Cerita Serial Remaja AKU MELIHAT MUKJIZAT Cerita 4 - Mukjizat di - TopicsExpress



          

Cerita Serial Remaja AKU MELIHAT MUKJIZAT Cerita 4 - Mukjizat di Balik Pintu (3) ”Aku boleh bantu, Bi?” tanyaku. ”Ya, Adara. Pergilah kalian bertiga. Ibu menunggu di sini,” bisik Bibi Hana. Kami segera berpencar. Aku pergi ke tetangga rumah terdekat. Samuel agak jauh, Niko paling jauh. Bejana semacam botol namun lebih besar dan permukaan mulutnya lebih lebar. Bejana dipakai untuk menyimpan air atau minyak. Satu bejana dapat menampung lima sampai enam liter cairan. Dalam waktu singkat kami bisa mengumpulkan sembilan bejana kosong. Tidak ada lagi bejana tetangga untuk kami pinjam. ”Sembilan bejana. Cukup, Bu?” tanya Niko. “Cukuplah. Sekarang kunci pintu baik-baik, Niko,” perintah Bibi Hana pelan. Kami berkumpul di ruang tengah. Sembilan bejana kosong dijejerkan dekat dinding. Kami belum mengerti untuk apa semua itu. Kami tegang karena Bibi Hana belum menceritakan apa pun. Mata kami tak lepas dari memandang gerak-gerik Bibi Hana. “Pak Elisa mau menolong kita, anak-anak. Beliau bertanya kepada Ibu, apa yang kita punya di rumah. Ibu bilang, kita tak punya apa-apa. Pak Elisa bertanya sekali lagi, apa yang kita punya di rumah. Lalu Ibu ingat di dapur kita punya sedikit minyak di botol dan sedikit tepung. Beliau meminta Ibu mengumpulkan bejana kosong. Setelah Ibu disuruh menuangkan minyak dari botol ke dalam bejana kosong sampai semua penuh. Setelah itu kita menjual minyak itu ke pasar dan membayarkan hutang kepada penagih besok. Ibu pikir Pak Elisa bercanda. Tetapi tidak. Beliau mengatakan itu dengan serius. Sekarang, mari kita berdoa, memohon agar Tuhan menolong kita,” ajak Bibi Hana. Kami menutup mata. Bibi Hana mengucapkan doa yang singkat. ”Samuel, ambil botol minyak kita di dapur,” kata Bibi Hana selesai kami berdoa. Dengan sigap Samuel bergegas ke dapur dan kembali dalam sekejap. Ia menyerahkan botol minyak yang isinya tinggal seperempat kepada Bibi Hana. Lalu Bibi Hana membuka tutup botol. Mulutnya komat-kamit. Mungkin dia berdoa. Kami memperhatikan. Tangan Bibi Hana memiringkan botol. Minyak mengalir dan jatuh ke perut botol, terus mengalir dan mengalir. Tangannya gemetar. Titik-titik peluh muncul di pelipisnya. Samuel dan Niko berdiri memperhatikan tangan ibu mereka. Jantungku berdebar menahan napas. Minyak terus mengalir dan mengalir. Seharusnya minyak yang ada di botol kecil itu sekarang sudah habis. Tangan Bibi Hana seperti diam di udara. Sekarang tidak gemetar lagi. Namun peluh makin memenuhi pelipis Bibi Hana. Tak sadar aku mengeluarkan sapu tanganku sendiri, mendekat ke arah Bibi Hana dan mengusap pelipis, dahi dan lehernya. ”Terima kasih, Adara,” bisik Bibi Hana sambil matanya tak lepas dari bejana atau minyak yang mengalir ke luar dari botol. Bejana kosong pertama hampir penuh. Niko mendekatkan bejana kosong lain. Minyak terus mengalir memenuhi bejana, masih dari botol yang sama. Lalu bejana kosong ketiga, keempat, ... sampai yang ke sembilan. Mata Niko dan Samuel terus mengawasi minyak yang mengalir jatuh ke bejana. “Bejana kosong lain, Sam!” perintah Bibi Hana. ”Tidak ada bejana lain, Bu. Ini yang terakhir, Bu,” ujar Samuel. Persis di leher bejana kosong kesembilan, minyak di dalam botol berhenti mengalir. Tidak ada yang turun setetes pun. Perlahan Bibi Hana menarik tangannya yang sejak tadi seperti melayang di udara. Ia mundur dan mencari tempat duduk. ”Tangan Ibu pegal,” katanya. Kami masih berdiri memandangi kesembilan bejana yang sekarang penuh minyak. Samuel dan Niko mendekat ke arah ibu mereka. Niko memijat-mijat lengan kanan ibunya. Samuel duduk di lantai dan mengurut kaki ibunya. Bibi Hana meluruskan tangannya. ”Terima kasih, Tuhan. Terima kasih tak terbatas,” bisik Bibi Hana. ”Sekarang, bersiap. Kita ke pasar. Kita jual minyak ini. Besok pagi hari kita beli bibit gandum. Mereka bilang akan datang menjelang siang, dan kita sudah siap,” bisik Bibi Hana. Niko dan Samuel mengangguk-angguk. “Sekarang mereka tak punya alasan lagi untuk membawa kalian pergi,” isak Bibi Hana. Niko dan Samuel terus memijat kaki dan lengan ibu mereka. Aku tahu mereka pasti terkesima dan tak percaya dengan apa yang baru saja disaksikan. Seperti aku. Aku telah melihat sebuah mukjizat yang menakjubkan. Aku tak mungkin melupakannya. Aku tak sabar untuk menceritakan peristiwa hari ini kepada Ayah, Ibu, Otniel, Elsa. Juga kepada Betani dan Yudit. Dan kalau mengingat peristiwa itu lagi, aku masih tidak percaya itu terjadi. Dari setengah botol minyak memenuhi sembilan bejana kosong? Waw! Mukjizat, bukan? * @Kebuncerita
Posted on: Fri, 06 Sep 2013 00:38:27 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015