Arah kebijakan pemerintah SBY yang tidak punya visi dan - TopicsExpress



          

Arah kebijakan pemerintah SBY yang tidak punya visi dan keberpihakan terhadap industri dalam negri hanya berpikir jangka pendek Perkembangan industri otomotif Jepang dimulai pada tahun 1900-an. Pada awalnya, apa yang dilakukan industri otomotif Jepang adalah meniru atau memodifikasi produk AS (Ford), dengan hanya mengganti rangka luar dan merk saja, namun mesinnya adalah mobil Ford. Pada saat itu, mobil Jepang kurang laku di pasaran karena dianggap lambat dan desainnya tidak menarik (seperti truk). Perlahan tapi pasti, industri mobil Jepang mulai melakukan inovasi dengan meningkatkan kualitas sampai pada akhirnya Jepang bener-benar mampu menciptakan teknologi mobil sendiri (invention) sehingga lahirlah merk Daihatsu, Isuzu, Mitsubish, Datsun, Toyota, dan Honda. Mobil Jepang pun mulai laris di pasar otomotif dunia karena menawarkan teknologi yang hemat bahan bakar. Industri otomotif Korea selatan (1950-an) pun demikian, diawali proses meniru dimana seorang montir mobil, Choi Mu-Seong, memodifikasi mobil jip AS dan menggantinya dengan nama Sibai. Pada tahun 1960, Pemerintah Korea Selatan mengeluarkan kebijakan melarang pembuatan mobil asing di Korea Selatan, kecuali bekerja sama dengan produsen lokal. Ini adalah upaya melindungi industri otomotif nasional Korea Selatan yang masih berada pada tahap mempelajari teknologi mobil asing. Dampaknya adalah berkembangnya industri perakitan mobil yang mana bahan bakunya masih impor seperti merk KIA yang bekerjasama perakitan dengan Mazda. Setelah mapan dengan teknologi, pada tahun 1976 baru mampu memproduksi mobil merk Korea yaitu Hyundai. Metode meniru-modifikasi-menciptakan adalah hal wajar dan juga dilakukan oleh negara-negara lain seperti China, India, Malaysia, Korea, Iran dll. Bangsa Indonesia pun tidak perlu malu dengan industri mobil nasional (Tawon, Esemka dkk) jika masih sebatas meniru atau memodifikasi karena hal tersebut adalah proses dalam menciptakan. Seperti halnya China yang sekarang sedang giat-giatnya mengembangkan produk sendiri sehingga pasar dunia kini dibanjiri oleh produk China. Walaupun produk China masih dianggap berkualitas rendah karena hasil tiruan atau modifikasi tetapi jangan heran bila 10-20 tahun yang akan datang China akan mampu mengeluarkan produk-produk berkualitas dan merk sendiri. Industri otomotif Indonesia saat ini sedang dalam pembicaraan hangat karena penolakan kehadiran mobil murah (LCGC) oleh tokoh paling populer di Indonesia, Jokowi, Gubernur DKI. Pribadi Jokowi dikenal tenang dan santun, namun gesture Jokowi yang dengan tegas dan lantang saat berbicara menolak mobil LCGC adalah suatu ekspresi kemarahan yang jarang terlihat. Sikap geram Jokowi dan Pemprov DKI terhadap mobil LCGC adalah wajar karena 60 % perputaran uang di Indonesia di DKI atau dengan kata lain konsumen terbanyaknya adalah warga Jakarta. Upaya Jokowi untuk mengurai kemacetan dengan menghadirkan tranportasi publik seperti MRT dan Monorel masih membutuhkan waktu 3-5 tahun penyelesaian. Setali 3 uang dengan DPRD DKI, program pemerintah DKI yang mengusulkan pembelian tranportasi publik, 1000 bus, justru jumlahnya dikurangi menjadi 700 bus saja oleh anggota dewan daerah. Penguna mobil pribadi pun masih enggan beralih ke transportasi publik (Metromini, Kopaja, Busway, dll) yang dianggap tidak aman, nyaman, dan kurang memadai. Akan lebih baik bila Pemerintah Pusat terlebih dahulu mempercepat penyediaan tranportasi publik sebelum meluncurkan mobil murah. Nasib Jokowi dan Pemprov DKI tidak berbeda halnya dengan industri mobil nasional (Tawon, Esemka, dkk). Sah-sah saja dan sangat baik memang bila pemerintah bisa menghadirkan barang murah dan berkualitas bagi rakyat sendiri. Namun pemberian insentif (bebas pajak impor) bagi mobil produk asing membuat mobnas seperti seperti alien di negeri sendiri karena selama ini tidak mendapat perhatian oleh pemerintah. Peluncuran mobil LCGC tanpa diiringi kebijakan yang melindungi program mobnas justru akan menyulitkan industri mobil nasional berkembang atau bisa mati pelan-pelan. Kebijakan pemerintahan SBY sangat kontras dengan sikap pemerintah Korea Selatan pada tahun 1960 yang mengeluarkan kebijakan untuk melindungi industri otomotif nasional yang masih bayi. Bandingkan juga sikap Pemerintah Malaysia masih memberikan insentif membantu