CHERRY BLOSSOM -Warning rate M (for bloody - TopicsExpress



          

CHERRY BLOSSOM -Warning rate M (for bloody sceen) Ch.1 Tangan kecil itu menggenggam sebuah pisau yang berkilat... Tayuya terbangun dari tidurnya. Wajahnya pucat dan berkeringat. Mimpi buruk itu membangunkannya. Selama ia hidup, ia belum pernah bermimpi buruk. Berlebihan memang, tapi itulah kenyataannya. Oleh karena itu, ia sangat kaget ketika untuk pertama kalinya mendapat bunga tidur mengerikan yang oleh banyak orang sering disebut dengan nightmare. Dengan pisau berkilat itu, tangan kecil itu mengambil nyawa lagi... Nyawa seseorang... Jirobou! Tayuya mengguncang-guncang seorang pria bertubuh besar yang adalah suaminya. Pria yang sedang tertidur di sebelahnya itu diam saja, seolah masih tertidur nyenyak. Sekali lagi Tayuya mengguncang-guncang pria itu. Ia merasa gusar. Mimpi itu terasa begitu nyata. Seolah-olah mimpi itu memang terjadi di sini. Dengan pisau itu, tangan kecil itu memisah-misahkan bagian-bagian tubuh korbannya, namun ia tetap merangkai tubuh itu seolah-olah sang korban tidak mengalami pembunuhan... Dengan segenap tenaganya, Tayuya mengguncang-guncangkan tubuh suaminya, berharap suaminya itu akan bangun dan kemudian menenangkan dirinya yang sedang dilanda ketakutan. Namun sesuatu yang di luar dugaannya terjadi. Kepala Jirobou menggelinding dan jatuh dari ranjang. Berdarah-darah. Ia tidak membersihkan sisa-sisa darah dari tubuh korban. Ia tidak peduli apakah orang yang menemukan sang korban akan ketakutan setengah mati... Tayuya menjerit sekeras-kerasnya, kemudian ia menangis dan menelungkupkan kepalanya pada tubuh Jirobou yang ternyata sudah tak bernyawa, diam dan dingin, terpisah-pisah meski masih diletakkan dalam suatu kesatuan yang utuh. Lalu ia menghilang dalam gelapnya malam, seolah-olah ditelan kabut dan sinar bulan sabit. Ia hanya meninggalkan sebuah tanda. Sehelai kelopak bunga sakura... . . . CHERRY BLOSSOM Disclaimer : Masashi Kishimoto mysticahime™ 2010© . . . Bunyi deritan pintu membuat Uchiha Sasuke mendongakkan kepala dari surat kabar yang sedang dibacanya selama tigapuluh menit terakhir ini. Begitu melihat siapa yang masuk ke ruangannya, sebuah senyum tipis terulas di bibirnya. Kau sudah pulang, Sakura, katanya, kemudian meraih Sakura ke dalam pelukannya. Sakura diam saja menghadapi perlakuan Sasuke. Beberapa saat kemudian ia menempelkan tangan mungilnya yang bersimbah darah ke lengan Sasuke, tepat mengenai lengan kemejanya yang putih bersih. Astaga, kau kotor sekali. Sasuke mengamati Sakura. Sakura adalah sebuah boneka porselen putih yang hidup dengan rambut berwarna bubble gum. Tingginya hanya sekitar dua setengah kaki. Tubuh kecilnya dibalut oleh gaun lolita berwarna merah tua dengan detil pita di beberapa bagian. Kaki kecilnya ditutupi oleh sepatu lolita berwarna hitam dengan hiasan bunga mawar. Mata jade-nya tidak mengandung emosi, ia hanya menatap Sasuke dengan pandangan kosong. Aku akan membersihkan diri, katanya kemudian, lalu berlalu dari hadapan Sasuke. Setengah jam kemudian, Sakura menghampiri Sasuke yang sedang menghirup tehnya di depan perapian. Dengan cekatan, boneka mungil itu memanjat sofa tempat Sasuke duduk dan ikut duduk di sebelahnya. Sasuke melirik Sakura yang kini tampak bersih. Bagaimana tugasmu kali ini? Sasuke memulai pembicaraan. Bila semua orang mengetahui bahwa Tuan Uchiha ini tidak suka berbicara, bonekanya, Sakura, lebih pendiam lagi. Sakura baru akan berbicara bila seseorang mengajaknya berbicara, atau bila ada yang bertanya kepadanya. Benar-benar sebuah boneka. Biasa saja, jawab Sakura. Ia mengambil cangkir teh dari tangan Sasuke dan meneguk sedikit isinya. Apakah Tuan Jirobou menyulitkanmu? Sasuke ingin tahu. Sakura mendengus mendengar kata-kata Sasuke. Ia bahkan sedang tertidur lelap tanpa sempat sadar lagi. Sepasang mata onyx Sasuke melirik jam kuno yang diletakkan di dekat pintu masuk. Kedua jarumnya menunjuk ke angka dua