Ch.10 Author : kira desuke, T CHAPTER 10 : USELESS Sai? - TopicsExpress



          

Ch.10 Author : kira desuke, T CHAPTER 10 : USELESS Sai? pemuda berambut raven itu membulatkan matanya begitu melihat sosok yang berdiri di depan pintu kamarnya. Itu sahabatnya. Uchiha Sasuke yang jarang menunjukkan ekspresi itu pun kini tidak bisa menyembunyikan ekspresi tegangnya. Apakah sahabatnya itu mendengar pengakuan tadi? Sasuke berupaya untuk berdiri dari tempatnya duduk dan menghampiri salah satu sahabatnya dari kecil, Sa— tapi jangankan ditanggapi balik, laki-laki berambut hitam kelimis itu berjalan melewatinya lalu menghampiri Sakura seolah dia tidak pernah ada di situ. Sasuke menundukkan kepalanya dan mengepal tangannya erat, sebisa mungkin dia mengendalikan wajahnya agar tetap stoic seperti biasa. Kau masih sakit, Sakura? tanya Sai lembut namun terkesan tegas. Sasuke masih belum membalikkan tubuhnya untuk menyaksikan kedua pasangan itu, dia masih berdiam diri di posisinya. Entah kenapa Sasuke bisa merasakan rahang Sai mengeras—terdengar dari suaranya yang menahan amarah untuk meledak, ayo kita pulang, keluar dari rumah ini, ucap Sai lagi, kali ini dia menggenggam tangan Sakura erat, membantu gadis itu untuk berdiri dan kemudian Sai menggendongnya dengan bridal style. Mengingat kesadaran gadis itu yang semakin lama semakin menipis. Dilihat dari keadaannya yang cukup parah, Sakura bisa pingsan kapan saja. Walau sekarang terlihat Sakura masih berusaha mati-matian menahan kesadarannya. Saat ini Sai dan Sakura sudah melewati Sasuke yang masih terpaku. Sasuke menatap kedua pasangan ini. Diam diam dalam hatinya berharap agar Sakura baik-baik saja. Pemuda berambut raven itu menghela nafas. Untuk beberapa saat sebelum pintu kamarnya tertutup, mata onyx Sasuke dan Sai saling berpandangan tajam. Keduanya sama-sama pandai menyembunyikan ekspresi. Jadi, entah apa yang dipikirkan kedua laki-laki yang sebenarnya hampir kelihatan kembar itu. Namun, kata-kata terakhir Sai cukup membuat ego Uchiha untuk selalu menjaga imej itu runtuh seketika. Memang hanya bisikan, walau Sakura tidak mendengarnya karena setengah pingsan, Sasuke masih tetap bisa mendengarnya bahkan sangat jelas. Anggap saja persahabatan di antara kita tidak pernah ada… . . Naruto © Masashi Kishimoto Story © Kira Desuke Warning : OOC, AU, misstypo? Genre : Romance/Friendship/Angst Pairs : SasuSaku, SaiSaku . . REVIEW AND ART . . Haruno Sakura tergerak dari posisi tidurnya. Perlahan tapi pasti kesadaran gadis itu mulai terkumpul kembali setelah kemarin dia tidur hampir setengah hari. Sakura mencoba bangun dari posisinya namun nihil, dia selalu terjatuh kembali dalam posisi tertidur. Akhirnya dia menyerah, dengan pasrah Sakura menoleh ke kanan kiri—melihat isi kamar kosnya yang tetap sama seperti sebelum sebelumnya—tidak ada yang berubah. Gadis berambut soft pink itu menghela nafas keras-keras, mungkin sakitnya kali ini dikarenakan dia sendiri yang selalu memaksakan diri belajar terus menerus dan jarang istirahat demi mempertahankan beasiswanya. Menyebalkan… gumamnya seraya menerawang langit-langit kamarnya. Sakura menoleh ke kanan, dia mendapati sebuah surat tergeletak di atas meja kecil. Sakura menggerakkan tangannya, berusaha menggapai surat itu dan membacanya perlahan. . Sakura, istirahat yang cukup dan jangan terlalu memaksakan diri. Tenang saja, aku akan mencatat semua pelajaran selama kau tidak masuk dan kuberikan copy-annya padamu. Jadi, kau tidak perlu khawatir akan ketinggalan pelajaran. Cepat sembuh ya, aku tidak bisa tenang kalau