Berhala Politik Itu Bernama Jokowi Oleh: Arif Kurniawan | 06 - TopicsExpress



          

Berhala Politik Itu Bernama Jokowi Oleh: Arif Kurniawan | 06 August 2013 | 11:53 WIB Berhala itu bernama jokowi. Terdengar sadis dan mengerikan, buat beberapa orang yang faham akan nilai pengkultusan individu. Saya masih ingat ketika cerita babad tanah jawa di perdengarkan atau di pagelarkan oleh beberapa seni ketoprak seperti siswo budhoyo atau Sri kencono asal pathi. Nilai sakralisme mencoba di pertontonkan dan menjadi asik ketika para penonton mulai masuk dalam alur cerita itu. Adanya wali songo yang super duper huebat atau penokohan saridin alias syekh jangkung yang kehebatannya membuat iri sunan kudus. Kesemua itu tidak lepas dari memandang orang dengan sisi stagnasi. Cara padnang yang puritan, serta tidak mau melihat nilai lain. Kalau saya bisa katakan itu adalah nilai eksklusifisme tingkat Dewa, parahnya minta ampun. Coba kita telisik lebih meng-history aja ya. Asal sebuah berhala bernama lata uzza hubal dan manat itu tidak lepas dari fanatisme orang terhadap sosok lata uzza hubal dan manat. Beberapa sumber mengatakan para berhala itu adlaah orang yang sholeh dan taat beribadah pada Tuhan. Karena kebaikan hati dan budi pekerti yang baik, maka mereka akhirnya di puji dan di sanjung berlebihan. Maka lama kelamaan mereka dijadikan berhala sesembahan untuk dekat dengan Tuhan pencipta maka mereka menggunakan patung berhala itu sebagai mediasinya. Jokowi jadi berhala mungkin tidak se ekstrim kisah tersebut diatas, hanya orang bodoh yang memelintir kiasa itu. Penyembahan pada jokowi adlaah bentuk sakralisme seorang jokowi dengan berbagai cara untuk menciptakan sosok yang luar biasa, hebat, sakti dan keramat. Memang sudah menjadi naluri manusia untuk mencari sebuah figur atau sandaran. Terlebih lagi ketika orang Indonesia lebih suka pada hal-hal mistis, saklar dan unik yang berbau penghambaan. Nilai ini kemudian di balut sedemikian rupa hingga bercabang dalam pola pikir dan cara pandang beberapa oknum orang Indonesia. Yang terjadi si Jokowi yang tadinya hanya seorang wali kota biasa menjadi gubernur DKI. Dan hal itu mau diulangi lagi dengan mencoba membangun kembali sakralisme itu untuk pilpres 2014. Apa salah dia nyalon untuk pilpres? Tidak salah, bahkan boleh. Saya tidak menyalahkannya jadi perlu diingat bagi fans jokowi telaah kritis ini bukan untuk menjatuhkan dan menghujat si idolamu tetapi ini adlaah otokritik terhadap sebuah cara pandang. Saya salut dengan Jokowi, akan tetapi apakah saya akan mempunyai cara pandang yang salah? Atau membiarkan orang lain salah dalam cara pandangnya? Tentu saja tidak. Sesungguhnya menganggap benar dan sah sesuatu tanpa melihat dan mengkritisi itu adalah bagian dari penghambaan. Jika para fans jokowi membela dengan berapi-api atau dengan strategi bulying, maka disitulah dimulai penghambaan terhadap sosok capres yang versi media dia populer. Lucunya para penghamba ini mengatakan dengan PD akan majunya si jokowi, padahal si jokowi ogah maju, karena tau mungkin, dia belum mampu mengurus orang Indonesia yang sedemikian banyak ragamanya. Jokowi sosok yang low profile, dia bisa di imbangi oleh si ahok. Akan tetapi Indonesia ini tidak seperti miniatur Jakarta, la kok enak orang bilang Jakarta=Indonesia, apa mereka tidak lihat tentang papua, aceh, kalimantan, jawa. Tidak semudah itu membangun Indonesia dengan gertak sambal ala ahok atau blusukan ala jokowi. Denger-denger pula habisnya blusukan lebih banyak dari pada prestasi yang di torehkan. Ketika di kritik si kokoh teriak-teriak, ditunggangilah, di intervensilah. Santai aja kok mas, biarkan opini berkembang dan fakta membuktikan terbantahnya opini itu. Maka, menjadikan jokowi sebagai manusia biasa adlaah lebih baik dari pada menjadikan dia sebagai berhala politik. Karena ketika jatuh, maka si jokowi tidak akan mati nelangsa. Dia bisa belajar untuk terbang lagi. Bukan diterbangkan oleh media atau fans “jokowi mainded” *.kompasiana/post/politik/2013/08/06/berhala-politik-itu-bernama-jokowi/
Posted on: Tue, 06 Aug 2013 17:12:45 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015