BUDAK NAFSU Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron - TopicsExpress



          

BUDAK NAFSU Waktu itu siang hari sekitar jam satuan ketika Imron jatuh tersandung sebuah anak tangga. Untungnya tidak terpeleset ke bawah karena itu anak tangga terakhir, namun setumpuk hand-out fotokopian yang sedang dibawanya ke sebuah kelas atas pesanan seorang dosen berantakan di lantai. Saat itu di lantai itu tidak begitu banyak orang dan tidak satupun dari mereka yang mempedulikan pria setengah baya itu, beberapa mahasiswa/i yang sedang nongkrong di sana hanya menengok sebentar ketika dia terjatuh lalu terus kembali ke kesibukan masing-masing seperti ngobrol, utak-utik ponsel maupun membaca bahan kuliahannya, bahkan beberapa yang lewat di depannya pun dengan cuek meneruskan langkahnya. Hingga tak lama kemudian seseorang turun dari tangga di samping belakang Imron dan orang itu berjongkok membantunya memunguti fotokopian yang tercecer. Pria setengah baya itu mengangkat wajahnya melihat sosok itu, sesosok tubuh langsing yang berkulit putih mulus, pemilik tubuh itu pun berwajah cantik dengan rambutnya yang hitam legam terurai hampir sedada. Bukan hanya sekedar cantik, senyum dan sinar matanya pun seolah memberi kesan ramah, tenang, dan lembut. Gadis itu bernama Ivana (21 tahun), mahasiswi sastra Prancis yang sudah memasuki semester lima. Selain itu dia juga adalah anak tunggal dari dekan fakultas sastra, ibunya telah meninggal ketika dia masih SMP dulu. Hidup hanya dengan ayahnya saja membentuk karakternya menjadi keibuan dan mandiri karena otomatis urusan-urusan di rumah jatuh padanya. Di kampus dia disukai bukan karena paras cantiknya saja, tapi juga karena berhati emas, pintar, dan ramah. Dalam penampilan pun dia tidak seperti anak-anak pintar lain yang umumnya tidak fashionable dan hanya tau belajar saja. Pakaiannya cukup modis, malah kadang terbilang seksi namun masih dalam batas wajar.“Ehehe, makasih ya Non jadi ngerepotin aja” kata Imron seraya menerima seberapa fotokopian yang dipungut gadis itu.“Ngga apa-apa kok Pak, lain kali hati-hati aja yah !” kata gadis itu dengan senyumnya yang lembut.Walau cuma sekejap Imron sempat melihat paha mulus Ivana ketika bangkit dari posisinya yang berjongkok karena saat itu dia sedang memakai rok putih yang menggantung sedikit di atas lutut. Hal itu membuatnya menelan ludah, belum lagi kaos tanpa lengan yang dipakainya saat itu juga memperlihatkan lengannya yang putih mulus.“Sudah ya Pak, saya kebawah dulu !” pamitnya lalu menuruni tangga. Kejadian itu terjadi 7-8 bulan sebelum Imron menemukan cameraphone yang memicu bangkitnya kembali naluri jahat dalam dirinya. Maka saat itu Imron masih dapat menahan dirinya mengingat dirinya sudah meninggalkan kehidupan kelamnya, sampai sisi jahatnya kembali muncul. Pandangannya terhadap gadis itu dari rasa kagum mulai berubah menjadi nafsu, seperti serigala yang mencari kesempatan memangsa buruannya. Padahal Ivana selama ini selalu ramah bukan saja terhadap dirinya, tapi juga terhadap teman-temannya, dosen, satpam, maupun karyawan lainnya. Yang suka padanya tidak sedikit, beberapa cowok pun telah melakukan pendekatan padanya, namun ditolak dengan halus karena belum ada yang cocok menurutnya. Dari cowok-cowok itu sebenarnya ada seorang yang menggetarkan hatinya, yaitu Martin, dua angkatan diatasnya dan seorang pemuda yang tampan, kaya, pintar, orangnya juga sopan dan lurus. Ivana, sebagai gadis yang penuh pertimbangan belum bersikap benar-benar serius pada pemuda itu sebelum memutuskan jadi pacarnya, namun sinyal-sinyal ke arah sana memang sudah ada. Mereka seringkali makan bersama di