kau tidak ada. Sai . Terima kasih Sai, bisik Sakura. Gadis itu tersenyum lembut dan menempelkan kertas surat itu pada dadanya lalu didekapnya, Sai memang baik, ucap suara lirihnya lagi. Di kepalanya kembali terbayang saat Sai meletakkan dirinya di atas tempat tidur ini dan mengompresnya, merawatnya sepenuh hati. Bahkan Sakura masih mengingat Sai menungguinya hingga baru pulang tengah malam—itu pun karena Sakura berusaha meyakinkan Sai bahwa dia tidak apa-apa dan bisa ditinggal. Yeah, Sakura juga tidak mau sampai Sai sakit seperti dirinya. Sakura terus tersenyum mengingat kebaikan kekasihnya itu. Tapi lama kemudian dia senyum itu pudar saat bayangan Sai menghilang dan tergantikan dengan seseorang. Laki-laki berambut raven dan berwarna biru donker, tatapan onyxnya yang jauh lebih tajam dari Sai, jauh lebih dingin dan pendiam. Uchiha Sasuke. Jujur, bagi Sakura pemuda itu membingungkan. Dulu dia yakin sekali dengan perasaannya yang sangat membenci laki-laki itu. Pemuda yang merupakan awal sebab dia jadi dibenci seluruh anak di sekolah. Tapi sekarang—ah menjawab bagaimana perasaannya saja rasanya susah sekali. Sakura menghela nafas, dia mengambil hpnya dan membuka browser. Gadis itu kembali membuka-buka page reviews dari semua ficnya, dari yang lama hingga terbaru. Gerakannya selalu terhenti setiap sampai di sebuah nama. Aoi-san. Sakura memejamkan matanya. Meski dia sudah menduga-duga Aoi-san adalah Sasuke, tetap saja dia masih tidak bisa percaya. Dari setiap kata-kata Aoi-san, Sakura selalu mengira-ngira salah satu readers-nya itu adalah orang yang baik, ceria, energik, dan murah senyum. Tak pernah sekalipun dia mengira Aoi-san adalah orang yang dingin, pendiam, dan yang lebih penting adalah orang yang selalu menjadi penyiksanya di sekolah. Benar-benar kontras, Sakura tertawa kecil membayangkan dua jati diri Sasuke yang sangat berbeda di dunia maya dan dunia nyata. Tawa kecilnya terhenti lagi, sesaat Sakura menatap tembok yang berada jauh di hadapannya, kembali menerawang. Setelah cukup, Sakura kembali melihat layar hpnya. Memang, Sakura selalu antusias dengan review dari Aoi-san tapi bukan berarti dia tidak menghargai review yang lain. Kali ini perhatian Sakura teralihkan pada salah satu reviewer. Beda dari Sasuke yang selalu non-login, reviewer yang satu ini selalu rajin login dan memberi concrit. Kalau Sakura menyukai review Aoi-san karena dia selalu tersemangati olehnya, maka review dari yang satu ini membuat dia selalu bisa menemukan kesalahannya. Sakura terdiam menatap salah satu concrit yang diberi reviewer itu. . Dark Lavender Kali ini sudah lumayan, tapi masih ada typo walau tidak sebanyak di awal. Lalu di bagian bicara harusnya jangan Aku suka kamu tapi kasihlah tanda baca misal titik atau koma, seperti Aku suka kamu. Lalu titiknya jangan cuma (..) tapi begini (…) jadi kalau di kata-kata bisa seperti ini, Aku suka kamu, Vince… Yah, mungkin kali ini hanya itu. Keep writing, Cherry-san. . Kalau ternyata dia Sasuke, mungkin aku bisa percaya, kekeh Sakura. Memang, Dark Lavender itu terkesan dingin dari cara bicaranya. Dan Sakura pun kembali menebak-nebak kira-kira siapa reviewer yang juga selalu membuatnya penasaran selain Aoi-san. Sakura bisa saja mencari tahu siapa reviewer itu dengan mengklik namanya. Tapi ternyata percuma, biodatanya kosong sama sekali. Entah sengaja atau tidak. Namun sepertinya acara tebak menebak selesai dulu sampai di sini. Karena Haruno Sakura sendiri kembali tertidur. . # . Syukur deh, gadis miskin itu tidak masuk iya kan Sasuke-kun? ucap salah seorang gadis