Allah seolah melemparkan penutup mata bagi mereka, lantas mencopot - TopicsExpress



          

Allah seolah melemparkan penutup mata bagi mereka, lantas mencopot kemampuan mereka untuk melihat dengan gamblang dan jelas. Karena itulah mereka pun terus saja berada dalam kekafiran. Dengan kekafiran itu pula, mereka diganjar dengan siksaan yang dahsyat dari Allah. [19] Menurut Ibnu Abbas, orang-orang kafir yang telah tertutup hati, telinga, dan mata mereka itu adalah orang-orang Yahudi, seperti Ka’ab bin al- Asyraf, Huyay bin Akhthab, dan Juday bin Akhthab. Namun ada juga yang berpendapat, mereka adalah orang-orang musyrik Mekkah, seperti Utbah, Syaibah, dan al-Walid. [20] Dalam realitas di masyarakat, kita bisa menemukan orang yang telah tertutup mata hati, telinga, dan matanya. Apapun nasihat dan anjuran kebenaran yang diberikan kepadanya, tak jua mempan untuk membuatnya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Hal itu terjadi saat seseorang melakukan keburukan dan kemaksiatan secara berulang-ulang dan terus- menerus. Karena begitu seringnya keburukan dan kemaksiatan ia lakukan, hati nuraninya jadi tertutup. Ia tak lagi merasa berdosa dan gundah saat melakukan kejahatan dan keburukan. z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB ãAqà)tƒ $¨YtB#uä «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$$Î/ur ÌÅzFy$# $tBur Nèd tûüÏYÏB÷sßJÎ/ ÇÑÈ 8. Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian.” Namun mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Setelah sebelumnya disebutkan penjelasan tentang golongan beriman dan kafir, ayat ini menyebutkan tentang golongan ketiga manusia, yaitu golongan orang munafik. Hal itu selaras dengan penjelasan Imam al-Khazin, bahwa ayat ini memang diturunkan untuk orang-orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay bin Salul, Ma’tab bin Qusyair, Jad bin Qais, dan lain-lain. Secara verbal, mereka menyatakan keislaman mereka agar mereka selamat dari Nabi Muhammad dan para sahabat. Namun sebenarnya mereka merahasiakan kekafiran mereka. Kebanyakan mereka berasal dari kalangan Yahudi. Sifat orang munafik bisa dikenali dari sikap mereka yang tidak konsisten. Mereka menyatakan Islam, namun hati mereka mengingkari Islam. Pagi hari mereka menyatakan suatu sikap tertentu, tapi di sore hari mereka menyatakan sikap yang berbeda. [21] Sikap munafik tidak terjadi sebelum peristiwa hijrah kaum muslim dari Mekkah ke Madinah. Setelah hijrah dan kemenangan umat Islam dalam Perang Badar, barulah muncul sikap munafik. Kemenangan itu membuat pamor kaum muslim di Madinah menjadi meningkat. Saat itulah, orang-orang non Muslim di Madinah menjadi merasa gentar. Mereka pun memilih untuk menampakkan keislaman karena merasa takut dan sekedar pura-pura. Hal itu mereka lakukan agar keselamatan nyawa dan harta mereka tetap terjamin. [22] šcqããω»sƒä† ©!$# tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä $tBur šcqããy‰øƒs† HwÎ) öNßg|¡àÿRr& $tBur tbráãèô±o„ ÇÒÈ 9. Mereka hendak menipu Allah dan orang- orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri namun mereka tidak menyadarinya. Dari aspek qiraat, kata َﻥْﻮُﻋِﺩﺎَﺧﻱُ ﻪﻠﻟﺍ bisa dibaca dengan cara lain. Qiraat yang paling banyak digunakan memang demikian. Namun Abdullah dan Abu Hayat membacanya dengan َﻥْﻮُﻋَﺪْﺨَﻳ ﻪﻠﻟﺍ, tanpa diberi huruf alif pada huruf kha. [23] Sedangkan kata ﺎﻣﻭ ﻥﻮﻋﺪﺨﻳ ﻻﺇ ﻢﻬﺴﻔﻧﺃ juga memiliki dua cara membaca. Penduduk Kufah, Hamzah, ‘Ashim, dan al-Kisa’i membacanya dengan َﻥْﻮُﻋَﺪْﺨَِﻳ tanpa huruf alif pada huruf kha . Sementara yang lain membacanya dengan َﻥْﻮُﻋِﺩﺎَﺧﻱُ nahabmat furuh fila adap furuh hk ُ َﻥْﻮُﻋِﺩﺎَﺧ tambahan huruf alif pada huruf kha . Meski terdapat sedikit perbedaan cara membaca, kata tersebut relatif memiliki makna yang sama. [24] Ayat ini merupakan lanjutan penjelasan tentang jati diri orang-orang munafik. Ungkapan “mereka hendak menipu Allah” tentu saja bukan makna yang sebenarnya, karena Allah pasti Maha Mengetahui dan Kuasa. Allah tidak akan bisa ditipu oleh siapapun. Di dalam tafsir al- Qurthubi, ungkapan tersebut ditafsirkan, bahwa “mereka menipu Allah menurut pandangan atau dugaan mereka saja.” [25] Karena itulah, ungkapan tersebut dilanjutkan dengan ungkapan berikutnya: “mereka hanyalah menipu diri sendiri.” ’Îû NÎgÎ/qè=è% ÖÚz£D ãNèdyŠ#t“sù ª!$# $ZÊt tB ( óOßgs9ur ë>#x‹tã 7OŠÏ9r& $yJÎ/ (#qçR% x. tbqç/É‹õ3tƒ ÇÊÉÈ 10. Dalam hati mereka, terdapat penyakit, lantas Allah menambah penyakit mereka. Bagi mereka siksa yang menyakitkan, disebabkan mereka berdusta. Ayat ini menjelaskan penyebab orang-orang termasuk golongan munafik. Hal itu karena di dalam hati mereka terdapat penyakit, syak wasangka dan iri hati. Sakit terbagi dua macam, sakit fisik dan sakit psikis. Secara denotatif (hakiki), sakit fisik terdapat di anggota badan yang mengakibatkan seseorang tidak mampu melakukan berbagai perbuatan sebagaimana biasanya. Sedangkan secara konotatif (majazi), sakit psikis terdapat di dalam hati seseorang sehingga mengurangi kesempurnaan perbuatannya, seperti kebodohan, jeleknya akidah, dengki, pemarah, suka maksiat, dan lain-lain. Penyakit-penyakit hati ini bisa mencegah seseorang untuk bisa meraih keutamaan hidup, atau menghalanginya dalam mencapai kehidupan hakiki yang abadi. Ayat di atas mengandung pengertian sakit, baik secara fisik maupun psikis sekaligus. Namun mayoritas ulama menafsirkannya sebagai sakit secara psikis. [26] Ungkapan “Allah menambah sakit mereka” adalah dikaitkan dengan turunnya Alquran. Bagi orang-orang munafik, setiap kali ayat Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad, mereka pun mengingkari kebenaran ayat tersebut. Pada saat itu, semakin bertambah pula rasa syak wasangka dan kedengkian dalam diri mereka. Dengan demikian, rasa sakit dalam hati mereka juga kian bertambah. [27] Meski bertambahnya penyakit dalam hati mereka adalah karena ulah orang munafik itu sendiri, namun ayat tersebut menggunakan ungkapan “Allah menambah sakit mereka.” Hal itu karena memang Allah yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini. Allah pula yang menciptakan dan mewujudkan terjadinya sakit mereka yang semakin bertambah. [28] BIBLIOGRAFI ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al- Baghdadi (al-Khazin), Lubab at-Ta’wil fi Ma’ani at-Tanzil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979). Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki, et.al , at- Tafsir al-Muyassar . Abdurrahman bin Nashir bin as-Sa’di, Taisir al- Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam ar-Mannan , (tk: Muassasah ar-Risalah, 2000). Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al- Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H). Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi, Bahr al-Ulum, (Beirut: Dar al- Fikr, tt). Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir al-Bahr al- Muhith, (Beirut: Dar al-Fikr, tt). Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al- Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, (Riyadh: Dar ath- Thayyibah li an-Nasy wa at-Tauzi’, 1997).
Posted on: Wed, 14 Aug 2013 15:57:59 +0000

Trending Topics



Mount Wine Rack Brown
yang lagi nyari PC gaming, nih dijual second lengkap .. dengan

Recently Viewed Topics




© 2015