopember 2013 - Anonymous ada yang bilang bapa itu basar dari aku(yesus) tap... - 07 Nopember 2013 - Anonymous ini kmen banyak amat yah.. lagis ajalah, kalau inj... - 07 Nopember 2013 - Anonymous Insyaallah,,, tapi Alhmdllah Artikelnya bagus - 06 Nopember 2013 - Muhammad hairuzi free counters Cari Artikel Google Custom Search Translate Powered by Translate ASal Usul Dan Sejarah Al Quran Kitab Suci Agama Islam Al-Qur’ān (Arab: القرآن ) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Quran merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5. Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca berulang-ulang. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qaraa yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Quran sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya: “Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya” Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Quran sebagai berikut: “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”. Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Quran sebagai berikut: Al-Quran adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an. Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam. Nama Nama Lain AlQuran : Dalam Al-Quran sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Quran itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya: Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2) Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1) Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9) Al-Mauidhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57) Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37) Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39) Asy-Syifa (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82) Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33) At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192) Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77) Ar-Ruh (ruh): QS(42:52) Al-Bayan (penerang): QS(3:138) Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6) Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102) An-Nur (cahaya): QS(4:174) Al-Bashair (pedoman): QS(45:20) Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52) Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51) Struktur dan Pembagian Al Quran Surat, ayat dan ruku Al-Quran terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku yang membahas tema atau topik tertentu. Makkiyah dan Madaniyah Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syariah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah. Juz dan manzil Dalam skema pembagian lain, Al-Quran juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Quran dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Quran menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu. Menurut ukuran surat Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu: As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mumin dan sebagainya Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya SEJARAH AL QURAN Hingga Berbentuk MUSHAF Al-Quran memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Quran, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis. Al-Quran tidak turun sekaligus. Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Quran sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Pengumpulan Al-Quran di masa Rasullulah SAW Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Quran yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Quran setelah wahyu diturunkan. Pengumpulan Al-Quran di masa Khulafaur Rasyidin Pada masa pemerintahan Abu Bakar Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Quran dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Quran yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Quran tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Quran (qiraat) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Quran. Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflah berkata, Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Quran sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, Bagaimana pendapatmu tentang isu qiraat ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qiraatnya lebih baik dari qiraat orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran. Kami berkata, Bagaimana pendapatmu? Ia menjawab, Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan. Kami berkata, Pendapatmu sangat baik. Menurut Syaikh Manna Al-Qaththan dalam Mahabits fi Ulum Al Quran, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Quran turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam). Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Quran telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Quran itu sendiri. Terjemahan Terjemahan Al-Quran adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Quran yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Quran. Sebab Al-Quran menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya. Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh: Al-Quran dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002 Terjemah Al-Quran, oleh Prof. Mahmud Yunus An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS Terjemahan dalam bahasa Inggris The Holy Quran: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali The Meaning of the Holy Quran, oleh Marmaduke Pickthall Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh: Quran Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta Quran Suadawiah (bahasa Sunda) Quran bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang Al-Quran Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan Al-Amin (bahasa Sunda) Tafsir Upaya penafsiran Al-Quran telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Quran terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah. ADab Terhadap Al Quran Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Quran terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Quran sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Quran, karena tidak ada dalil yang menguatkannya. Pendapat pertama Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Quran, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqiah ayat 77 hingga 79. Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79) Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Quran adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka mempercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Quran adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati. Pendapat kedua Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqiah di atas ialah: Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah. Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil. Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek). “Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis” Hubungan Dengan Kitab Kitab Lain Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Quran dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Quran yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Quran dengan kitab-kitab tersebut: Bahwa Al-Quran menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4) Bahwa Al-Quran diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48) Bahwa Al-Quran menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64) Bahwa Al-Quran meluruskan sejarah. Dalam Al-Quran terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen. Diambil dari Wikipedia Indonesia Posted by ASAL USUL SEJARAH Labels: Sejarah Agama & Kepercayaan Artikel Terkait Asal Usul Sejarah Agama Hindu Asal Usul Sejarah Tipitaka (Kitab SUci Agama Budha) ASal Usul Sejarah Agama Budha Asal Usul Sejarah Injil (Kitab Suci Agama Kristen) Asal Usul Sejarah Agama Kristen Asal Usul Sejarah April MOP ASAL USUL SEJARAH HARI VALENTINE Asal usul Sejarah Masjid Secara Umum ASal Usul Dan Sejarah Al Quran Kitab Suci Agama Islam Asal USUl SEjarah Pengertian WEda (Kitab Suci agama Hindu) 15 print halaman iniPrint halaman ini 6 comments: islamnyamuslim mengatakan... 25 Agustus 2012 13.25 nanya donk bagaimana yah para sahabat nabi menentukan letak ayat ayat al qur an yang mana mesti pertama dan terakhir Anonim mengatakan... 24 September 2012 09.35 caranya ialah sesui dengan perintah nabi,, suatu ketika bulan ramdhan malaikat jibril menemui rasulllah. dan saat itulah dimulainya pengurutan surat surat di alquran,,, diman surat alfatehah di awal tomiiboy mengatakan... 4 Juli 2013 21.10 Assalamualaikum warahmatullah wabaraktuh. terimakasih atas jawabannya. setelah membaca tulisan di atas, malah timbul lagi pertanyaan di otak saya. * Adakah Literatur susunan Al-Quran yang berdasarkan urutan kejadian sebenarnya? * Jika literatur tersebut di buat kitab, apakah masih bernama Al-Quran atau ada sebutan yang lain? * Jika ada, dimana kita bisa mendapatkan nya? (bentuk fisik atau link). Karena bisa jadi ada temuan-temuan keajaiban lain yang bisa di gali. Terimakasih Rangga Djati mengatakan... 2 Agustus 2013 11.00 Subhanallah.. Terima kasih atas info yang sangat bermanfaat ini, mohon izin untuk men-share. Syukran Muhammad hairuzi mengatakan... 6 November 2013 12.59 masyaallah.... terima kasih infonya izin copy ya..?? Muhammad hairuzi mengatakan... 6 November 2013 13.02 Insyaallah,,, tapi Alhmdllah Artikelnya bagus Poskan Komentar Terimakasih Telah Membaca Artikel Ini,, Mohon Komentar dan Pembenaran jika banyak hal yg dirasa Salah. KLIK indoboclub/?ref=dashanes untuk dapetin duit tiap hari gratis daftar :::Gratis Copy Paste Asal Cantumkan Link Blog Ini (jika Mau diPublish Kembali:::
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 05:39:38 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015