Akil Mochtar itu Teman Mahfud Shodiq Ramadhan, Senin, - TopicsExpress



          

Akil Mochtar itu Teman Mahfud Shodiq Ramadhan, Senin, 07/10/2013 21:45:03 Amran Nasution Ternyata Akil Mochtar, Ketua MK yang ditangkap basah KPK itu dulu adalah teman dekat Mahfud MD. Mereka sama pernah di DPR dan kemudian masuk MK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka babak baru. Inilah untuk pertama kali badan anti-korupsi itu menangkap tangan seorang pimpinan lembaga tinggi negara, Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), karena menerima uang suap. Lebih dari itu, MK dikenal sebagai institusi paling bergengsi karena bisa membatalkan undang-undang produk DPR yang memiliki anggota 560 orang. Bayangkan undang- undang yang dibuat 560 anggota DPR dibatalkan oleh hanya 9 hakim konstitusi yang ada di MK. Penangkapan ini bukan saja merupakan kiamat kecil bagi penegakan hukum di Indonesia, tapi merupakan konfirmasi atas dugaan selama ini bahwa kejahatan korupsi telah merasuk ke institusi paling tinggi di Republik ini. Kalau Akil Mochtar, Ketua MK terbukti menerima suap untuk memenangkan pemilihan Bupati (Pilkada) maka suap pun bisa saja suatu saat masuk Istana Presiden. Dalam kasus korupsi sapi, misalnya, ada indikasi Bunda Puteri dan Seng Man yang disebut-sebut dalam perkara itu punya hubungan sampai ke Istana Presiden. Hanya saja seperti biasa, KPK tak bersemangat setiap mengurusi perkara menyangkut Istana. Kenapa? Dulu KPK di bawah pimpinan Antasari Azhar pernah membuat kejutan yaitu menangkap Aulia Pohan, salah satu Deputi Gubernur Bank Indonesia, dalam sebuah perkara korupsi. Seperti diketahui Aulia Pohan tak lain besan kandung Presiden SBY. Dampaknya, tiba-tiba Antasai Azhar ditangkap polisi. Dia dituduh terlibat membunuh seorang pengusaha karena motif cinta segitiga. Di pengadilan Ketua KPK itu divonis 18 tahun penjara, dan sampai saat ini dia masih meringkuk di dalam bui. Peristiwa ini dikabarkan membuat KPK jeri mengusut perkara yang berkaitan dengan Istana. Orang yang paling penting dalam kasus Mahkamah Konstitusi tentulah Profesor Jimly Asshiddiqie. Adalah Jimly, Ketua MK yang pertama ketika institusi itu berdiri di tahun 2003. Ketika itu, MK belum punya kantor. Para hakim dan pegawainya dibawa Jimly menumpang di berbagai kantor pemerintah. Presiden Megawati banyak membantu Jimly. Di zaman Mega kantor MK yang gagah di Jalan Medan Merdeka Barat sekarang itu dibangun. Dengan demikian Jimly dan ‘’pasukannya’’ tak lagi menumpang di sana-sini. Pada zaman itu pula rakyat banyak mulai mengenal institusi baru ini berkat berbagai keputusan atau vonis MK yang relevan dengan harapan rakyat. Setelah MK berkibar maka pada 2008 muncullah Mahfud MD dan temannya Akil Mochtar. Keduanya adalah politisi yang pernah menjadi anggota DPR. Selain itu, Mahfud pernah menjadi Menhankam di zaman Presiden Abdurrahman Wahid. Mereka melamar dan terpilih menjadi anggota MK. Itu belum cukup. Dengan Akil sebagai operator (dia memang sudah berpengalaman sebagai operator Golkar di DPR), Mahfud berhasil menyingkirkan Jimly dalam pemilihan Ketua MK. Maka Mahfud MD pun menggantikan Jimly, sedangkan Jimly memilih mundur daripada dipimpin mantan politisi PKB itu. Dengan Manfud memimpin MK, pelan- pelan institusi hukum itu pun berubah. Kalau Jimly dulu tak terlalu gampang bicara kepada pers, beda dengan Manfud. Setiap hari dia tampil di koran atau TV, memberi keterangan yang kebanyakan tak ada hubungan dengan perkara yang sedang ditanganinya di MK. Dia komentari apa saja. Sekarang semuanya menjadi jelas. Bahwa Mahfud terus-terusan tampil di media dengan memanfaatkan fasilitas dan kedudukannya sebagai Ketua MK, karena ia punya agenda untuk mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden 2014. Adalah hak Mahfud, Jimly, atau siapa saja di MK, untuk menjadi calon