Arena Bobotoh: Bobotoh dan Tradisi Nga-bobotohan Tulisan ini - TopicsExpress



          

Arena Bobotoh: Bobotoh dan Tradisi Nga-bobotohan Tulisan ini sebenarnya diangkat di saat saya membaca “perang comment” di salah satu page facebook. Seorang pendukung tim lain menyebutkan akan “ketidakmurnian” dukungan bobotoh yang menyukai Persib dikarenakan turunan keluarga, bukan karena prestasi yang dibanggakan. Saat itu saya memang bisa dengan mudah “menghantam” opini tersebut. Namun karena tidak ingin terjebak dalam euforia umpatan lemparan “anjing-bangsat-dll.” Dengan mereka, jadi saya pikir saya tulis saja di media yang lebih baik dan pantas. Pertama marilah kita bicara ngalor-ngidul dulu, semoga tidak membosankan. Secara “kamus”, artian pendek dari tradisi adalah kebiasaan, sedang dalam artian lebih panjangnya lagi adalah sesuatu yang sudah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu masyarakat. Kita harus cek bagaimana masyarakat sendiri memandang tradisi. Selama ini tradisi adalah susuatu yang dihormati dan dibanggakan, apalagi jika berhubungan dengan keluarga. Di Indonesia sendiri, tradisi erat dengan nilai-nilai moral, agama dan budaya. Misalnya, tradisi makan ketupat saat Lebaran, tradisi berkumpul saat malam hari raya, tradisi berdoa bersama saat makan bersama dll. Sehingga buat saya pribadi, bahwa di Indonesia, sebuah keluarga yang memiliki ikatan yang kuat adalah keluarga yang mempunyai tradisi yang paling banyak. Tradisi memang mengikat, namun pada akhirnya mampu memperkuat ikatan. Saya pribadi mengenal Persib memang dari keluarga. Ayah saya adalah seorang bobotoh, tim favoritnya selain Persib Bandung adalah AC Milan. Perkenalan itu dimulai awal tahun 1990an. Ayah tak jarang berbicara mengenai Persib, menonton Persib dan memperkenalkan siapa saja pemain-pemain pada saya. Di keluarga besar, bibi, uwa, mang dll pun suka Persib. Mereka masih sering mengagungkan bagaimana Persib berjayanya dahulu pada saat jaman Robby Darwis, Yusuf Bachtiar, Ajat, Kekey, Sutiono dll. Dan saya percaya, banyak dari pembaca sekalianpun memiliki pengalaman sama dengan saya mengenai perkenalan pertamanya pada Persib dengan saya. Menjadi bobotoh adalah turunan. Hal tersebut yang sering banyak dari kami banggakan. Tradisi dalam sudut pandang keilmuan, merupakan informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan secara berkelanjutan. Lalu bagaimana dan mengapa tradisi tersebut dapat terus berlanjut? Ada beberapa poin alasan, yang kebetulan kesemuanya erat dengan nilai-nilai budaya Sunda, namun saya ringkas, dan diantaranya adalah: Pertama, adalah kebanggan. Setiap orang merasa bangga menjadi bobotoh Persib Bandung. Alasannya? Banyak sekali. Kedua, adalah adanya Hasrat. Para pelaku pewaris tradisi bertindak menggunakan hasrat, bukan karena aturan, apalagi karena keterpaksaan atau iming-iming hal tertentu. Ketiga, adalah munculnya Keteladanan. Keteladanan yang baik dari orang tua, senior atau leluhur dalam kehidupan, otomatis akan dicontoh oleh penerusnya. Kebanggaan, hasrat dan keteladanan tersebut kemudian berbuah menjadi dorongan akal yang berujung pada tindakan. Dengan potensi berfikir daya khayal tersebut, maka otomatis manusia mampu melakukan apreseasi dan menyalurkan apresiasinya itu melalui cipta, rasa, dan karsa. Finalisasinya adalah nga-bobotohan Persib. Kemudian hal ini terjadi on and on bagai rantai makanan, tak akan berakhir kecuali jika salah satu aspek hilang, atau dalam hal ini satu generasi berhenti dan tidak mengulang tradisi. Namun dipastikan Insya Allah hal tersebut tidak akan terjadi. Saya yakin hingga detik ini orang tua atau keluarga kita yang lebih tua masih ada yang semangat menceritakan bagaimana pemain Persib tertunduk malu saat kalah sampai tidak keluar rumah. Bagaimana Persib menjuarai Piala Persija tahun 1991 dan juara Piala Joni Pardede di Medan tahun 1992. Bagaimana Persib juara perserikatan terakhir lewat gol Sutiono dan Yudi Guntara. Atau bagaimana tahun 1994 dan 1995 hampir 100.000 bobotoh memenuhi stadion utama Senayan saat itu. Komunikasi berlangsung dalam konteks budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dari kebudayaan suatu masyarakat. Ini menjelaskan dengan singkat bagaimana “Pepersiban” bisa terus berlangsung, dikarenakan sudah dipengaruhi unsur budaya. Atau lebih jelasnya dikenal dengan teori tradisi sosial budaya. Tradisi yang sudah dilakukan turun-temurun itu terus menegakkan suatu kontinuitas. Tradisi kemudian hadir dengan selalu mengikatkan yang sekarang dengan yang lalu, menghubungkan tahun yang baru dengan tahun yang lama dan mampu menjembatani satu generasi dengan generasi sebelumnya dan juga dengan generasi yang berikutnya. Itulah beberapa alasan sederhana mengapa Persib dicintai turun-temurun. Persib adalah bagian dari tradisi kami, dan kami bangga.. Wassalam Oleh: Kiki Esa Perdana *penulis adalah seorang penuh waktu bobotoh dan paruh waktu dosen
Posted on: Tue, 25 Jun 2013 17:25:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015