kantin dan mengerjakan tugas kelompok, keduanya terlihat serasi. Mungkin keduanya sudah menjadi sepasang kekasih kalau saja hal itu tidak terjadi… Hari itu sore jam limaan, Imron melewati sebuah koridor dan menemukan ruang dekan fakultas sastra masih menyala. Dia mungkin akan berjalan terus kalau saja suara rintihan kecil tidak terdengar dari ruangan itu. Secara alamiah dia terhenti di depan ruang itu dan menyeringai mesum, dilihatnya keadaan sekitar untuk mencari celah melihat ke dalam. Seperti halnya ruang Pak Dahlan, kajur arsitektur, jendela ruangan itu juga bertirai dan mempunyai lubang angin diatasnya. Dia mengintip dengan cara yang sama ketika menangkap basah Pak Dahlan yaitu dengan bangku tinggi yang buru-buru diambil dari gudang. Dari lubang angin, dia mulai melihat ke dalam, mengkin kalau yang melakukan Pak Dahlan sudah tidak aneh lagi, tapi kali ini yang melakukan adalah Pak Heryawan, si dekan fakultas sastra, padahal dia selama ini reputasinya bersih dan disegani oleh rekan sejawat maupun mahasiswanya. Beliau seorang duda berumur tengah 40an dan wajahnya masih segar menyisakan ketampanan masa mudanya. Yang menjadi lawan mainnya adalah Bu Sinta, seorang dosen fakultas sastra berusia 40an juga, belum menikah hingga kini karena terlalu sibuk dengan karirnya sebagai dosen dan penterjemah profesional. Ternyata Pak Heryawan saat itu sedang jatuh dalam godaan Bu Sinta yang genit itu. Saat itu posisi Bu Sinta sedang berpegangan pada sisi meja menerima sodokan-sodokan Pak Heryawan dari belakangnya. Kemeja yang dipakainya sudah terbuka seluruh kancingnya dan branya pun tersingkap sehingga memperlihatkan kedua payudaranya yang montok. Bawahnya pun sudah tidak memakai rok dan celana dalamnya lagi. Pak Hermawan juga tinggal memakai kemejanya dan tidak bercelana lagi. Keduanya tidak sadar sepasang mata mengintip dari lubang angin karena hanyut dalam nafsu terlarangnya, mereka juga tidak sadar kegiatan mereka sedang diambil dengan cameraphone. Pak Hermawan tidak menyangka dan berpikir sejauh itu bahwa kenikmatan yang direguknya sore itu hanyalah sesaat, sedangkan dosanya harus ditanggung oleh anak semata wayangnya, Ivana. Ya, itulah yang terlintas di benak Imron ketika itu, memang tidak sulit memeras Pak Hermawan dan menikmati Bu Sinta saat itu juga, seperti yang pernah dia lakukan pada Pak Dahlan. Namun dia berpikir lebih jauh, Pak Hermawan pada dasarnya cukup bersih sehingga tidak mungkin diajak bekerjasama seperti si bandot Pak Dahlan, hari ini dia hanya sedikit khilaf sehingga melakukan hal itu. Sedangkan menikmati Bu Sinta mungkin boleh juga, tapi Imron lebih tertarik dengan gadis-gadis muda daripada wanita setengah baya seperti Bu Sinta. Imron telah melihat peluang emas untuk memangsa Ivana dibalik skandal ayahnya. Maka setelah mengambil lima gambar dia turun dari bangku tinggi dengan hati-hati dan meninggalkan tempat itu. Besoknya Ivana agak kaget ketika Imron memanggilnya ketika bertemu di depan kelasnya, katanya ada suatu masalah penting yang tidak bisa dibicarakan di sini, untuk itu Imron mengajaknya bertemu lagi di poliklinik di gedung kedokteran sore jam empatan. Ivana walaupun merasa ada yang aneh, tetapi tetap mendatangi tempat itu karena penasaran dan dia tidak pernah menduga pria itu mempunyai niat tidak baik terhadapnya, kalaupun ya ini kan di kampus, tempat umum, sehingga tidak mungkinlah terjadi macam-macam, demikian pikirnya polos.“Pak Imron, sore Pak, ada apa nih manggil saya kesini, penasaran saya !” sapanya ramah pada Imron yang saat itu sedang memotong rumput di depan poliklinik itu.Suasana cukup lenggang disana pada waktu itu. Imron mengajak gadis itu ke dekat pintu poliklinik.