Cerpen! RE-POST NOVEL Karya Kak Valleria Verrawati.. PACARKU - TopicsExpress



          

Cerpen! RE-POST NOVEL Karya Kak Valleria Verrawati.. PACARKU JUNIORKU Part 2 ... No Bully! No Kacang! . . . . . S K I P . . . .. PART SEBELUMNYA! . . . . “Ndai, ada pasien buat lo nih! Namanya Katro!” ujar Cakka kesal ketika sudah sampai di pos Chindai. Cowok aneh itu berdiri agak jauh dari tempat Chindai, Gabriel, dan Cakka. Tapi tatapan tajamnya lurus ke arah Chindai. Senyumnya merekah dan memperlihatkan senyum manisnya. PART 2 . . . “Apa kasusnya?” tanya Gabriel. “Anak aneh,” jawab Cakka singkat. “Cocok banget sama julukannya.” Chindai menatap cowok yang berdiri nggak jauh dari hadapannya. Anak aneh? Apa yang aneh dari cowok itu? Bahkan menurut Chindai, tampangnya oke kok. Badannya yang tinggi dan tegap bikin tu cowok jadi kelihatan keren. Chindai yakin banget, nggak lama lagi nih cowok pasti bakal jadi salah satu idola sekolah. Tampangnya innocent banget, apalagi senyumnya itu. Tapi entah kenapa, Chindai merasa wajah cowok itu mirip dengan orang yang dikenalnya. Mm... siapa ya? “Memangnya dia bikin salah apa, kKa, sampai lo bilang dia anak aneh?” tanya Chindai heran. “Apa atribut yang dipakainya nggak lengkap?” “Kalau soal atribut sih gue nggak tau ya, soalnya gue sama sekali belum periksa,” jelas Cakka. “Tapi yang pasti gue serahin dia ke elo karena dia... asli banget... orang aneh.” “Apanya yang aneh sih?” Gabriel penasaran. “Lo tanya aja sendiri,” kata Cakka. “Gue mau balik ke pos gue.” Gabriel dan Chinda berpandangan heran. Cakka berjalan menjauh dan kembali bergabung dengan timnya yang sedang berteriak-teriak ke arah anak-anak baru. Gabriel menatap “cowok aneh” yang masih berdiri di tempatnya tadi, lalu memanggilnya, “Heh, Katro, cepat ke sini!” Cowok itu celingak-celinguk ke kanan dan kiri, lalu kembali menatap Gabriel sambil menunjuk dirinya sendiri. Ia seperti hendak memastikan bahwa memang dia yang dipanggil Gabriel barusan. “Iya, kamu. Memang kamu kira siapa lagi? Baca dong papan nama di dada kamu!” Gabriel jadi agak sewot. Cowok itu berjalan mendekati Gabriel dan Chindai. “Kamu tahu kenapa kamu dibawa menghadap kami?” tanya Gabriel begitu cowok itu udah berdiri di hadapannya. “Mm... awalnya sih saya kira kakak yang tadi itu naksir sama saya dan punya maksud jelek sama saya, tapi sekarang saya sadar...,” jawab cowok itu menggantung kalimatnya. “Sadar apaan?” tanya Chindai tegas. “Saya sadar... bahwa kakak tadi ternyata hanya ingin mengantar saya untuk bertemu dengan bidadari yang selama ini saya cari... yang selama ini selalu hadir dalam setiap mimpi-mimpi saya. Dan sekarang bidadari itu sudah berdiri tepat di hadapan saya,” jawab cowok itu enteng. Ia terus menatap Chindai dengan sorot memuja. “Terima kasih atas pujiannya, tapi sayang banget, saya nggak mempan sama rayuan gombal. Kamu harus tahu, ini bukan tempat pelatihan buat pelawak atau badut. Kalau kamu mau jadi pelawak atau badut, kamu salah tempat. Kamu mesti bilang sama orangtua kamu untuk segera memindahkan kamu dari sekolah ini. Sekolah ini nggak butuh manusia konyol kayak kamu!” jelas Chindai dengan nada pedas. “Saya nggak pernah berminat jadi badut atau pelawak, Kak. Saya cuma ingin jadi... pacar Kakak.” “kamu kira kamu itu lucu, apa?!” bentak Chindai. “Sama sekali nggak lucu, Kak, tapi ada juga sih orang yang bilang kalau saya lucu dan manis,” jawab cowok itu sambil tetap tersenyum manis. “Kalau begitu, orang-orang yang menganggap kamu lucu itu adalah manusia-manusia katro kayak kamu!” maki Chindai. “Wah, kalau itu sih saya nggak tahu, Kak.” “Udah, Ndai... periksa perlengkapannya aja dulu,” saran Gabriel. Chindai menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Benar kata Cakka, cowok