Anak Diperiksa, Ibunya Malah “Nyolongin” HP Sang Dokter REP | - TopicsExpress



          

Anak Diperiksa, Ibunya Malah “Nyolongin” HP Sang Dokter REP | 13 August 2013 | 07:21 Dibaca: 1467 Komentar: 98 20 Ini kejadian yang sudah beberapa tahun lalu terjadi, namun menggelitik saya untuk menuliskan, karena terinspirasi artikel Mbak Usi Febriani soal Oprah Winfrey yang menjadi korban rasisme di sebuah toko, dan kemudian di follow up lagi dengan sebuah artikel garing dan lucu tentang saya. Terima kasih buat Mbak Usi yang sudah menuliskan artikel lucu yang memastikan tanpa ragu bahwa sandal jepit dan sunglasses memang menjadi trade mark saya. Ketawa ah… Hahahahahaha.. Beberapa tahun lalu, ketika suami berulang tahun, saya menghadiahkan sebuah HP yang lumayan bagus dan up to date, karerna HP nya memang sudah waktunya diganti. Suami saya tidak pernah tertarik dengan Blackberry. Orangnya memang malas menulis text lama lama dan berpanjang panjang. Alasannya yang paling logis, telepon saja langsung kalau memang perlu bicara panjang lebar, atau SMS sudah cukup untuk menyampaikan informasi atau pesan pendek. Belum seminggu dihadiahkan, sementara berpraktek di pagi hari, suami menyadari bahwa HP baru itu hilang. Saya kebetulan subuh itu berangkat ke Jakarta untuk urusan implant gigi, menelponnya sekedar memberi kabar sudah tiba dengan selamat, tapi tidak bisa tersambung. Saya kemudian menelepon kliniknya dan menitip pesan kepada perawat bahwa saya sudah tiba, sudah menghubungi tapi sepertinya dia lupa menghidupkan HP. Ketika pesan ini disampaikan, maka sadarlah suami saya bahwa HP nya hilang, karena dua jam yang lalu dia masih bicara lewat HP dengan putri kami. Bisa dibayangkan khan galaunya hati suami saya. Yang pasti HP itu diambil oleh salah seorang pasien, atau pengantar pasien, dan nomor urut pasiennya dibawah 14. Ketika menyadari kehilangan HP , pasien sudah sampai di nomor urut 15. Sekiranya yang kejadian saya, mungkin (kemungkinan besar) saya praktek tanpa “mood” yang baik , dan hilang konsentrasi. Harus diakui, suami saya adalah dokter dan pria sejati yang bisa mengontrol emosi demi tugas dan pekerjaan. Praktek tetap berjalan sampai semua pasien selesai ditangani. Sore harinya suami melaporkan ke polisi, yang juga merupakan salah satu pasiennya. Ini bukan bentuk nepotisme khan ya ?. Pak Polisi segera mencatat dengan teliti kronologis kejadian, dan nama nama pasien yang datang dari nomor 1 sampai 14. Apa ciri ciri mereka, bagaimana gerak geriknya, alamat dan pekerjaan mereka. Semua dicatat dengan lengkap dan rinci. Yang namanya manusia itu memang cenderung berprasangka dan mengasosiasikan sesuatu yang tidak baik dengan ciri ciri fisik yang umumnya menjadi stigma yaitu perawakan besar, berwajah seram, bermuka kasar, apalagi jika ditambah dengan berjambang maupun berjenggot. Juga dilihat pekerjaannya, umumnya yang lebih condong dijadikan tersangka adalah para buruh kasar, maupun mereka yang tidak punya pekerjaan tetap. Professional ataupun ibu rumah tangga biasanya menjadi tersangka nomor buncit. Demikianlah kasus ini digodok oleh polisi, dan jujur kami sendiri tidak berharap banyak, hanya ingin tahu siapa sebenarnya yang mencuri, supaya terhindar dari rasa curiga yang salah. Berdosa curiga ke orang tanpa bukti. Dalam pembicaraan kami berdua, saya sendiri menanyakan kepada suami, pasien mana yang kira kira menjadi tersangka utama. Setelah merenung renung dan merekonstruksi