“Gini Non, sebenernya Bapak cuma mau ngomongin tentang bapak Non, Pak Heryawan” katanya dengan wajah serius.“Emang, papa kenapa Pak ? ada masalah apa ?” tanya gadis itu makin penasaran.“Hhhmm…ini deh, Non liat sendiri aja deh disini…” jawab Imron seraya mengeluarkan cameraphonenya dan menunjukkan hasil jepretannya kemarin. Mata Ivana terbelakak kaget sambil menutup mulutnya yang melongo dengan tangan ketika menyaksikan gambar itu, rasanya tidak percaya itu ayahnya. Imron menekan tombol melanjutkan ke gambar berikutnya yang lebih jelas. Ya…tak salah lagi memang itu gambar ayahnya, yang selama ini dia kagumi dan hormati, tak disangka ayahnya akan berbuat nista seperti itu, kenyataan yang membuatnya terpukul sekali.“Pak, apa…apa benar itu papa ? darimana bapak bisa dapet itu semua ?” tanyanya terbata-bata.“Bener Non, sumpah soalnya saya sendiri yang ngeliat kok…dan yang memotret” jawabnya dengan mengembangkan senyum.Terhenyak gadis itu mendengar jawaban Imron dan melihat ekspresi wajahnya, secara refleks dia mundur selangkah menjauhi pria itu.“Apa…Apa maksud Bapak berbuat gitu ?” Ivana diliputi perasaan kaget, panik, dan marah sehingga ngomongnya terbata-bata.“Hehe…ga ada maksud apa-apa Non, Bapak kan cuma gak sengaja lewat dan ngeliat itu, jadi cuma sebagai saksi saja kok, makannya sengaja Bapak kasih tau Non sekarang ini supaya nggak shock duluan, karena siapa tau orang lainnya bakal tau ntar” Imron menjelaskan dengan santainya. “Jangan Pak, tolong jangan sampai lainnya tau, tolong hapus file itu, saya mohon !” ucap Ivana memelas.“Lho, saya kan cuma mau menyuarakan kebenaran aja Non, ini kan jaman reformasi, yang busuk ga boleh ditutup-tutupi lagi dong Non, kecuali…” Imron tidak meneruskan kata-katanya.“Kecuali apa Pak…tolong katakan !” suaranya meninggi seperti mau nangis.Imron tidak menjawab, hanya menatapi tubuh gadis itu yang saat itu terbungkus kaos pink berleher lebar dan celana jeans. Tatapannya nanar dan menelanjanginya, membuat gadis itu menyilangkan tangan menutup dadanya dengan muka memerah malu.“Tidak Pak, pokoknya nggak…jangan keterlaluan !” Ivana menggeleng-geleng kepala mengetahui kemauan pria setengah baya itu.“Ah, ayolah Non, seperti kata pepatah utang ayah dibayar anak kan, bapak Non melakukan perbuatan mesum di kampus, kenapa Non ga membayar dengan cara yang sama juga, adil kan hehehe…!” Imron menyeringai mesum“Kurang ajar ! saya salah menilai Bapak, ternyata Bapak ini binatang !” Ivana benar-benar marah dan matanya mulai berkaca-kaca. “Terserah deh apa kata Non, lagian memang saya seperti itu kok” katanya lagi dengan terkekeh-kekeh “OK lah kalo Non gak mau, ga apa-apa, ga enak kalau terpaksa gitu saya juga, paling dalam waktu dekat ini bakal ada berita heboh, saya permisi deh kalo gitu !” Imron bersiap pergi sambil membawa peralatannya meninggalkan Ivana yang berdiri terpaku dengan pikiran yang kalut. Dia tidak pernah menyangka penjaga kampus ini sampai setega itu padanya. Walaupun dia kecewa dengan skandal yang dilakukan ayahnya, namun ayah tetaplah ayah yang selama ini mendidik dan membesarkannya, tentu sebagai anak berbakti dia tidak tega ayahnya harus menerima cemoohan bila hal ini tersebar. Keringat dingin sampai mengucur di dahinya saking paniknya dan dadanya serasa sesak karena menerima kenyataan ini.“Tunggu Pak !” cegah Ivana setelah Imron berjalan beberapa langkah meninggalkannya “saya…saya…” dia tak sanggup meneruskan kata-katanyaImron berbalik dan mendekati gadis itu lagi“Gimana Non, udah dipikir baik-baik nih ?” tanyanya dengan nada mengejek “Non mau kan jadi anak berbakti, nah sekarang ini waktunya Non ngebales kebaikan orang tua Non, ya kan ?” “Baik..baik…saya bersedia melakukan apapun, tapi tolong jangan perkosa saya, saya masih perawan” mohonnya mengiba.