di hadapannya ini aneh. Chindai juga nggak tahu apakah cowok itu bermaksud cari-cari masalah atau bukan. Semua masih nggak jelas. “Keluarin semua perlengkapan yang harus kamu bawa hari ini!” perintah Gabriel. Cowok itu menurut. Dia mengeluarkan berbagai macam barang dari dalam tasnya. Gabriel mulai memeriksanya satu per satu. Semuanya lengkap, nggak ada yang kurang. “Tunggu dulu! Kalung apa yang kamu pakai itu?” tanya Chindai sambil menunjuk kalung yang menggantung di leher cowok itu. “Bukannya yang disuruh itu kalung dari jengkol?” “Oh... begini, Kak, ceritanya. Saya udah suruh pembantu saya beli jengkol buat dibikin kalung. Tapi dia salah pengertian. Dia kira saya lagi pengin makan semur jengkol. Jadinya jengkolnya dimasak deh sama dia. Tapi saya nggak bisa marah, soalnya semur jengkol buata pembantu saya itu emang enak banget. Berhubung yang ada di rumah tinggal pete, ya udah saya bikin aja dari pete. Gitu Kak ceritanya.” Gabriel berdiri di samping Chindai sambil berusaha mengulum tawa. Gaya bicara si Katro ini memang asli lucu. Mimik mukanya yang innocent bikin orang yang mendengar ceritanya mau nggak mau jadi percaya. Tapi itu nggak berlaku buat Chindai. “Kamu pikir saya percaya sama cerita kamu itu?” tanya Chindai. “Harus percaya, Kak, karena saya memang jujur kok. Apa muka saya kayak muka penipu? Nggak, kan? Kalau mau, Kakak boleh tanya sama pembantu saya di rumah... atau saya suruh dia bikin semur jengkol lagi buat Kakak. Saya yakin, kalau Kakak udah mencicipinya sedikit saja, Kakak juga nggak akan bisa marah sama pembantu saya itu.” “Saya nggak peduli dan jangan coba-coba mempermainkan saya...! Sekarang juga saya minta kamu push-up tiga puluh kali!” perintah Chindai. “Push-up, Kak?” tanya cowok itu. “Iya. Cepat!” bentak Chindai. Suaranya yang keras membuat semua mata memandang ke arahnya. Cowok itu tersenyum manis lalu berkata, “Kalau Kakak yang suruh, apa pun akan saya lakukan.” Dia meletakkan tasnya di tanah dan mulai mengambil posisi push-up. Lalu perlahan dia mulai push-up di bawah hitungan Chindai. @(^-^)@ “Oke, semuanya!” perintah Rio yang menempatkan diri di tengah aula. “Bikin lingkaran besar!” Anak-anak baru itu mulai bergerak dan membuat lingkaran sesuai perintah senior mereka. “Woi, pada tau lingkaran besar nggak sih!” bentak Cakka. “Atau masih kayak anak TK, bikin lingkarannya harus sambil pakai nyanyian baru ngerti?!” “Yang di sana!” seru Gabriel, “bikin lingkaran besar ya, bukan malah ngumpul dan ngobrol sendiri!” Teriakan demi teriakan bergema di seluruh aula. Seandainya saja boleh, anak-anak kelas satu itu pasti akan sangat berterima kasih bila diizinkan menyumpal telinga mereka dengan kapas. Padahal mereka udah sebisa mungkin melaksanakan perintah kakak-kakak senior itu dengan baik. Tapi tetap aja ada yang salah. “Kamu yang kecil kayak tuyul!” teriak Rafli. “Jangan malah mendem di pojok. Nanti kalau kamu ilang digondol jin bisa bikin repot, tau!” Tawa anak-anak meledak. “Siapa yang suruh ketawa!” bentak Marsha. “Keterlaluan sekali kalian, ngetawain teman sendiri!” Aula mendadak sunyi senyap. Nggak ada yang berani bersuara apalagi ketawa. “Oke, sekarang semuanya dengar baik-baik!” suara Shilla memecah keheningan. “Tadi pagi kalian telah diminta untuk mengumpulkan surat cinta dan surat benci untuk kakak senior kalian kepada wali kelas masing-masing.... “Tapi ada satu surat yang rasanya aneh dan saya mau pengirim surat itu maju ke tengah lingkaran,” lanjut Shilla. “Bagas Rahman Dwi Saputra 1 D.” Cowok yang namanya disebut itu celingak-celinguk nggak jelas. Dan setelah tubuhnya didorong oleh teman-temannya, dia pun maju ke tengah lingkaran. “Kamu yang namanya Bagas Rahman Dwi Saputra?” tanya Shilla begitu Bagas sudah berdiri di