#CERPEN# #TRAGEDI PILU DIMALAM TAKBIR# Malam ini aku termenung, - TopicsExpress



          

#CERPEN# #TRAGEDI PILU DIMALAM TAKBIR# Malam ini aku termenung, mengingat peristiwa perih 12 tahun yg lalu. Mataku berkeliaran diluar jendela menatap langit malam itu, ribuan bintang menghiasi langit malam. Langit malam itu kian marak dikala kembang api menyala. Aku tersenyum, senyum getir. Aku tau itu. Samar2 kudengar suara takbir, syahdu ku dengar. Namun makin pilu ku rasa. Peristiwa terperih 12 tahun yg lalu membayangi fikiranku. Kala itu aku berusia 8 tahun. Masih terlalu muda jika aku harus menghadapi masalah itu. "ampun bang, cukup. Maafkan aku bang" suara ibu merintih dan terisak. Segera kuhampiri kamar ibu. Aku berdiri tegak bersama naya, adikku yg masih berusia 4 tahun. Lama aku berdiri didaun pintu kamar ibu. Jelas sekali aku melihat perlakuan bejat ayah. Ayah, pria yg aku banggakan menampar ibu dan memukul ibu sesuka hatinya. Tak sanggup aku menyaksikan semuanya. Aku berlari menghampiri ibu, dan meninggalkan naya tetap dipintu kamar ibu. "cukup yah, ayah jahat. Aku benci ayah!" pekikku. Sebuah tamparan melayang dipipiku. Tamparan pertama setelah 8 tahun aku hidup didunia. Ku tatap ayah lekat2, sesekali kulirik ibu sesenggukan. "jangan pukul anakku bang. Jangan pernah sakiti salwa. Pukul saja aku, tampar saja aku bang!". Ibu memelukku, air matanya terasa menetes ditubuhku. Tak sedikitpun aku menangis. Yg aku fikirkan hanya ibu. Ayah berlalu meninggalkan kami. Malam takbir terperih yg aku alami. Ayah keluar dan menghempaskan pintu rumah. Naya terkejut dan menangis sejadi2nya. Kulepaskan pelukan ibu, kuhampiri naya. Ku gendong menuju ibu. Kami berpelukan, ibu menangis. Namun aku hanya terdiam. Fikiranku kosong tak brarti. Idul fitri pertama tanpa ayah. Baju baru, opor ayam, kue lebaran. Tak ada artinya buatku. Masih sangat perih jika aku mengingat peristiwa semalam. * Tahun ketiga, ramadhan tanpa ayah. Sama saja. Aku tak habis fikir dengan tingkah ayah kala itu. "bu, teman2 nay udah punya baju lebaran bu. Nay juga mau". Kudengar naya merengek dikamar ibu, aku yg kebetulan melintasi kamar ibu, tiba2 saja terhenti mendengar ucapan gadis kecil itu. "sabar ya nak, ibu baru mau kerja cari uang. Kalo ibu udah punya uang, ibu akan belikan baju lebaran buat naya". Perih hatiku mendengar kata2 itu. Aku memutar otak, dan bergegas kekamarku. Celengan ayam, iya. Entah sejak kapan aku mulai mengisi tabungan ayamku. Namun aku fikir, buat beli baju naya itu sudah cukup. Ku banting celenganku. Braak. Berserakan mulai dari 500an hingga 10.000an ada beberapa lembar. "salwa?" panggil ibu. "i...yaa bu. Ini ada ayam bu. Tapi udah salwa usir kok" ucapku. Alasan yg konyol, tapi itulah adanya. Segera aku berpamitan pada ibu untuk keluar sebentar. Secepatnya aku membelanjakan uang yg aku bawa. Kubawa pulang apa yg aku beli. Baju merah, rok dan sepatu. Aku simpan baik2. Tengah malam ketika ibu terlelap, kuletakkan apa yg aku beli siang itu diranjang ibu. Setelah itu barulah aku melanjutkan tidurku. Pagi2 sekali kudapati senyum manis adikku. Akupun ikut senang melihatnya. Ibu menghampiriku, "salwa, gak seharsnya kamu membelanjakan uang tabunganmu nak. Kamu dan naya itu tanggung jawab ibu" ibu mulai menangis. "tak usahlah ibu fikirkan salwa bu. Naya lebih penting". Aku menjawab. Aku tak ingin kembali melihat ibu menangis, aku tak mau memberatkan ibu. Akupun mencium pipi ibuku. "dek nay, coba kakak