“Hmm…bener nih ya, jadi ngapain aja mau kan asal ga diperawanin ?” Imron minta kepastiannya.Ivana menganggukkan kepalanya dengan berat, dia menggigit bibir bawah sebagai rasa putus asa tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelamatkan reputasi papanya.“Oke deh, kalau emang Non setuju ayo kita masuk ke sana untuk berunding !” Imron mengajak Ivana masuk ke poliklinik itu “Ayo tunggu apa lagi, mau ada yang liat apa !” panggilnya pada Ivana yang masih ragu memasuki ruangan itu.Gadis itupun terpaksa menuruti perintah Imron. Di dalam ruang itu terdapat sebuah ranjang pasien, lemari berisi obat-obatan, dan beberapa perabotan lainnya. Imron menyuruhnya duduk di tepi ranjang. Jantungnya berdebar-debar karena takut dan malu menjadi korban pelecehan seksual oleh pria tidak bermoral ini.“Rileks aja Non, kalo dinikmatin lama-lama juga asyik kok hehehe…!” ucapnya sambil memegang pundak Ivana.“Disini gak ada siapa-siapa lagi, jadi Non ga usah malu-malu gitu” katanya lagi, tangannya mulai menggerayangi kedua buah dadanya dari balik pakaiannya “toked Non montok juga yah, ukurannya berapa nih” Setetes air mata menetes dari matanya meleleh di hidungnya yang bangir. Itu adalah pertama kalinya dia dilecehkan seperti itu, namun tak dapat dipungkiri saat itu juga pertama kalinya dia terangsang secara seksual“Liat dalemnya yah Non” katanya seraya memegang bagian bawah kaosnya bersiap untuk menyingkapnya.“Jangan Pak, tolong sudah, sampai sini saja saya mohon !” katanya terisak sambil menahan tangan Imron yang mau membuka bajunya.“Mau berubah pikiran nih ? tau akibatnya kan ?” tanya ImronDengan sangat terpaksa Ivana pun melonggarkan pertahanannya sehingga Imron melucuti kaosnya. Gadis itu kembali menyilangkan tangan ke dada menutupi daerah yang tinggal tertutup bra warna krem itu. Dengan mudah Imron menyingkirkan tangan Ivana yang menghalanginya, lalu cup bra itu diangkatnya sehingga payudara 34B dengan puting kemerahannya itu terekspos jelas.“Waw…bagus banget, putih bulet gini, kenceng lagi !”Ivana mendesis ketika kedua tangan kasar penjaga kampus itu menggerayangi kedua gunung kembarnya bersamaan, jari-jarinya bergerak liar mempermainkan putingnya sehingga benda itu mengeras. Disamping perasaan-perasan tidak enak tadi, Ivana tidak bisa menyangkal sensasi nikmat ketika pertama kalinya buah dadanya diremasi oleh tangan pria. Kemudian Imron melepaskan sepatu dan branya dan mengangkat kakinya ke ranjang hingga tubuh mulus itu terbaring topless.“Tiduran aja Non biar enak, biar Bapak yang kerja” katanya “udah jangan nangis terus, pokoknya asal Non nurut semuanya bakal beres” tangannya menyeka air mata yang membasahi pipi Ivana.Seperti dokter dia masih berdiri di sebelah ranjang itu, lalu dia membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudara Ivana. Dilumatnya payudara itu dengan kenyotan dan gigitan-gigitan ringan. Hal itu menyebabkan Ivana menggeliat-geliat dan mengeluarkan desahan, perasaannya terombang-ambing dalam kekecewaan, ketakutan dan kenikmatan yang tak bisa dibendungnya. Hisapan pria itu pada putingnya menaikkan libidonya walaupun itu diluar kehendaknya. Ivana hanya bisa pasrah saja, tangannya meremas-remas rambut Imron karena rasa geli akibat kenyotan Imron pada payudaranya, payudara yang lain juga sedang diremasi tangan Imron, nampak jari-jarinya menggesek-gesek putingnya memanaskan birahi gadis itu. Desahannya bercampur dengan suara tangis sesegukan. Imron kini membuka bajunya sendiri hingga yang tersisa cuma celana dalamnya saja. Ivana dapat melihat tubuh pria itu yang berisi dengan luka gores di dadanya serta sesuatu yang menggelembung di balik celana dalamnya.