Presiden/Wakil Presiden dalam Pemilu. Yang kurang enak kalau mereka dengan sengaja mencari popularitas selaku Ketua MK dengan tujuan untuk menjadi Capres atau Cawapres 2014. Itulah tampaknya yang dilakukan Manhfud. Lantas tahun ini Mahfud meninggalkan MK karena agaknya ia ingin mempersiapkan diri sebagai Capres atau Cawapres 2014. Itu tentu tak mungkin dia lakukan kalau dia masih di MK. Maka yang menggantikan Manfud adalah operatornya selama ini, Akil Mochtar. Tapi perlu untuk diketahui kalau di masa kepimpimpinan Jimly, MK berjalan adem- ayem, berbeda dengan zaman Mahfud. Di masa kepemimpinan Mahfud MD meletus kasus surat palsu MK yang melibatkan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dan putrinya Neshawati, untuk memenangkan Dewi Yasin Limpo, calon anggota legislatif dari Partai Hanura, yang tak lain adik kandung Gubernur Sulawesi Selatan Sahrul Yasin Limpo. Para pengacara yang biasa berperkara di MK seperti Refly Harun, bisa bercerita banyak, apa yang terjadi di MK di zaman kepemimpinan Mahfud MD, terutama sepak-terjang temannya, Hakim Konstitusi Akil Mochtar. Dalam dokumen yang berada di tangan wartawan, Refly mengungkapkan bahwa September 2010, ia dan rekannya, Maheswara Prabandono, menemui kliennya Jopinus, calon Bupati Simalungun, di sebuah rumah di kawasan Pondok Indah, Jakarta. Ketiganya berbincang seputar Pilkada Kabupaten Simalungun. Saat itu, menurut Refly, kliennya mengaku sudah bertemu dengan hakim konstitusi Akil Mochtar. "Dalam kasus Pemilukada Simalungun, Akil menjadi ketua panel hakim, dengan dua hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim," ucap Refly sebagaimana tertulis dalam dokumen itu. Menurut Refly, dalam pertemuan dengan kliennya itu, Akil didampingi politikus Partai Golkar T.M.Nurlif yang kini menjadi tersangka kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Selanjutnya, menurut Refly, kliennya yang sudah memenangkan Pilkada itu mengaku sepakat untuk memberikan Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar. ‘’Jika uang tak diberikan’’, katanya, ‘’Permohonan salah satu pasangan calon akan dikabulkan yang berakibat terjadi pemungutan suara ulang.’’ Awalnya, menurut klien Refly itu, Akil Mochtar meminta Rp 3 miliar. Namun setelah bernegosiasi kedua pihak sepakat di angka Rp 1 miliar. "Untuk meyakinkan saya dan Maheswara, Jopinus mengambil tas jinjing dari ruang tengah, ia membuka tas tersebut dan memperlihatkan kepada saya dan Maheswara, isinya uang dollar AS yang menurut dia jumlahnya Rp 1 miliar. Menurutnya, uang tersebut akan diberikan kepada Akil," tutur Refly seperti yang diungkapkannya dalam dokumen tadi. Saat itu, Refly sempat terpikir untuk melaporkan praktik ini kepada KPK. Namun, Refly mengurungkan niatnya karena mempertimbangkan kondisi kliennya. "Klien saya memohon saya untuk tak melakukan itu. Dia ingin kasus Pemilukada itu diselesaikan dulu sampai pelantikan. Sebab, menurutnya, kemenangannya dalam Pilkada Simalungun didapat secara benar dan dia hanya korban pemerasan," ujar Refly. Pada dokumen itu Refly mengatakan, kliennya pernah bercerita kasus lain. Disebutkan bahwa Akil pernah minta uang Rp 4 miliar dalam Pilkada di Kalimantan. Menurut klien Refly itu, dari Rp 4 miliar yang diminta baru Rp 2 miliar yang dibayarkan. "Sementara Rp 2 miliar lagi terus ditagih. Bahkan, yang disuruh menagih adalah sopir Akil sendiri," kata Refly. Sekarang Akil ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dugaan menerima suap dalam sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten. Total uang yang dijadikan KPK sebagai barang bukti untuk dua perkara itu mencapai Rp 4 miliar. Apakah Manfud MD mau mengaku secara terbuka bahwa Akil pernah jadi teman dekatnya? Share : Facebook | Twitter Baca Juga
Posted on: Tue, 08 Oct 2013 00:15:10 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015