liat baju baru nya!" ucapku untuk menghibur diri saja. Sangat senang sekali kulihat naya. Sore itu ketika aku dan naya duduk dibalkon rumah, "kak, ayah kok gak pulang2 ya kak?" aku hanya diam. "kakaak, jawab pertanyaan naya dong. Ayah kemana kak?" desaknya. Kutatap gadis kecil itu, spontan aku memeluknya. "maafin kakak ya dek nay, kakak gak tau kapan ayah pulang". Hanya itu yg dapat kuucapkan, aku harap naya bisa mengerti dan tak lagi menanyakan soal ayah. ** Tahun ke 9 tanpa ayah. Naya sakit parah dan terus saja memanggil ayah. Kupeluk naya, kukecup keningnya. "kakak bakalan cari ayah dek" ucapku pendek. "bu, naya pergi" ibu memelukku dan menangis " hati2 nak" ujarnya. "jangan menangis bu, aku akan sehati2 mungkin. Jagain naya bu". Aku pun berlalu meninggalkan ibu dan naya. Sebenarnya berat hatiku untuk meninggalkan naya dengan kondisi seperti itu. Aku pun melangkah. Kemana aku bisa menemukan ayah? Sedang aku saja hanya melihatnya 9 tahun yg lalu. Aku melangkah ke kampung sebelah, ke desa selanjutnya dan ke kecamatan selanjutnya. Tanpa aku sadar, aku sudah berjalan selama 4 hari. Namun tak kutemukan dimana ayah. Selama itu hanay 1 botol air mineral yg menjadi santap sahur dan berbuka ku. Ironis, aku rela seperti ini demi adikku. Sore itu, aku putuskan untuk kembali pulang. 8 hari aku diluar. 8 hari tak kulihat naya. 8 hari aku berjuang. Sesampainya dirumah, kulihat ibu dikamarnya. Tanpa ada naya. "naya mana bu? Udah sehat ya? Alhamdulillah" aku tersenyum lega. Namun ibu tampak iba. "setelah kamu pergi hari itu, malam harinya naya meninggal nak". Aku seolah tak percaya, ku datangi makam adikku. Aku merasa bersalah. Aku mengutuk sendiri jiwaku. Malam itu takbir berkumandang, hanya ibu yg menemaniku. Ayah pergi dan naya mustahil akan kembali. Sungguh pilu jiwaku. Tak mampu ku menahan semuanya. Aku hidup, namun seperti sudah mati. Tak lagi berasa hidupku. *** Malam ini, 12 tahun yg lalu ketika ayah memutuskan untuk meninggalkan kami. Dan 3 tahun yg lalu tuhan memilih naya untuk meninggalkan kami. Aku sempat menyalahkan takdir, kenapa harus sepahit ini hidup yg aku alami. Aku masih termenung dibibir jendela kamarku. Masih sakit terasa. Masih jelas dalam ingatanku saat ayah menampar ibu, saat ayah memkuli ibu. Dan juga saat ayah menamparku. Saat yg kulihat hanya tumpukan tanah dimakam naya. Semua kejadian tergambar jelas dihadapanku. Lamunanku buyar ketika ibu menghampiriku. Kupeluk ibu, untuk pertama kalinya aku menangis dalam pelukan ibu sepeninggal ayah. Kupeluk erat dan menangis sejadi2nya. Kuharap ibu mengerti akan rasaku kala itu. 12 taahun kupendam semua sedihku. 12 tahun kusimpan semua piluku. "ibu faham nak" ucapnya sambil melepaskan pelukanku. Kutatap ibu dalam2. Dia yg selalu berkorban buat aku, dia yg selalu memberikan yg terbaik buatku. Dan dia yg rela ditampar dan dipukul ayah demi aku. Kembali kupeluk tubuh yg kian renta. "maafin ibu sayang, ibu belum bisa buat kamu senang" ibu terkulai di pelukanku. Aku menangis, kulepaskan pelukan ibu. Tapi apa, ibuku meninggal. Tepat dipelukanku dimalam takbir. Aku tak kuat menghadapinya. Ketika orang2 berdatangan. Aku pingsan. Dan dihari yg suci ini aku merayakan idul fitri bersama 2 onggok tanah orang2 yg aku sayang. Juga bayanyan masa lalu tentang ayah. Tragedi pilu beruntut dimalam takbir. Perih, hancur bathinku, musnah jiwaku. END
Posted on: Wed, 07 Aug 2013 04:13:58 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015