“Jangan, jangan Pak, tadi kan udah janji” Ivana memelas dan merapatkan badan ke kepala ranjang sambil memeluk guling menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.“Oh, tenang Non, tenang saya kan pengen ngerasain hangatnya badan Non aja, bukannya merawanin, kalo ga buka baju mana bisa ya kan ?” bujuknyaDia lalu naik ke ranjang dan serta merta membujuk Ivana agar tidak panik karena baginya menikmati korban harus terlebih dulu membuatnya takluk, itulah yang menjadi kepuasannya. Dengan kata-kata halus dicampur sedikit ancaman, akhirnya gadis itu merelakan juga celana panjangnya dilucuti Imron. Paha Ivana yang putih mulus yang dulu pernah membuat Imron menelan ludah itupun kini terlihat jelas. Bulu kuduk Ivana merinding merasakan belaian tangan kasar Imron pada kulit pahanya.“Hmmm…Non emang sempurna banget, punya body montok gini siapa yang ga ngiler” gumam Imron sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuh Ivana. Keduanya kini tinggal memakai celana dalamnya saja, bulu kemaluan Ivana yang lebat itu sedikit terlihat melalui celana dalam kremnya yang tipis. Imron kembali menjinakkan Ivana, diambilnya bantal yang dipakai menutupi tubuhnya dan dibaringkannya kembali gadis itu. Lalu Imron menindih tubuhnya, dipeluknya tubuh Ivana dan diresapi kehangatan dan kemulusannya. Ivana dapat merasakan benda keras di balik celana dalam Imron bersentuhan dengan daerah kemaluannya. Ivana memalingkan wajah ketika Imron menyentuh bibirnya, tapi ruang gerak yang terbatas Imron berhasil juga melumat bibirnya.“Mmhh…uummm !” gumamnya saat menciumi Ivana dan berusaha memasukkan lidahnya ke mulut gadis itu yang masih menutup.Ivana sendiri dapat merasakan hembusan nafas pria itu pada wajahnya, panas dan bau rokok. Dia merasa tidak enak dengan nafas Imron yang bau rokok itu tapi toh pertahanannya bobol juga karena sulit bernafas dan Imron terus merangsangnya dengan menggerayangi tubuhnya. Lidah Imron pun mulai bermain-main di rongga mulutnya, Ivana tidak sanggup lagi mengelak darinya karena setiap kali lidahnya bergerak yang terjadi adalah saling beradu dengan lidah Imron sehingga diapun membiarkan lidah Imron menari-nari di mulutnya. Matanya terpejam dengan air mata membasahi kelopak matanya. Percumbuan itu membuat nafasnya makin memburu, badannya bertambah panas, perasaan aneh yang baru pernah dialaminya, yang lazim disebut birahi. Ciuman Imron lalu merambat ke dagu, leher, juga telinganya, hal ini membuat birahi Ivana makin tak terbendung saja, terlihat dari badannya yang sudah mulai rileks menikmati setiap rangsangan yang diberikan.“Enak kan Non rasanya ?” tanya pria itu waktu menjilat telinga Ivana.“Eengghh…sudah Pak…jangan…diterusin” Ivana mendesah antara menolak dan tidak.Tangannya semakin liar menggerayangi tubuh gadis itu, kini sudah mulai memasuki celana dalamnya dan menyentuh permukaannya yang berbulu. Tubuh Ivana tersentak saat jari-jari Imron meraba bibir kemaluannya, seperti ada sengatan listrik yang membuatnya berkelejotan.