B.A.B.O story: 결혼 [Wedding/prolog] Cast: Cho Kyu Hyun, Lee - TopicsExpress



          

B.A.B.O story: 결혼 [Wedding/prolog] Cast: Cho Kyu Hyun, Lee Yeon Min, Lee Dong Hae Lenght: prolog *** University of Melbourne, Parkville, Melbourne (Victoria, Australia). Pria dengan rambut cokelat berantakannya itu menyerahkan benda hitam yang tadi ia mainkan seperti anak kesayangan ke pangkuan pria lain di sampingnya untuk segera membebaskan tangannya dan meraih ponsel yang berdering di atas meja beberapa saat lalu. “Yeoboseyo, eommeonim?” Stevan, pria dengan kulit terang kemerahan, rambut pirang dan mata biru itu mengernyit sedikit agak heran pada pria itu yang kali ini tumben-tumbenan menggunakan bahasa planet lain di telpon, ah… kalau begitu itu pastilah interkom dari keluarganya. “Mwo?!!! Tapi aku harus kuliah dan….,” “Ah! Ye! Ye! Algeseumnida,” sungutnya agak lebih pelan sebelum kemudian tidak lagi terdengar tanda-tanda percakapan itu akan berlanjut, sambungan terputus. Stevan dapat melihat dengan jelas raut kesal tercetak di wajah pria ras asia tersebut. Temannya itu tidak biasa sama sekali terlihat se-depresi aneh, setidaknya ia tidak akan bersungut kesal tapi menyeringai sekaligus. “Hey, what’s wrong, Mark?” tanyanya sambil berusaha menepuk pundak pria itu, sedikit salah tingkah sebenarnya. Bagaimanapun, pria itu memiliki tatap tajam yang mengerikan sekali ketika marah, menurut Stevan. Mark —sepertinya memang itulah namanya— mengambil kembali PSPnya dari tangan Stevan untuk memasukkan benda itu, salah satu harta karunnya, ke dalam tas. Ia menghela satu nafas sulit sebelum memutuskan menatap Stevan dengan sorot mata seperti menyembunyikan ide busuk, yah, Stevan ingat tatapan itu mirip sekali dengan sorot mata ketika tahun lalu Mark berencana mengerjai habis-habisan salah satu kawan dekat mereka sampai pada akhirnya membuat pria gendut yang dikerjai itu trauma memakan keripik kentang. “Steve kurasa aku akan cuti kuliah selama satu bulan.” “W-what?!!! Mark! What are you doin’?! Kau tahu Prof. Germaine akan membunuhmu jika tahu kau menghilang dari kelasnya dan melalaikan tumpukan papermu?!” Mark menyeringai, membuat Stevan harus meringis pelan membayangkan apa yang ada di otak pria itu. Baiklah, mengingat ayahnya yang memiliki salah satu farmasi terbesar di Korea bahkan Asia, ditambah kadar kejeniusan yang sempat membuat Prof. Germaine —salah satu Prof terhormat Melbourne University— terlongo hebat, wajar-wajar saja rasanya jika pria itu suka seenaknya. “Tidak, dia hanya akan lebih takut kehilangan otakku sebagai asetnya. Bye!” Dengan itu Mark segera menyelempangkan tasnya di pundak, berdiri dari undakan tangga yang sedang mereka duduki dan tampak tergesa menuju tempat motornya terparkir sebelum akhirnya segera menghilang cepat di tikungan jalan bersama benda itu. Keluar dari kawasan universitas dan melaju di jalan raya Melbourne, ia membelokkan setangnya menuju Tullamarine Freeway yang terletak sekitar 25 kilomenter dari Melbourne’s CBD, yah, apalagi tujuannya kalau bukan Melbourne airport. Ia merasa tidak begitu perlu kembali ke apartment untuk mengambil beberapa barang lain, yakin sekali bahwa ia akan kembali ke negeri Ginseng itu sebentar saja, hanya satu sampai dua minggu, dan mungkin sisanya liburan. Yeah, ia sama sekali tidak berminat berkutat terlalu banyak dengan puluhan tabel statistik atau apalah, ia tidak mau rambutnya lekas rontok seperti milik Prof. Germaine. Lee Dong Hae akan menikah. Begitulah kira-kira pesan yang disampaikan ibunya satu jam lalu. Pria pendek dengan senyum amis itu akan menikah. Mark menghela nafasnya —udara ribut yang masuk berebut dari kaca helm yang ia buka sedikit— entah kenapa ia merasa terganggu dengan