kejadian dengan lebih teliti, suami saya berpendapat bahwa kemungkinan besar yang mengambil HP nya adalah pasien urutan ke 8, seorang bapak usia pertengahan 40, perawakan tinggi besar, berkulit hitam. Seminggu setelah HP hilang, entah kenapa malam harinya, saya iseng menyambung kembali nomor HP yang hilang tersebut, karena memang waktu hilang, pulsanya masih sangat banyak. Dalam benak saya, mungkin saja pencurinya sayang untuk membuang nomor itu ketika dia menyadari bahwa pulsanya masih banyak. Tak disangka, HP itu berdering dan diangkat. Benar benar ajaib!. Saya kemudian bicara dengan seorang pria muda, dan bertanya baik baik, darimana dia memperoleh nomor ini ?. Singkat ceritanya akhirnya dia memberi informasi bahwa nomor dan pulsa dijual oleh seorang kerabat jauh. Akhirnya sesudah kami mencatat alamat dan nama pria tersebut, kami memberikan data datanya kepada polisi untuk ditindak lanjuti. Besoknya bersama dengan polisi yang menangani kasus ini, datang ke tempat praktek suami , seorang ibu muda berusia pertengahan dua puluhan, pasien suami saya juga. Sambil menangis memohon mohon maaf, ibu tersebut mengaku dialah yang mencuri HP suami saya. Ketika mendengar pengakuan ini, dalam hati suami saya memohon ampun kepada Tuhan sudah mencurigai orang yang salah, hanya karena perawakannya yang kelihatan seram, dan justru tidak menyangka sama sekali kalau pencurinya seorang ibu muda yang cantik, yang keluarga besarnya menjadi pasien suami saya. Penasaran suami saya bertanya bagaimana caranya dia mencuri HP tersebut. Maka rekonstruksi kecilpun dilakukan di kamar praktek, dan astaga…. ketika suami saya sedang konsentrasi memeriksa anaknya yang demam, ibu inipun menjulurkan tangannya, menarik laci, dan Hop!… yang pertama kali digenggam adalah HP, maka dengan lancar HP itu dimasukan ke dalam tas tangannya, tidak lupa meng-silent-kan nada dering terlebih dahulu. Rupanya HP yang dicuri itu dijual ke tukang tadah, dan sim card yang masih berisi banyak pulsa ditahan dulu, seminggu kemudian baru dijual ke orang yang lain. Suami dan saya sepakat untuk tidak meneruskan ini ke tangan polisi, karena sudah tidak tega juga dengan tangisan ibu muda tersebut dan permohonan minta ampun yang bertubi tubi. Meskipun jujur saya sendiri menyangsikan bahwa orang seperti itu bisa benar benar bertobat. Bisa anda bayangkan bagaimana teganya mencuri HP seorang dokter yang justru sedang memeriksa anaknya yang sakit dengan teliti. Dokter yang sudah menjadi langganan keluarganya bahkan keluarga besarnya. Ibu tersebut memang datang didampingi mertuanya yang malu sekali dengan kejadian tersebut dan mengomelinya tanpa henti di depan kami berdua. Yang ingin saya katakan, menyambung artikel Mbak Usi soal rasisme, tidak bisa disangkal bahwa manusia memiliki kecenderungan lebih mencurigai mereka yang secara fisik dirasakan cocok menjadi kriminal, dan cenderung mengecualikan yang secara fisik kelihatan kecil mungil, putih, cantik, lembut. Kehilangan HP itu mengajarkan kami berdua pelajaran yang lebih bernilai dari harga HP yaitu tidak mencurigai orang berdasarkan ciri ciri fisik. Tampilan luar tidak ada hubungan dengan isi hati. Yang pasti jelek maupun cakep, HP sebaiknya dijaga dengan baik, agar tidak terjadi kehilangan dan tambah rugi lagi mencurigai orang lain yang tidak berdosa. **Kriiing… Mana HP ? Manaa ?… ) * La
Posted on: Tue, 13 Aug 2013 07:38:05 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015