hadapannya. “Iya, Kak,” jawab cowok itu sambil cengengesan dan garuk-garuk kepala. “Kenapa kamu garuk-garuk kepala?” tanya Shilla ketus. “Ketombean, atau memang kamu keturunan monyet?” Weits, kasar! “Ih, Kakak kok ngomongnya gitu sih?” jawab Bagas. “Saya kan cuma sedikit salting karena harus berdiri di tengah-tengah orang banyak gini. Kesannya kayak lagi jumpa fans gitu deh. Mmm... Kakak mau minta tanda tangan saya?” Anak-anak kembali tertawa. “Diam semuanya!” bentak Rio. Ruangan kembali hening. Rafli maju mendekati Bagas. “Lo mau ngelawan ya?!” Bagas menggeleng sambil tersenyum. Gabriel buru-buru menarik rafli. Dia nggak mau sampai terjadi keributan. “Sabar, Fli, dia emang rada aneh. Cocok sama nama julukannya: Katro. Tadi dia habis kena hukuman push-up lagi dari Chindai. Tapi kelihatannya dia nggak berniat melawan kok.” Rafli menurut meski dengan setengah hati. Kali ini giliran Marsha yang maju dan mendekati Bagas dengan sepucuk surat di tangannya. “Dengar baik-baik, Bagas Rahman Dwi Saputra!” seru Maya. “Kamu diperintahkan untuk menulis surat cinta dan surat benci. Tapi kenapa yang kamu kumpulkan cuma satu surat doang?” “Ooo... itu karena di dalamnya udah lengkap terdapat ungkapan cinta dan ungkapan benci untuk bidadari yang telah menawan hati saya.” “Oke kalau begitu,” kata Marsha. “Sekarang saya minta kamu bacakan surat yang udah kamu tulis ini dengan suara lantang.” Semua pengurus OSIS yang berkumpul di tengah lingkaran bertepuk tangan dan berteriak riuh. Cuma Chindai yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan tampangnya manyun luar biasa. “Tapi, Kak, surat ini nggak bisa saya bacakan,” sahut Bagas. “Kenapa?” Marsha bertanya. “Kamu malu?” “Bukan, Kak,” jawab Bagas. “Tapi surat ini harus dinyanyikan.” “Dinyanyikan?” Marsha jadi heran. Bagas mengangguk. “Karena surat ini adalah lagu cinta. Jadi akan menjadi lebih indah dan bermakna apabila dinyanyikan.” “Kalau begitu ya nyanyikan aja,” celetuk Shilla. “Mmm... boleh nggak kalau saya menyanyikannya sambil memainkan piano itu?” Bagas meminta izin sambil menunjuk ke arah piano yang ada di depan aula. Piano itu memang selalu berada di situ. Biasanya sih digunakan saat ada acara-acara sekolah yang membutuhkan iringan musik. “Boleh aja kalau kamu memang bisa,” jawab Shilla. Bagas tersenyum lalu berjalan mendekati piano itu. Dia duduk dan membuka tutup piano, lalu menempatkan jemarinya di atas deretan tuts berwarna hitam dan putih itu. Beberapa anggota OSIS berjalan mendekat dan memasang mikrofon di dekat piano. Mereka juga memberikan mikrofon kecil yang kemudian dipasang di kerah baju Bagas agar suara Bagas dapat terdengar ke seluruh sudut aula. “Tes... tes... satu dua tiga...,” Bagas mencoba mikrofonnya. “Oke, lagu sederhana ini saya persembahkan kepada seorang gadis yang telah membuat saya jatuh cinta. Gloria Chindai Lagio alias Kak Chindai.” Tepuk tangan memenuhi aula. Ada yang berteriak, ada yang bersiul, bahkan ada yang melompat-lompat nggak jelas. Chindai merengut kesal. Dia beranjak hendak meninggalkan aula, tapi teman-temannya langsung mencegat langkahnya. Chindai pun mengurungkan niatnya. Dia cuma bisa berdiri diam dengan tampang jutek. Jelas banget niat teman-temannya pengin ngerjain dia. Soalnya, di antara surat-surat yang diterima wali kelas satu, cuma ada satu surat cinta yang ditujukan untuk Chindai. Ya surat dari Bagas ini. Selebihnya Chindai cuma menerima setumpuk surat benci. Selama MOS berlangsung, Chindai menjadi senior yang paling ditakuti. Dia nggak terlalu suka ngomel atau ngebentak-bentak, tapi kalau udah bersuara nyeremin banget. Dia juga yang paling tega ngasih hukuman lari sepuluh kali keliling lapangan. Kalau ngomong pedesnya minta ampun. Dan sorot matanya itu lho, tajam banget. Nggak