belas. Sudah tengah malam. Begitu... Sasuke menggumam. Memang sudah waktunya bagi orang-orang untuk hanyut dalam mimpinya masing-masing... Mereka bukan vampir sepertimu, ujar Sakura sambil menggoyang-goyangkan kakinya dari tepi sofa. Sasuke tertawa mendengar kata-kata Sakura. Vampir? Aku? Lagi-lagi ia tertawa. Sakura mendelik kesal dengan mata jade-nya, membuat Sasuke berhenti tertawa. Aku hanya manusia biasa. Tapi kau tak pernah tidur, tuntut Sakura. Memang. Sasuke mengambil cangkir keramik dari kedua tangan mungil Sakura, kemudian mengisinya lagi dengan cairan kental berwarna coklat bening dengan aroma melati dan asap putih lembut yang mengepul-ngepul dari permukaannya. Lalu ia meneguk isi gelas itu hingga habis dan meletakkan cangkir itu di sisi poci teh keramik yang berada di atas meja. Boneka kecil itu hanya diam dan mengamati setiap gerakan Sasuke. Bibir porselennya terkatup rapat, seolah-olah tidak mau mengucapkan sepatah katapun. Lagi-lagi kau melakukan tugasmu dengan baik, Cherry Blossom-ku... Sasuke menarik tubuh Sakura ke atas pangkuannya. Kemudian tangan kanan Sasuke membelai-belai pipi kiri boneka mungil itu. Membunuh adalah tujuanku diciptakan, bukan begitu, Tuan Sasuke? Dengan suara melengking indah, Sakura menjawab perkataan Sasuke. Pria berambut emo biru tua itu hanya tersenyum dan menepuk-nepuk kepala Sakura yang ditutupi rambut pink yang pada bagian ujungnya mengikal. Sudah larut malam, kau harus beristirahat. Ia menurunkan Sakura dari pangkuannya. Sesaat setelah kedua kaki Sakura menyentuh permukaan lantai, boneka itu berjalan menuju tangga yang terletak di sudut ruangan. Tangga yang menuju loteng tempat kotak bonekanya disimpan. Apa yang akan kau lakukan sementara aku beristirahat? Sakura dengan rutin menanyakan hal itu pada Sasuke bila Sasuke menyuruhnya beristirahat di dalam peti boneka. Pergi dan memastikan klien kita puas dengan pelayanan jasa pembunuh bayaran Cherry Blossom, kata Sasuke sebelum menghilang dari area rumah. Sakura hanya bisa menatap sofa tempat tuannya tadi duduk selama beberapa saat, kemudian ia memanjat tangga kayu yang menuju ke loteng. Ia masuk ke dalam peti bonekanya dan tidur setelah mengunci peti itu. . . . Tugas apa lagi kali ini? Sasuke tidak langsung menjawab pertanyaan Sakura. Pria berumur delapan belas tahun itu diam beberapa saat sebelum menangkap dua helai roti bakar yang dilontarkan oleh pemanggang roti setelah mengeluarkan bunyi berdenting. Setelah melapisinya dengan mentega, Sasuke memberikan kedua roti bakar itu kepada Sakura, namun boneka itu tidak mau memakannya. Jawab dulu pertanyaanku. Begitu kata Sakura ketika Sasuke menanyakan mengapa ia tidak mau memakan roti bakar yang sudah dihidangkan oleh Sasuke. Keluarga pengusaha Hyuuga memintamu untuk menghabisi musuh mereka, pewaris utama perusahaan Konoha, Sai. Sasuke menjawab tanpa menoleh, ia terlalu sibuk menggiling biji kopi dengan penggiling biji kopi terbaru yang diperolehnya dari katalog barang-barang elektronik yang biasa dikirim ke rumah mereka setiap bulan. Cara Sasuke menjawab juga terdengar biasa saja, seolah-olah yang diucapkannya bukan merupakan hal besar, meskipun sesungguhnya hal yang diucapkannya menyangkut nyawa seseorang. Sai? Kening porselen Sakura berkerut samar di balik poni merah jambunya. Maksudmu pria berambut hitam yang terus tersenyum itu? Yang selalu kau bilang mirip denganku itu. Sasuke mendecih saat biji kopi hasil gilingannya sebagian tumpah ke lantai dapur. Sakura menggigiti pinggiran roti bakarnya tanpa minat. Mengapa aku harus menghabisi pria sebaik itu? Karena keluarga Hyuuga memintanya. Dengan kesal Sasuke melempar penggiling biji kopi itu hingga benda elektronik berbentuk gabungan dari balok dan tabung itu menghantam dinding dan pecah berantakan. Kedua mata Sakura menyipit melihat tindakan tuannya itu. Minggu depan mereka harus memesan penggiling biji kopi baru lagi. Padahal Sakura belum sempat mencoba penggiling biji