yang merupakan fansgirl Sasuke. Berkat Sakura yang tidak masuk hari ini, maka kursi sebelah Sasuke kosong dan seluruh gadis di kelasnya berebutan untuk bisa duduk di sebelahnya. Sasuke menarik nafas bosan mendengar para gadis yang sedari tadi bersyukur karena Sakura tidak ada, tch mereka memang tidak tahu apa-apa tentang perasaannya. Sebenarnya bukan hanya mengkhawatirkan keadaan Sakura, dari tadi Sasuke terus melirik sahabatnya—err ralat, mungkin sudah menjadi mantan sahabatnya. Sasuke menjambak rambutnya frustasi, kata-kata Sai kemarin serasa seribu jarum yang benar-benar menusuknya hingga pusat. Uchiha bungsu ini memang tidak supel seperti Naruto dan Sai, bahkan bukan tidak mungkin sahabatnya hanya dua orang itu di dunia ini. Dan kehilangan salah satunya, itu cukup membuat dia gila. Sasuke juga bukanlah orang yang bisa memulai pembicaraan. Kalaupun ada yang mengajaknya bicara paling hanya dia jawab dengan kata Hn atau sekedar anggukan dan gelengan. Sasuke menghela nafas sekeras yang dia bisa, tidak peduli meski para fansgirl-nya semakin berisik saja. Dia melirik salah satu sahabatnya itu dari kejauhan. Sai sepertinya sedang sibuk karena sedari tadi dia terus menulis sesuatu di atas kertas. Entah menulis atau menggambar. Uchiha Sasuke akhirnya membuat keputusan. Dia berdiri dari kursinya meninggalkan para gadis yang menatapnya dengan pandangan bertanya. Dia berjalan mendekati Sai walau sedikit tersirat rasa gugup di benaknya. Sasuke benci ini. Benci menyadari dirinya yang berada di posisi harus meminta maaf. Sasuke menarik nafas kembali begitu dia sudah berdiri di samping tempat duduk sahabatnya itu. Sai yang merasakan ada kehadiran seseorang, langsung mendongakkan kepalanya. Menatap Sasuke sinis. Ada perlu apa? tanya Sai dengan nada ketus. Sasuke hanya balas menatap dingin, wajahnya memang tidak menampakkan ekspresi apapun. Tapi sesungguhnya dia sedang memikirkan kata-kata apa yang harus dia keluarkan untuk menghadapi sahabat yang sama keras kepalanya seperti dia, Maaf ya, kalau tidak ada perlu bisakah kau pergi? Kau mengganggu, ketus Sai dan laki-laki itu kembali menulis catatannya. Sasuke masih tidak mempedulikannya. Yah memang dasar dia tidak pernah meminta maaf sebelumnya, hingga Sasuke sedikit memakai kekerasan di sini. Laki-laki itu menggebrak meja Sai cukup keras membuat laki-laki berambut hitam kelimis itu kembali mendongakkan kepalanya dengan terpaksa dan seluruh anak di kelas melihat ke arah mereka, Bisa ikut aku sebentar ke atap sekolah? tanya Sasuke pelan namun menuntut. Sai menghela nafas keras sebelum akhirnya dia juga membanting pensil keras-keras ke atas meja dan berdiri. Sasuke hanya memperhatikan dengan mata onyxnya sebelum akhirnya dia mengikuti Sai berjalan menuju keluar kelas. Semua anak di kelas itu hanya menahan nafas menatap dua orang yang paling disegani di sekolah ini. Naruto pun yang menatap gerak gerik aneh dari kedua sahabatnya itu langsung berinisiatif mengikuti mereka ke atap sekolah # Di atap sekolah, tidak ada yang memulai pembicaraan di antara mereka berdua. Sasuke hanya terdiam menatap punggung Sai yang membelakanginya menatap langit. Bibirnya terasa kelu untuk terbuka dan mengucapkan meski hanya sepatah kata—setidaknya sampai Sai langsung memulai pembicaraan, Apa yang ingin kau bicarakan, eh? tanyanya seraya memutar tubuhnya hingga dia dan Sasuke kini berdiri berhadapan. Sasuke pun maju selangkah dan menarik nafas, Tentang Aoi-san, Sasuke memberi jeda sejenak begitu menyadari tatapan Sai yang semakin sinis padanya, itu… kemarin aku— GREP KAU SUDAH