Bisnis Global Merambah Bisnis Sosial Sekitar setahun yang lalu - TopicsExpress



          

Bisnis Global Merambah Bisnis Sosial Sekitar setahun yang lalu Microsoft membeli Yammer, sebuah perusahaan penyedia layanan jejaring sosial yang berusia empat tahun dan telah menggunakan model "freemium" untuk membantu meningkatkan penjualan. Sebanyak 85 persen penggunanya berasal dari perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500, dengan nilai sebesar $1,2 miliar (Rp11,7 triliun). Microsoft membeli Yammer karena tidak ingin terlambat masuk ke bisnis sosial, seperti halnya saat mereka terlambat masuk ke bisnis internet pada 1990-an. Akuisisi ini penting karena akan semakin mengukuhkan bisnis sosial sebagai pasar utama, dan menandai awal dari konsolidasi industri yang tak terelakkan. Makin banyak orang memiliki akun Facebook dan hubungan pertemanan telah menjadi semakin sosial. Sekarang saatnya untuk bisnis sosial. Teknologi sosial, platform, strategi dan program kini mengendalikan keputusan bisnis di banyak perusahaan global. Tidak lama lagi, sosial akan dipandang sebagai sebuah tren. Ada beberapa definisi bisnis sosial. Perusahaan riset International Data Corp (IDC) mendefinisikan bisnis sosial sebagai organisasi yang menerapkan teknologi sosial dan perubahan organisasi, budaya dan proses untuk meningkatkan kinerja bisnis. Definisi lain melibatkan penyampaian kepada pelanggan, perusahaan dan nilai sosial melalui inovasi dan kolaborasi yang diaktifkan oleh teknologi sosial dalam ekosistem perusahaan, bisnis, mitra, pelanggan dan pemasok. Bisnis sosial berkembang pesat, meskipun definisi pasar dan proyeksi bervariasi. Menurut IDC, bisnis sosial di seluruh dunia, juga disebut sebagai segmen "perusahaan kolaborasi sosial" dan "perusahaan jejaring sosial”, mencapai $1 miliar (setara Rp9,77 triliun) tahun lalu, yang berarti 25 persen lebih tinggi dari 2011. Antara 2011 dan 2016, IDC memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan dalam pengeluaran melebihi 42 persen. Sebagai perbandingan, perusahaan riset Forrester memproyeksikan peningkatan pengeluaran bisnis sosial pada tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 61 persen hingga 2016, sementara pasar akan mencapai $6,4 miliar (Rp62,5 triliun). Deloitte, di sisi lain, telah mengidentifikasi lima manfaat utama dari bisnis sosial: mengidentifikasi keahlian, memfasilitasi kolaborasi lintas-batas, menjaga memori institusional, memanfaatkan pengetahuan yang diberikan dan menemukan peluang. Dengan menghubungkan orang di seluruh lapisan hierarki, alat bisnis sosial juga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. Menurut sebuah laporan dari Software Insider, aplikasi utama melibatkan sumber daya manusia dan inovasi/manajemen produk, layanan dan dukungan, dan manajemen proyek. Research & Markets mengindikasikan bahwa bisnis sosial memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan sebesar 38 persen dan mencapai pengembalian investasi dari 108 persen. Survei terhadap 300 eksekutif senior, PulsePoint Group dan The Economist Intelligence Unit menemukan bahwa perusahaan yang terjun ke bisnis sosial empat kali lebih efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang tidak. Salah satu dampaknya adalah peningkatan produktivitas. Saat ini, karyawan sering bekerja dalam tiga media yang berbeda: email, aplikasi bisnis dan teknologi sosial. Aplikasi bisnis sosial dapat mengintegrasikan fungsi-fungsi tadi dengan kemampuan seperti mendorong informasi relevan dan yang dapat disesuaikan ke para karyawan. Menurut McKinsey & Co, 28 persen pekerja yang bekerja di jam kerja kantor menghabiskan waktunya untuk mengelola email dan hampir 20 persen menghabiskan waktunya untuk mencari informasi atau karyawan dengan pengetahuan atau keahlian yang dibutuhkan. Hasilnya, McKinsey memperkirakan bahwa total "penciptaan nilai" tahunan, mulai dari pengembangan produk dan operasi, pemasaran, penjualan hingga dukungan setelah penjualan dari bisnis sosial adalah sekitar $900 miliar (setara Rp8,8 kuadriliun) hingga $1,3 triliun (setara Rp12,7 kuadriliun). Keuntungan dalam bisnis ini begitu besar, terutama dari peningkatan