ada satu pun junior yang nggak disiplin bisa lolos dari cengkeraman Chindai. Bagi Chindai, nggak ada tuh yang namanya kompromi. Senior lain sih ada juga yang galak, tapi nggak ada yang semenakutkan Chindai. Nada-nada yang mengalun dari piano membuat semua orang terdiam. Bagas memainkan jemarinya di atas piano sambil tersenyum menatap Chindai. Chindai buang muka. Tapi Bagas tetap menatapnya, melantunkan lagu cinta dari bibirnya. Ketika pagi datang Ku tak pernah mengira Kan bertemu denganmu Di depan sekolahku Jantungku pun berdetak Sungguh sangat cepatnya Dan ku tahu ku tlah jatuh cinta Ketika malam datang Sepi yang kurasakan Tanpamu di sisiku Galau selimuti kalbu Ingin ku membencimu Karna kaucuri hatiku Dan buatku tergila-gila Tuk mencintaimu Reff : Percayalah sayangku Kan kubawa kau ke surga Ku berjanji padamu Takkan meninggalkanmu Meskipun dunia tak inginkan dirimu Ku akan slalu di sisimu Tepuk tangan membahana di seluruh sudut aula. Sorakan riuh rendah menutup pertunjukan singkat bagas. Bagas berdiri dan berjalan ke sisi kanan piano. Sambil tersenyum lebar dia membungkukkan badannya berulang kali layaknya selebriti yang habis ngadain konser. Ia melambaikan tangannya dan meniupkan ciuman ke sekelilingnya. Gelak tawa, sorakan, siulan, dan tepuk tangan terus mengalir. “Diam semuanya!” bentakan Chindai yang tiba-tiba membuat seisi aula mendadak hening. Anak-anak terdiam karena kaget. Shilla mendekati Chindai lalu berbisik heran, “Kenapa sih, Ndai?” Chindai nggak menjawab. Dia malah berjalan mendekati Bagas yang masih berdiri di sisi piano sambil tersenyum. “Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Chindai sinis. “Karena Kakak cantik,” Bagas langsung menjawab tanpa ragu. Suit... suit...! Siulan terdengar dari arah anak-anak kelas satu yang sedang berdiri. “Siapa yang bersiul?” tanya Chindai dengan suara keras dan tegas. Matanya melotot ke arah asal suara. Hening. Nggak ada yang berani ngaku. Chindai kembali menatap Bagas yang masih berdiri dan tersenyum di depannya. “Apa lagu itu kamu ciptakan buat saya?” kali ini suara Chindai terdengar lebih halus. Bagas mengangguk. “Iya, lagu itu saya ciptakan khusus untuk Kakak.” “Kalau begitu saya sarankan, jangan pernah kamu menyanyikan lagu itu di sekolah ini,” kata Chindai dengan nada mengancam. “Lebih baik kamu nyanyi di bus kota aja, itung-itung bisa dapat uang saku ekstra. Karena kalau kamu berani menyanyikan lagu itu di sekolah ini lagi, saya tidak akan memberikan kamu uang recehan, tapi air comberan!” “Kok gitu sih, Kak?” tanya Bagas. “Padahal Mama Ira pernah memuji suara saya loh waktu saya ikut audisi Idola cilik. Katanya suara saya khas dan unik. Teknik falseto saya juga top. Tapi sayangnya, waktu itu saya mundur gara- gara takut Difa merasa tersaingi deh saya. Maklumlah, saya ini orangnya suka nggak enakan.”*juststoryDF* Tawa kembali meledak. Para senior alias anggota OSIS berusaha sebisa mungkin mengulum tawa. Bagaimanapun Chindai kan ketua mereka. Kalau mereka ikut tertawa, itu sama aja mereka ngetawain Chindai. Chindai benar-benar keki. Kalau saat ini bukan acara MOS, Chindai yakin tinjunya sudah bersarang di wajah cowok jayus ini. “Semua diam!” bentak Chindai kesal. “Dan kamu... kembali ke kelompok kamu!” Kayaknya, cowok satu ini akan benar-benar mengusik kehidupan Chindai. STOPPPP!! NEXT??? Like FP ini Sebanyak-banyakNya nih mimin kasih Linknya Bagas-Cindai-ICIL-2013/494128797290434 Follow juga Twitter mimin yaa @hikmahh_s . kalo Followers dan Like FP ini nambah Bakal mimin Next ! OKEH! *ngancemdikit*._.v L+C YANG BANYAAAAAAAAAK YAAAAH BUTUH PENYEMANGAT BUAT NGETIK! PARTNYA MASIH BANYAK LHOOOO *min_mah*
Posted on: Wed, 10 Jul 2013 05:33:06 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015