kopi yang baru berusia dua hari itu. Hmmmm... Sasuke tidak memedulikan gumaman dari boneka mungilnya itu. Kedua tangannya sedang sibuk menyeduh biji kopi yang berhasil digilingnya dengan air panas di dalam cerek, kemudian meletakkan cerek itu di atas kompor listrik. Setelah merasa pekerjaannya selesai, Sasuke menghempaskan dirinya di atas sebuah kursi bar tinggi yang kosong di dapurnya dan mulai menikmati roti bakar buatannya yang sedikit gosong di beberapa bagian. Tapi ia tidak peduli. Keluarga Hyuuga menginginkan Sai lenyap sebelum tanggal duapuluh. Sasuke memulai kata-katanya. Aku bisa melakukannya malam ini. Nada suara Sakura mungkin terdengar sombong, namun perkataannya berbanding lurus dengan apa yang dilakukannya. Dan selama Sakura menepati kata-katanya, Sasuke tak pernah ambil pusing terhadap boneka yang beradat keras itu. Ada jeda sejenak di antara percakapan mereka. Keduanya terlalu sibuk menghabiskan sarapannya masing-masing. Sasuke mengangkat cerek dari atas kompor listrik tepat saat kabut putih mulai keluar dari bibir cerek. Dengan cepat dituangkannya kopi yang baru masak itu ke dalam cangkirnya. Cairan hitam pekat itu mengalir dari lubang cerek, tampak seperti lelehan permata hitam yang mengeluarkan uap panas. Kopi? Sasuke mengulurkan cerek kopi kepada Sakura, namun Sakura menggeleng. Sepertinya ia masih sedikit keki. Karena membuat kopi itulah, penggiling biji kopi yang belum sempat dicoba Sakura jadi rusak. Namun Sasuke terlalu terobsesi pada kopi panasnya hingga ia tidak memedulikan Sakura. Dengan gerakan cepat, laki-laki itu menuangkan creamer ke dalam kopinya, dan sedikit gula, karena Sasuke tidak terlalu suka makanan manis. Sakura mengamatinya dalam diam. Cepat habiskan sarapanmu. Setelah ini kau harus mengasah pisau kesayanganmu untuk melaksanakan tugas, perintah Sasuke. Sakura hanya mengangguk. . . . Sai menoleh ke arah pintu yang terbuka. Senyum pria berkulit pucat itu melebar saat mengetahui siapa yang datang ke rumahnya, meski hari sudah cukup larut. Jam dinding sudah menunjukkan waktu pukul sembilan malam lewat beberapa menit. Halo Sakura, sudah lama sekali kau tidak datang ke sini. Ia mengangkat tubuh mungil Sakura dan mengayun-ayunkannya, kemudian ia menurunkan boneka porselen hidup itu. Lagi-lagi ia tersenyum lebar. Kau ingin minum sesuatu? Atau makan makanan ringan, mungkin? tanya Sai dengan ramah. Pria itu berbalik ke belakang, tepat saat Sakura mengeluarkan pisau dari saku gaun merahnya. Maaf, Paman Sai... katanya lirih. Eh? Sai menoleh ke belakang, ke arah Sakura. Dengan cepat Sakura menabrak Sai hingga keduanya jatuh ke atas permukaan lantai. Sakura... kau... Sai tersengal-sengal. Pisau Sakura yang berkilat menancap pada pinggangnya, menghancurkan ginjal kirinya. Maafkan aku, Paman... Bulir-bulir air mata menuruni pipi porselen Sakura, dan dengan kedua tangan porselennya, ia menarik pisau dari pinggang Sai dan menancapkannya pada dada kiri Sai, tepat di jantung. Pria berambut hitam itu meregang nyawa dalam beberapa detik. Sakura memeriksa denyut nadi Sai di pergelangan tangannya. Setelah yakin bahwa denyut nadi Sai tidak terasa lagi dan nyawa pria berambut hitam itu telah tercabut, Sakura memotong-motong tubuh Sai menjadi beberapa bagian, tapi tetap membiarkannya menjadi satu kesatuan, tidak memencar-mencarkan anggota tubuhnya ke tempat yang berbeda-beda. Tanpa emosi, Sakura menatap genangan darah merah Sai di atas lantai marmer. Alur-alur air mata yang tadi berada di pipinya mulai mengering. Dengan gerakan cepat Sakura melemparkan sesuatu ke atas tubuh Sai yang penuh darah yang mulai mengering, lalu ia pergi dengan kecepatan cahaya, seolah-olah menghilang ditelan kabut malam dan sinar bulan. Sesuatu yang dilempar Sakura melayang perlahan-lahan di udara sebelum mendarat di atas perut Sai. Sehelai kelopak bunga Sakura... ~To Be Continued~
Posted on: Sun, 24 Nov 2013 11:45:08 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015