kolaborasi. Setidaknya 6 dari 10 perusahaan Fortune 100 menggunakan platform bisnis sosial (misalnya IBM Connections, Jive Sosial Intranet, Microsoft SharePoint dan Yammer). Diperkirakan ada setidaknya 50 persen dari perusahaan global akan mengadopsi kerjasama sosial pada akhir 2013. Beberapa perusahaan ini meliputi perusahaan perhiasan terkenal Harry Winston, Kimberly-Clark, Cemex, T-Mobile, Prudential Insurance, Fluor Corp, Lowe Home Improvement, LeasePlan, GlaxoSmithKline, Rio Tinto, Electrolux, TGI Friday dan Woolworths Ltd. Bisnis sosial terbukti sangat kuat untuk China Telecom yang membentuk tulang punggung dari strategi baru perusahaan berdasarkan "inovasi penyampaian informasi ke tengah konsumen." Pemerintah juga akan diuntungkan. Solusi Microsoft memungkinkan beberapa lembaga di negara bagian Minnesota AS untuk berkolaborasi. Platform umum bahkan memungkinkan gubernur untuk mengirimkan satu pesan yang segera diterima oleh setiap karyawan di negara bagian itu. Seperti pasar lainnya dengan potensi seperti itu, bisnis sosial telah menarik berbagai vendor. Belum termasuk perusahaan mapan seperti Microsoft, Oracle, Salesforce, Jive Software dan Communispace, ada sekitar 55 vendor yang telah menarik $ 765 juta (setara Rp7,5 triliun) dalam pendanaan modal ventura, menurut kelompok riset bisnis sosial Altimeter. Ada dua jenis vendor. Yang pertama, yang berfokus eksternal, seperti Attensity, yang menyediakan penelitian sosial dengan "mendengarkan" para pelanggan dan pasar percakapan. Lainnya, seperti Lithium, menyediakan platform untuk membangun masyarakat di sekitar sebuah masalah atau produk. Sebaliknya, mereka yang memiliki fokus internal, termasuk Jive, Yammer, IBM, NewsGator dan banyak lagi, berusaha untuk meminimalkan gesekan transaksional antara karyawan dan rantai pasokan. Akuisisi Microsoft terhadap Yammer melambangkan konsolidasi yang mengindikasikan bertumbuhnya kematangan pasar. Meski demikian, potensi pasar menghadapi beberapa masalah. Salah satunya mencakup kebingungan pasar atas seperti apa persisnya “bisnis sosial”. Beberapa perusahaan telah membuat sekat seperti "Facebook untuk perusahaan,” dan melupakan bahwa Facebook adalah untuk hubungan konsumen ke konsumen, bukan transaksi bisnis. Ketika Salesforce mencoba untuk merek dagang "usaha sosial," perusahaan tersadar oleh mereka yang mencatat bahwa perusahaan sosial hanya berlaku untuk kewirausahaan sosial, atau membantu usaha awal yang buruk. Hambatan lain melibatkan isu-isu teknis, termasuk infrastruktur komunikasi, keamanan dan manajemen jaringan (meskipun masalah ini dapat diatasi dengan layanan cloud). Namun hambatan terbesar mungkin adalah budaya. Bisnis sosial memiliki kesulitan menarik akar dalam model hirarkis dan perusahaan berbasis media. Bisnis sosial akan maksimal bekerja dalam budaya kolaboratif yang menghargai kepercayaan, proses fleksibel dan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi. Menciptakan struktur, proses, praktik, dan budaya yang diperlukan jauh lebih menantang daripada menerapkan teknologi itu sendiri. Namun, untuk mendirikan bisnis ini yang perlu diingat adalah syarat berkembangnya sebuah perusahaan. Pada 2011, IDC menanyakan 700 perusahaan mengapa mereka menggunakan teknologi sosial. Jawaban yang paling banyak melibatkan cara memperoleh pengetahuan dan mengajukan pertanyaan. Setahun kemudian, respons terbanyak melibatkan pemangku kepentingan dalam proses inovasi. Bisnis sosial kini telah menjamur di seluruh dunia. Tak pelak, persaingan dan peningkatan tuntutan untuk inovasi, akan mendorong semua perusahaan untuk membentuk bisnis sosial, saat semua interaksi menggabungkan kecepatan, skala, jangkauan dan ekonomi Internet. Pelanggan sudah semakin sosial, sekarang ini penting agar perusahaan menjadi sosial juga. Nick Wreden adalah seorang profesor di Universiti Teknologi Malaysia. Ia mengorganisir Asean Social Business Summit pada 22 Mei. Dia bisa dihubungi di [email protected] Artikel ini pertama kali muncul di The Edge Financial Daily, pada 20 Mei 2013.
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 00:57:47 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015