“Jangan Pak…jangan disana” Ivana mengiba sekali lagi“Hushh-hush-hush tenang Non, enjoy aja, cuma pegang-pegang aja kok !” kembali Imron melumat bibir Ivana untuk membungkamnya.Tubuh Ivana pun bergetar, dari mulutnya yang sedang dicumbu Imron terdengar desahan tertahan. Dia harus mengakui bahwa dirinya terangsang berat sekalipun nuraninya menolak, memang suatu dilema yang membuatnya bingung sehingga perasaan itu cuma bisa dicurahkannya lewat air mata. Daerah bibir kemaluannya semakin basah seiring dengan gesekan jari-jari Imron yang semakin intens. Lidahnya tanpa sadar membalas lidah Imron yang sejak tadi mengorek-ngorek mulutnya, saling jilat dan saling beradu. Hal itu berlangsung lima menitan lamanya. Kemudian Imron duduk di ranjang dengan bersandar di kepala ranjang, tubuh Ivana yang sudah tinggal bercelana dalam itu didudukkan diantara kedua kakinya, lengan kokohnya mendekap tubuh mulus itu dari belakang. Kembali mereka pun terlibat dalam percumbuan mesra, Imron setengah paksa menengokkan wajah Ivana ke samping, dari belakang mulutnya kembali melumat bibir gadis itu yang tipis dan mungil. Sambil berciuman tangan kanan Imron memasuki celana dalam Ivana dari atas, dari luar nampak gumpalan yang bergerak-gerak pada bagian kemaluan yang masih tertutup celana dalam itu, tangan kirinya dengan liar mempermainkan payudara gadis itu. Sesekali Ivana menggeliat-geliat karena rasa geli pada pangkal pahanya itu, bagaimana tidak, Imron begitu lihai memainkan jarinya menekan, memutar-mutar, dan menggosok bagian sensitif itu, salah satu jurus andalannya dalam menaklukkan mangsanya. Lendir kewanitaannya membasahi jari Imron dan bagian tengah celana dalamnya. Tiba-tiba terdengar suara gedoran dari jendela di samping mereka yang mengejutkan keduanya. Disana ada Pak Kahar, seorang satpam kampus yang kebetulan lewat, secara tak sengaja dia mendengar suara desahan dari dalam sehingga membuatnya penasaran dan melihat apa yang terjadi di dalam, maka dia mengambil bangku tinggi dan mengintip dari samping poliklinik lewat ventilasi diatas jendela bertirai itu.“Hei…lagi asyik nih Pak Imron, ikutan dong !” serunya dari sana.Imron lega ternyata yang menangkap basah itu sama bejat seperti dirinya, tapi tidak halnya dengan Ivana. Gadis itu tentu saja panik lagi, ini berarti dia harus mengalami hal yang lebih memalukan lagi.“Tenang Non, ini diluar perkiraan kita, dia baru tau skandal Non aja, sekarang Non nurut aja ke saya, kalo Non macem-macem bisa-bisa skandal bapak Non bocor juga !” Imron membujuk Ivana.Ivana tertegun, dia mempertimbangkan kata-kata Imron untuk melindungi ayahnya, satu-satunya cara adalah mengorbankan dirinya sendiri. Dia termenung sambil menutupi tubuhnya dengan bantal, sementara Imron turun dari ranjang membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu. Imron membuka pintu, tapi yang muncul disana bukan hanya Pak Kahar sendirian tapi juga ada Pak Mamad, karyawan kampus yang biasa mengurus kebun, berusia diatas 60an dan bertubuh kerempeng dengan kepala sudah hampir putih.“Wah-wah lagi ada rejeki kok ga bagi-bagi sih Pak Imron !” kata Pak Kahar“Hahaha…tenang aja saya juga baru pemanasan kok, jadi hidangannya masih segar !” disambut gelak tawa mereka.Imron pun mengajak mereka masuk dan mempertemukan mereka pada korbannya. Mata keduanya memandang nanar pada tubuh mulus Ivana yang sudah setengah telanjang itu, bantal yang didekapnya hanya cukup menutupi tubuh bagian atasnya saja, dan hal ini tentu membangkitkan ketiga pria di ruangan itu. Kedua pria yang baru datang itu membuka pakaian mereka hingga bugil.“Wah gila ini kan Ivana, anaknya dosen itu, kok bisa kaya gini sih ?” kata Pak Mamad seakan tidak percaya apa yang dilihatnya.“Udahlah ga usah banyak cingcong, pokoknya dia ridho kok digituin, nikmatin aja deh !” kata Imron.“Bening banget nih si Non ini, duh saya jadi kesengsem berat” kata Pak Kahar. Mereka semakin mendekati Ivana sehingga jantungnya makin berdebar-debar, belum lagi melihat kemaluan mereka yang telah mengacung tegak itu. Tubuhnya gemetar dan makin menyudut ke kepala ranjang.“Jangan Pak…saya mohon !” mohonnya dengan suara bergetar.