BERJANJI PADAKU, SASUKE! sebelum Sasuke sempat berbicara lebih banyak, Sai sudah langsung mencengkram kerah kemejanya dan menyandarkannya kasar pada tembok di belakangnya. Sasuke hanya memasang wajah datar menghadapi laki-laki di depannya itu, KAU BILANG AOI-SAN AKAN MENGHILANG! teriak Sai menggebu-gebu. Kemarahan terlihat jelas dari mata onyxnya yang sehitam batu obsidian itu. Sasuke mendecih, Aoi-san memang akan menghilang, Sasuke menatap bola mata obsidian di depannya, tapi tidak. Untuk. Uchiha Sasuke. lanjutnya dengan penekanan di setiap kata. Sai menggertakkan giginya semakin keras dan tanpa pikir panjang lagi maka kepalan tangannya pun terangkat. BHUAG Melayang sudah pukulan pertama yang Sai berikan pada Sasuke. Pemuda berambut raven itu pun terlihat sama sekali tidak berniat untuk membalas. Sepertinya pukulan tadi cukup keras hingga ujung bibir Sasuke terlihat mengeluarkan darah dan kepala Sasuke dipaksa menoleh ke samping. Dengan pelan Sasuke menolehkan kembali kepalanya hingga dia kembali berhadapan dengan Sai. Sasuke melirik kepalan tangan Sai yang tadi memukulnya bergetar—seolah masih belum puas. Sai, Sasuke menengadahkan kepalanya, beri tahu aku bagaimana caranya… Uchiha bungsu itu kembali menurunkan kepalanya dan kali ini setengah menunduk, …supaya kau mau memaafkanku, ucapnya setengah berbisik. Sai terlihat mendengus menahan tawa, Kau meminta maafku, heh? tanyanya dengan nada mengejek. Sasuke tidak bergeming, sepertinya untuk kali ini saja laki-laki itu harus mengubur dalam-dalam keinginannya menjaga harga diri—yang sebentar lagi akan jatuh diinjak-injak oleh sahabatnya sendiri, Apa yang terjadi padamu, apa kepalamu terbentur, hei Uchiha? tanya Sai lagi, tawa kecil tidak bisa dihindarinya. Semakin diperkerasnya cengkeraman pada kerah kemeja Sasuke membuat laki-laki berambut raven itu meringis. Sai masih menunggu jawaban dari Sasuke dengan sabar. Walau tadi dia sudah mengejek (mantan) sahabatnya seperti itu, tetap saja Sai juga memikirkan perubahan laki-laki dingin itu. Dia juga pasti tahu, seorang Uchiha apalagi semacam Sasuke mana mungkin mau meminta maaf. Sai sedikit tertegun melihat seringai tipis yang muncul di wajah Sasuke. Senyum yang seolah menantangnya. Aku hanya tidak ingin seperti anak kecil, Sasuke tersenyum ketika Sai mengernyitkan alisnya—bingung, cuma anak kecil yang dengan mudahnya memutuskan sahabat hanya karena seorang perempuan, lanjut Sasuke sekenanya dan sukses membuat Sai kembali akan melayangkan pukulannya. Tapi sayang, pukulan kali ini tidak sukses kembali mendarat pada wajah Sasuke. Dengan cepat Naruto keluar dari balik pintu dan memegang Sai dari belakang lalu menariknya mundur. Sasuke yang terlepas dari cengkeraman Sai pun hanya merosot duduk dan masih dalam posisi menyandar tembok di belakangnya. Mata onyxnya menatap dingin Sai yang tengah berontak dari pegangan Naruto. Lepaskan aku, Naruto! teriak Sai setengah membentak. Dia kembali menatap Sasuke yang terduduk di depannya, DIA HARUS TAHU POSISINYA! teriak Sai marah bahkan hampir saja dia dibutakan emosi dan hendak memukul Naruto. Laki-laki yang mempunyai bola mata biru langit itu terpaksa mengunci lengan salah satu sahabatnya dan membantingnya di atas lantai semen di bawahnya. Memang caranya cukup ribet tapi setidaknya itu berhasil membuat Sai sedikit tertaklukkan. Sai mendecih kesal, seandainya dia tidak tersulut ke dalam api kemarahan, bisa saja dia balik membanting Naruto. Emosi cukup menghabiskan tenaganya. Apa yang kalian lakukan di atap sekolah begini sih? Naruto menatap keduanya bergantian. Dia