ide itu. *** Namsan-dong Keumjeong-ku, Busan, South Korea. “Pernikahan??? Di keluarga kita akan segera ada pernikahan??!” Gadis dengan kunciran ringan di belakang kepalanya itu menatap kedua orangtuanya bergantian dengan mimik bingung yang serius, terlihat dari keningnya yang sedikit bertaut dan matanya yang membulat. Lalu perhatiannya segera beralih pada sosok laki-laki berseragam di sampingnya. “Myung Soo-ya, apa kau sudah menghamili pacarmu?!” “Mwoya???!!!” Lee Myung Soo, anak laki-laki bertampang tenang dan mungkin terkesan dingin dengan tambahan rambut hitam yang berantakan sehingga menjadi idola di sekolahnya itu ―berkebalikan sekali dengan kakaknya yang sering ia sebut memalukan― seketika tersedak dari cola yang baru ia teguk. Ia menatap benar-benar Yeon Min, gadis yang dua tahun lahir lebih dulu darinya tapi wajah dan perilakunya sama sekali tidak menunjukkan figur seorang kakak, dan tidak menemukan bahwa gadis konyol itu sedang bercanda. Yeon Min masih menunggu dengan sangat serius kata-kata ya atau tidak dari mulutnya. Aissh, bodoh sekali. “Noona, dengar baik-baik. Yang akan menikah itu bukan aku, tapi KAU,” ujarnya tidak berhasil menyembunyikan nada kesal dalam suaranya. Dan catatan, jika Myung Soo sudah berbicara sekesal itu, artinya itu memang hal-hal yang sanggup membuat orang lain bunuh diri karena sebal. Bagaimanapun ia ingin sekali menyalahkan kedua orangtuanya yang membuat keputusan sangat tidak tepat ini untuk menikahkan segera kakaknya yang bahkan belum dewasa ini. Ck. “Ne? Naega?!” Gadis itu mengerjap lambat. *** Lee Dong Hae, pria yang belakangan menjadi bahan perbincangan populer para gadis Nongdam high school hanya memberikan senyumnya yang memang meluluhkan pada sekumpulan gadis sekolah menengah atas yang barusan bergerombol untuk menyapanya dengan tidak ketinggalan tatap memuja. Tidak lama-lama karena Dong Hae tetap saja tidak akan rela kehilangan satu objek yang menjadi satu-satunya alasan ia bolos dari kantor dan membuang harga diri hanya untuk berkeliaran di sekitar bocah-bocah sekolah yang genit seperti sekarang. Hanya ada satu gadis yang ingin ia lihat, gadis ia ingin gandeng tangannya dengan sikap lembut, gadis yang ia ingin menghabiskan setiap masa dengannya, dengan orang yang sama, gadis yang menjadi tujuannya satu-satunya. Diantara sekian banyak wanita dengan kelembutan, cantik dan keibuan, sialnya pilihannya justru jatuh pada gadis itu. Seorang gadis dengan mata cokelat terang dan kulit merona yang sedang menendang-nendang kerikil dengan wajah ditekuk kesal di seberang sana. Ia tampak menggerutu entah apa lalu memutuskan untuk duduk di trotoar sebuah bangku kayu sebentar, menyibak rambutnya yang kurang mendapat perhatian ke belakang karena angin yang bertiup terus mencari masalah dengannya. Mendengus beberapa kali. Ia melahap es krim terakhirnya sekaligus menyumpalkan batok es krim itu sebisanya, dengan mulut penuh itu ia menjadi berhenti mengomel. Sambil menyunyah, tidak peduli bahwa ia benar-benar tidak terlihat seperti seorang wanita normal dengan cara makannya, gadis itu menaikkan satu kakinya ke atas bangku, cara yang lebih mudah agar ia bisa menjangkau dan mengikat tali sepatu ketsnya. Well, itu memang pekerjaan mudah, tapi tetap saja gadis itu merasa terlalu malas melakukannya, dan kalau saja ia tidak dua kali nyaris tiga kali tersandung akibat seatu sialan itu, ia akan membiarkannya saja begitu. Dong Hae bersiap berjalan menghampiri gadis itu, tidak peduli dengan penolakan keras yang sudah-sudah. Ia sudah memantapkan hati sejak pertama melihatnya untuk memiliki gadis itu bagaimanapun caranya, lagipula ia sudah mengatakan berulang kali padanya bahwa ia akan terus merecoki hidup gadis itu