perkembangan industri mobil nasionalnya, Proton. Perbuatan-perbuatan salah adalah biasa bagi manusia, tetapi perbuatan pura-pura itulah sebenarnya yang menimbulkan permusukan dan pengkhianatan (Johan Wolfgang Goethe) Pernyataan pemerintah untuk mendukung kebijakannya memang masuk akal akan tetapi menyesatkan dan terlihat adanya upaya membela diri. Masuk akal bila pemerintah mengatakan mobil murah untuk memberi kesempatan rakyat kecil/miskin punya mobil, akan tetapi kondisi psikologis orang kecil/miskin di bangsa ini masih berkisar tentang isi perut, sandang, bukan kebutuhan Lux/mewah. Sungguh kontradiktif bila pemerintah mengatakan ingin mengurangi macet di DKI yang sudah kelebihan kendaraan dengan mendorong penyediaan transportasi publik namun justru menstimulasi warga pembeli mobil baru. Pemerintah pusat begitu mudahnya mengeluarkan kebijakan yang mempermudah produk asing, tetapi untuk urusan MRT, Monorel prosedurnya panjang dan berbelit-belit. Aneh rasanya bila melihat pemerintah membela habis-habisan kebijakan mobil murah yang adalah kebutuhan mewah tetapi nyaris tak ada upaya konkrit untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok, ayam potong dan kedelai, yang melonjak tak terkendali. Beribu alasan diucapkan pemerintah untuk membela kebijakannya yang salah kaprah, tapi tidak punya cukup alasan untuk membela rakyat sendiri. Bila bukan pemerintah yang membela rakyatnya sendiri, lalu sapa lagi?? Kebijakan mobil murah (LCGC) adalah kontradiktif dengan transportasi publik DKI menunjukkan tidak adanya kordinasi dan integrasi kebijakan. Insentif terhadap produk otomotif asing dengan mengabaikan industri mobil nasional adalah sebuah sikap rendahnya kecintaan terhadap karya bangsa. Kebijakan yang tidak terintegrasi dan mengabaikan produk dalam negri menunjukkan tidak adanya visi dan rendahnya nasionalisme pemerintahan SBY dalam menjalankan roda pemerintahan. Tanpa pemerintahan yang punya nasionalisme dan visi, Bangsa Indonesia tidak akan pernah menjadi bangsa yang besar. Kebijakan pemerintah Korea Selatan tahun 1960 didasari oleh semangat cinta tanah air dan sebuah visi bangsa yang ingin menjadi bangsa yang maju dan mandiri di masa depan. Hasilnya adalah tumbuhnya industri otomotif yang juga mendorong bermunculannya industri sektor lain yaitu elektronik LG dan Samsung. Pendapatan Perkapita Korea Selatan meningkat pesat dari US$ 87 (1962) menjadi US$ 4.830 di tahun 1989, bahkan menembus US$ 20.000 pada tahun 2007. Rasio pendapatan domestik meningkat dari 3,8 % pada tahun 1962 menjadi 35,8 % pada tahun 1989. Lewat visi tersebut, tidak hanya mampu menghadirkan mobil merk Korea “Hyundai”, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan bangsa Korea Selatan sampai 3 generasi. Korea bangga dengan produk mobil Hyundai, Jepang dengan merk Honda-Toyota, India dengan merk Bajaj, Malaysia dengan merk Proton akan segera menyusul. Jika Indonesia baru mampu menyediakan mobil murah LCGC berharga 75 juta, maka India sudah menyediakan mobil termurah di dunia yaitu Tata seharga US$ 2500 (25 juta-an). Arah kebijakan pemerintah SBY yang tidak punya visi dan keberpihakan terhadap industri dalam negri menunjukkan pemerintah bangsa ini hanya berpikir jangka pendek. Alhasil, bangsa ini hanya senang sesaat tetapi di kemudian hari harus bersakit-sakit dengan harus mengimpor, mengimpor, dan mengimpor. Lihat saja, Indonesia harus mengimpor kedelai, bahan baku tempe padahal makanan rakyat sehari-hari. Setiap tahun bangsa Indonesia dengan populasi muslim terbesar di dunia merayakan lebaran haji, tetapi kita masih harus mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru. Industri pesawat terbang nusantara (PT DI) yang sudah mampu menghasilkan pesawat sekarang sudah tidak terdengar lagi namanya. Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih banyak dari pada yang dilihat orang lain, melihat lebih jauh dari pada yang dilihat orang lain, dan melihat sebelum orang lain melihat (Leroy Eims). Pemilu 2014 adalah kesempatan rakyat Indonesia menentukan masa depan anak cucu kita dan kemajuan bangsa ini. Pilihlah pemimpin yang punya visi dan mencintai bangsanya sendiri. Pemimpin yang melayani rakyatnya sendiri melebihi orang asing. Seseorang yang mengutamakan kepentingan bangsanya sendiri diatas kepentingan lain.
Posted on: Mon, 23 Sep 2013 18:48:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015