Belajar, menuntut ilmu itu bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun. Tetapi belajar di sebuah lembaga pendidikan, sekolah, perguruan tinggi atau pesantren, memberi keuntungan lebih. Proses belajar-mengajar terstruktur dan terencana dalam kurikulum dan silabus. Pengajar juga berkompeten dalam bidangnya. Waktu pembelajaran khusus sehingga murid bisa fokus mempelajari subyek pelajaran. Tentu masa belajar di institusi formal itu dibatasi waktu. Belum selesai mempelajari ini itu kita harus pergi. Meskipun telah dinyatakan lulus, bahkan menyandang gelar sarjana atau master, kita merasa belum cukup menguasai ilmu yang kita pelajari. Masih banyak buku dan jurnal yang belum kita baca sewaktu kita kuliah. Dinamika perkembangan ilmu dan perubahan lingkungan yang cepat mengharuskan kita untuk terus menambah ilmu. Berbahagialah orang yang rajin mencari dan menambah ilmu, lewat buku, media massa, kajian dan ragam media lainnya, di luar bangku sekolah. Pada dasarnya semakin banyak membaca, kita merasa semakin bodoh. Kita menjadi tahu bahwa banyak bidang yang belum kita ketahui. Lantas kita pun terangsang untuk membuka tabir-tabir yang selama ini masih tertutup. Pengetahuan itu nur pencerah. Orang yang menuntut ilmu laksana berhijrah, dari tidak tahu menjadi tahu, dari gelap menuju terang (minna dzulumatin illa nuur). Sebaliknya orang yang merasa cukup dan tak mau menambah lagi khasanah pengetahuannya menutup pintu-pintu kesempatan untuk menjadi tahu ini itu. Long life education, kata orang Inggris. Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat, sabda Nabi. Di hari kiamat kelak orang yang berilmu akan ditanya sejauh mana dia mengamalkan ilmunya. Orang yang bodoh mungkin juga akan ditanya mengapa tak mau belajar padahal ada kesempatan. Misalnya kalau kita tidak bisa membaca Al Quran mengapa kita tidak mau belajar agar bisa membacanya. Wallahu alam.
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 11:51:39 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015