sempat terdiam menatap kedua sahabatnya yang sama-sama tidak mau memberi jawaban, Sampai berkelahi begini, seperti anak kecil saja tahu! cerocos pemuda rubah itu lagi. Sasuke dan Sai hanya sama-sama mendengus kesal. Tanyakan saja pada anak kecil di sana, celetuk Sasuke seraya menunjuk Sai yang tengah terduduk di depannya dengan dagunya. Wajah Sai dan Naruto langsung menegang, sepertinya Sasuke lupa tujuan awalnya mengajak Sai ke atap sekolah ini. Sai menatap Sasuke dengan sinis sebelum menyeringai dan berkata, Kenapa tidak kau tanyakan pada laki-laki rendah yang berniat merebut kekasih orang lain di sana, Naruto? balas Sai tidak mau kalah. Sasuke tidak menyahut, dia hanya melihat ke arah lain—membuang muka. Melihat hal ini tentu saja membuat Naruto semakin kebingungan. Dua sahabatnya ini memang sama-sama pendiam dan dingin. Terutama Sasuke yang sama sekali tidak pernah mau mencoba bersosialisasi. Naruto juga tahu hanya dia yang mengerti isi pikiran kedua sahabatnya sampai saat ini. Seperti sekarang, Uzumaki Naruto tahu Sasuke tidak bersungguh-sungguh saat dia mengatakan Sai adalah anak kecil atau semacamnya. Dan dia bisa mengerti, terlihat dari mata onyx Sasuke yang menyiratkan kegelisahan. Sasuke benar-benar ingin minta maaf—walau dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Sekarang pandangan Naruto teralihkan menuju Sai. Dari tingkah laku, tatapan mata, nada bicara. Yeah, Naruto tahu kalau Sai benar-benar serius. Bahkan bukan tidak mungkin saat Sai mengatai Sasuke adalah laki-laki rendah, itu benar dari dalam hatinya. Pemuda berambut blond spike itu pun tak habis pikir, seingatnya belum pernah Sai semarah ini sebelumnya. Dua laki-laki ini juga keras kepala, maka Naruto tahu percuma saja sebenarnya menunggu jawaban dari mereka semua. Akhirnya dia mencoba berpikir, mungkin hanya satu alasan mengapa dua sahabatnya bisa seperti ini… Haruno Sakura. Hei, pertengkaran ini hanya akan berakhir sia-sia, bagaimana kalau kita— Ah, bullshit! memotong ucapan Naruto, Sai segera berdiri dan berjalan—meninggalkan kedua sahabatnya di belakang. BRAK—dengan sukses pintu menuju dalam sekolah pun dibantingnya membuat Naruto sedikit tersentak kaget. Sasuke hanya menghela nafas keras dan segera berdiri walau sedikit susah payah. Tidak ada gunanya juga dia hanya berdua dengan Naruto di sini. Sasuke pun berjalan menuju pintu—berniat menyusul Sai. Namun tertahan juga niatnya itu saat Naruto memegang lengannya. Sasuke menatap bola mata berwarna biru langit yang menenangkan di depannya. Jujur saja, Sasuke belum pernah melihat tatapan Naruto seserius itu sebelumnya. Sebelum Sasuke sempat membuka mulutnya untuk bertanya, Naruto sudah langsung memotongnya. Kumohon ceritakan padaku apa yang terjadi, Teme! . # . # . # . # Negara Kiri adalah salah satu negara yang disegani selain negara Konoha. Di sana, juga ada sekolah yang setingkat dengan Konoha International High School yaitu Kiri International High School. Di sana juga banyak anak-anak jenius, kaya, tampan, cantik, dan segala macam kesempurnaan lainnya. Berlebihan memang, tapi itulah kenyataannya. Seperti hari ini, terlihat di salah satu kelas seorang guru tengah berdiri dan di sampingnya berdiri juga seorang murid. Guru itu terlihat mengerikan dengan wajah menyerupai hiu dan gigi yang hampir semuanya adalah taring, rambut dan wajahnya yang berwarna biru menambah nilai menyeramkan baginya. Berbeda sekali dengan sampingnya, berdiri murid yang sangat tampan, wajahnya tenang dan terkesan dingin, rambut coklatnya panjang dengan ujungnya yang