“Ayo Non, santai aja, ntar juga keenakan kok !” sahut Imron sambil menarik pergelangan kaki gadis ituPak Kahar menarik bantal yang dipakai Ivana melindungi tubuhnya. Mata mereka seperti mau copot saja melihat keindahan tubuh Ivana dengan payudaranya yang montok. Sebentar saja tangan-tangan hitam kasar itu sudah berkeliaran di pelosok tubuh Ivana. Di tengah serbuan itu, Ivana menangis dan memohon agar mereka tidak berbuat lebih jauh. Namun percuma saja, mereka tidak peduli, sebaliknya bertambah nafsu karena rontaannya. Posisinya kini terduduk di tepi ranjang dan dikerubuti tiga pria itu. Tangan keriput Pak Mamad mengelus-elus payudara kirinya, sesekali putingnya dipencet dan dipilin-pilin dengan jarinya. Pak Kahar di sebelah kanannya juga sedang meremas payudara yang satunya sedangkan tangan lainnya membelai punggungnya. Selain itu satpam yang berkumis tipis seperti tikus itu juga mengendusi tubuh Ivana di sekitar leher dan tenguk. Harum tubuhnya yang terawat itu menyebabkan nafsu pria itu terpicu dengan cepat, kemudian lidahnya keluar menjilati telak leher jenjang itu sehingga gadis itu menggelinjang. Imron sendiri naik ke ranjang dan mendekapnya lagi dari belakang, mulutnya menelusuri sisi lain dari leher dan pundak Ivana.“Enngghh…ssshh !” desis Ivana merasakan kulit lehernya digigit-gigit kecil dan dihisap-hisap di kedua sisinya oleh Imron dan Pak Kahar.Saat itu juga Ivana mulai merasa celana dalamnya dipeloroti hingga akhirnya lepas dari tubuhnya. Pak Kahar yang melihat nanar kemaluan Ivana yang tertutup bulu-bulu hitam lebat mengalihkan sasarannya, kini dia mengambil bangku di ruang itu dan duduk di depan gadis itu. Mula-mula dicium-ciumnya paha mulus Ivana disertai sedikit jilatan, kemudian mulutnya terus merambat ke kemaluan gadis itu.“Oooh…jangan disitu !” desahnya ketika merasakan lidah pertama yang menyentuh vaginanya, tubuhnya seperti tersengat listrik merasakan sensasi itu, rasa malu dan terhina menderanya namun dibarengi juga dengan rasa nikmat.Pak Kahar membenamkan wajahnya ke selangkangan Ivana, lidahnya dengan rakus menjilati bibir kemaluannya dan menggelikitik klitorisnya, sementara tangannya meremas buah dadanya. Tanpa terasa Ivana malah membuka lebih lebar pahanya sehingga jilatan Pak Kahar semakin terasa. Pria itu menyibak bibir kemaluan itu dengan jarinya sehingga terlihat dalamnya yang merah. Di tempat lain Pak Mamad, pria tua itu sedang sibuk mengenyoti payudara kirinya sambil tangannya bergerilya mengelusi tubuhnya.“Cup…cup…ssreepp !” terdengar payudara itu disedot-sedot oleh mulutnya yang sudah ompong.Dari belakang Imron tidak henti-hentinya melumat bibir gadis itu, sudah cukup lama dia mengorek-ngorek mulut gadis itu dengan lidahnya sampai ludah mereka sudah membasahi daerah sekitar mulut. Ivana tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima saja apa yang diperbuat mereka padanya, dari mulutnya terdengar suara desahan yang tertahan. Setelah sepuluh menit vaginanya dijilati Pak Kahar, dia merasakan adanya suatu dorongan yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar yang tidak bisa ditahannya. Untuk pertama kalinya dia mengeluarkan cairan cinta dari kemaluannya, cairan itu diseruput oleh Pak Kahar dengan nikmatnya.“Emmpphh…ummm…!” erangnya tertahan sambil meremas rambut Pak Kahar.Tubuhnya lalu melemas seperti kehilangan tenaga tapi bukan lelah, suatu perasaan aneh yang lain dari biasanya bagi pemula seperti Ivana. Pak Mamad akhirnya melepas kenyotannya pada payudara gadis itu meninggalkan sisa-sisa ludah dan bekas cupangan.
Posted on: Thu, 11 Jul 2013 08:45:10 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015