sampai gadis itu mau menerimanya. Hari ini ia bahkan membawakan sekuntum bunga mawar segar seperti biasanya, yang biasanya juga akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Dong Hae merapikan sedang kemejanya saat seorang anak laki-laki berbadan besar tidak sengaja menubruknya, membuat ia kehilangan fokusnya. “Jeosonghamnida,” Anak itu berlari cepat-cepat, membuat Dong Hae hanya bisa mengumpat kesal sebentar sebelum kembali tersadar untuk melihat gadis itu dan menemukan ia menghilang. Gadis itu sudah tidak berada di tempatnya lagi atau tempat manapun sejauh Dong Hae coba mengedarkan pandang. “Arrgh!!!” Pria itu meringis ketika merasakan benturan kecil yang mengakibatkan sakit berdenyut di belakang kepalanya. Sebuah batu kerikil sebesar ibu jari segera ketahuan sebagai barang bukti, dan ketika ia membalik tubuh untuk menoleh siapa pelakunya, ia bahkan sudah bisa menebak bahwa gadis itu adalah gadis yang sama dengan yang dicarinya. Jecelyne Hwang menyeringai penuh kemenangan pada Dong Hae seperti mengagumi hasil karyanya tadi. “Ahjussi! Aku bisa melemparimu dengan granat jika kau tidak berhenti menghampiriku ke sekolah seperti seorang ahjussi maniak!!!” ucapnya dengan dialek yang cukup aneh bagi warga Korea. “YAK!” Dong Hae, seperti selalu, tidak terima akan panggilan kesayangan ‘ahjussi’ itu, ia menghampiri Jecelyne cepat sambil sesekali meringis spontan merasakan denyut di belakang kepala, gadis itu benar-benar berpotensi memperpendek umurnya! Jecelyne berjengit agar tubuhnya terangkat sedikit dan terlihat tingginya hampir menyamai Dong Hae, satu olok-olokan yang tidak pernah gagal membuat pria itu kesal. Bagaimana bisa ia dilahirkan dengan kaki pendek dan bahkan gadis di depannya itu masih bisa bertumbuh. “What?” tatapnya dengan mata disipitkan, menantang. Kali ini Jecelyne yakin ada yang berbeda dari pria itu. Ia tidak menjitak kepala Jecelyne atau mengomel panjang pendek soal panggilan ahjussi. Pria itu hanya diam dan menatapnya serius, seperti itu kesempatan terakhir untuk bebas mengeksplorasi mata cokelat terang milik gadis itu. “Ikut aku.” Tanpa menunggu penolakan berikutnya, Dong Hae sudah menyeret pergelangan Jecelyne, bertahan meski semenit berikutnya kesadaran gadis itu kembali, ia menendang-nendang kaki Dong Hae kuat-kuat, minta dilepaskan. *** Jecelyne, rambut cokelatnya tampak berkilau oleh pantulan sinar matahari yang menembus perserikatan tumpang-tindih daun-daun Ek di atas mereka. Gadis itu mau berdamai hanya dengan sogokan satu buah es krim vanilla, terlalu mudah. Tapi yah, kemudian ia tampak tak peduli lagi, hanya terkonsentrasi memakan es krimnya, tidak sadar bahwa es krim di tangan Dong Hae sudah benar-benar leleh karena pria itu sibuk menampaki dirinya. “Jemma, aku akan menikah,” Jecelyne berhenti menyuap es krimnya saat itu juga karena sedakan hebat serasa menghabisa kerongkongannya seketika. Ia merogoh tasnya cepat, bersyukur karena ibunya tidak pernah lupa menyelipkan air mineral di tasnya sehingga ia tidak perlu mati tersedak. Ia minum dengan cepat sebelum coba menatap Dong Hae dengan benar. “Dijodohkan,” gumam Dong Hae, seperti bisa membaca apa yang gadis itu sedang pikirkan. Tapi gadis itu kemudian hanya membuang muka dan kembali sibuk dengan es krimnya, setidaknya mencoba begitu. “Well, just get married. Is it a matter for me?!” ___________ Haha, ige mwoya? Iseng *nyengir* kurasa sudah terlalu umum ya, married life, perjodohan, yeah, dan kenapa ada banyak donghae di sini?! Padahal tetep ya yg utama di sini kyuhyun-yeonmin *pout* dan dengan seenaknya ganti marga Kim-nya myung2 jadi Lee, *dibakar inspirit*
Posted on: Thu, 04 Jul 2013 04:02:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015