diikat, helai-helai rambut yang sedikit jatuh di samping wajahnya cukup menambah nilai keren untuknya. Semuanya dengar, suara serak guru itu menggema, seperti yang kita tahu, salah satu dari teman kalian ini akan mengikuti pertukaran murid pelajar dalam waktu dua minggu di Konoha International High School, mendengar itu, semua murid langsung bertepuk tangan meriah—meneriakkan kata selamat, dan dia akan berangkat minggu depan, mungkin ada yang ingin kalian tanyakan pada teman kalian ini? tanya Hoshigaki Kisame—nama guru itu. Hei Neji! Jangan lupa bawa oleh-oleh yaaa! celetuk salah satu anak murid di situ. Lalu diikuti oleh anak-anak yang lain hingga kelas pun menjadi ramai. Hyuuga Neji hanya mendengus pelan, dan hanya menjawab dengan anggukan atau Hn, bola mata lavendernya melihat seluruh teman-temannya. Sepertinya mereka memang tidak terlalu antusias dengan kepergiannya. Wajar saja, meski cool dan tampan, Neji tidak pernah bersosialisasi. Dia hanya duduk di pojok dan selalu membaca buku—entah apa itu. Saat istirahat pun, dia hanya memilih pergi ke perpustakaan sampai bel berbunyi kembali. Jadi meskipun dia pergi juga, rasanya tidak akan ada yang berubah. Paling hanya segelintir para gadis yang menggilainya berteriak histeris. Bel berbunyi menandakan waktu istirahat tiba. Semua anak langsung berlari keluar, kontras sekali dengan Neji yang hanya menatap bosan dan duduk di bangku paling belakang lagi. Helai rambut coklatnya bergerak-gerak setiap dia menoleh dan mendapati teman-temannya satu persatu keluar kelas hingga sekarang tinggal dia sendirian. Neji menarik nafas dan kembali mengambil buku yang sangat tebal—siapapun yang melihatnya dijamin akan pergi duluan bahkan sebelum membukanya. Pemuda berambut coklat panjang itu membuka sampai pembatas bukunya berada. Namun sebelum dia mulai membacanya, sesuatu menarik perhatiannya. Hpnya berdering—tanda sms masuk, Ah Hinata, gumamnya seraya tersenyum lembut. Setidaknya wajahnya sudah mulai kembali tenang setelah membaca pesan dari adik sepupunya itu. Neji tidak langsung menutup hpnya, dia membuka browser hpnya entah untuk apa. Wajahnya tetap datar saat dia mengatakan, Hn, ficnya yang terbaru, Neji melirik sedikit begitu mendengar langkah seseorang mendekatinya. Neji! seorang laki-laki berambut ngebob tersenyum riang melihatnya dan langsung mengintip isi hp temannya itu, Membuka website ini lagi, eh? Ngg, apa namanya? tanyanya sambil bergaya seolah sedang berpikir. Fanfiction, jawab Neji tanpa menoleh pada Rock Lee—satu-satunya anak yang bisa tahan berada di dekatnya, ada apa? tanyanya masih tetap tidak menoleh. Lee hanya tersenyum dan mengambil tempat duduk di sampingnya. Tidak ada apa-apa hehe, candanya, sepanjang aku melihatmu memberi review, sepertinya selalu nasihat semua, ucapnya dengan nada mengejek. Neji menghela bosan. Apa salahnya? Toh itu juga supaya mereka bisa menjadi lebih baik, Neji kini menatap bola mata hitam Lee dengan bola mata lavendernya yang tajam, kalau kau tidak ada perlu, bisakah kau pergi? Aku lebih suka sendiri, ketusnya. Lee hanya tertawa-tawa tanpa dosa, dia memang sangat mengenal Neji dari kelas satu SMP. Jadi dibentak dengan deathglare dari laki-laki berambut panjang itu sudah biasa. Oke, oke, Lee berdiri dan menjulurkan lidahnya pada Hyuuga Neji itu, kalau begitu, silahkan beraksi lagi Dark Lavender~! Setelah mengucapkan itu, Lee melenggang pergi. Tanpa mempedulikan Neji yang menatapnya dengan tatapan membunuh. . . To Be Continued
Posted on: Wed, 20 Nov 2013 13:46:55 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015