Ch.7 Your soul, I collect it... . . . Kedua tubuh - TopicsExpress



          

Ch.7 Your soul, I collect it... . . . Kedua tubuh itu saling bertindihan, masing-masing diselubungi keringat bening yang keluar dari setiap inci kulit mereka. Bibir mereka berpagutan, lidah mereka saling bertarung di dalam rongga mulut—saling menjelajah ke setiap sudutnya, satu sama lain. Dua pasang tangan itu bergerak liar, memuaskan tubuh pasangannya, menghasilkan alunan desah merdu di tengah malam buta. Mitarashi Anko dan Umino Iruka—salah dua dari public figure yang terkenal di bidang modelling internasional. Keduanya adalah keturunan Jepang yang kini berdomilisi di Manchester, salah satu kota metropolitan selain London di Inggris. Manchester berasal dari bahasa Inggris kuno: Mamucium dan ceaster—yang berasal dari bahasa Latin kuno castra. Ini adalah minggu kedua bagi sepasang insan ini tinggal di kota tersebut. Anko berguling sehingga ia berposisi di atas Iruka. Bola mata garnet-nya menatap garis-garis wajah Iruka, kemudian mengeliminasi jarak antara bibirnya dengan bibir pria itu. Iruka merespon dengan balas mengecupnya, dan memainkan kedua tangannya di permukaan tubuh Anko yang tidak ditutupi sehelai benangpun. Anko mengerang tertahan saat kedua tangan Iruka bermain di bagian atas tubuhnya. Anko, Ég elska þig... Iruka tersenyum manis. Matanya memancarkan sorot memuja terhadap wanita yang berada di atasnya. Seolah-olah Anko adalah bidadari yang diturunkan dari surga hanya untuknya. Dan darah bermuncratan di mana-mana. Anko mengerjap sesaat, dan bola mata hematite Iruka terbuka dengan tatapan kosong. Membelalak. Seolah-olah terkejut setengah mati. Likuid merah berbau karat mengalir dari sisi-sisi bibirnya yang terbuka dan tampak tertekuk turun. Anko mengernyit. Ada apa ini? Ilusi? Semuanya adalah kenyataan, mistress... Suara bening itu menyapa gendang telinga Anko. Serta-merta wanita berusia awal dua puluhan itu menoleh ke arah sumber suara, tepi jendela yang tertutup rapat oleh gorden. Sesosok mungil—siluet gadis cilik dengan rambut panjang yang mengikal pada bagian ujungnya dan gaun yang menutupi sosok itu. sepasang emerald berpendaran redup di dalam ruangan yang remang-remang itu. Anko sedikit bergidik melihatnya. Boneka. Dan boneka itu hidup. Memegang pisau. ... Dan boneka itulah yang tadi membuat Iruka-nya meregang nyawa. Show me your death, Mistress... Craaaaassssshhh... Sekali lagi pisau yang tampak berkilat dalam suasana remang-remang itu menemukan sasarannya, tubuh Iruka, membuat Anko pucat pasi melihat pria yang dicintainya terbelah-belah menjadi puluhan potongan menjijikan yang berlumuran darah merah kental. Boneka itu... ... Cherry Blossom. . . . CHERRY BLOSSOM -season 2- Disclaimer : Masashi Kishimoto mysticasaiga™ © 2010 . . . -Dont Like Dont Read- -Need No Flame Reviews- . . . Empat tahun kemudian... Untuk kesekian kalinya, Sakura mengamati lembaran glossy yang menerakan tiga puluh bilangan yang tercetak oleh tinta hitam dan merah di atas permukaannya. Kalender. Salah satu penemuan bangsa Romawi yang paling berguna hingga saat ini. Dan Sakura hanya terus memperhatikan lembaran yang sama dalam kurun waktu setengah jam ini. Entah apa yang didapatkannya dari visualisasinya selama tiga puluh menit itu. Sunyi sekali ruangan itu, seolah tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Satu-satunya suara yang mengisi kekosongan atmosfir di ruangan itu adalah bunyi desekan kertas ketika Sasuke membalikkan halaman-halaman buku yang sedang dibacanya dalam interval dua menit sekali. Pria berambut raven itu tidak memedulikan boneka mungilnya yang terus-menerus memelototi lembaran kalender yang menggantung di paku yang ia pasang di dekat lemari buku. Kalender adalah salah satu benda yang jarang digunakan oleh Sasuke—seperti halnya jam, baik jam saku maupun jam besar berbandul emas yang selalu berdentang nyaring bila sang waktu telah berlalu tiga ribu enam ratus detik. Masih dalam kesunyian itu, tiba-tiba Sasuke menutup buku tebal yang sedang dibacanya dengan bunyi berdebum pelan. Sakura sedikit menengok saat majikannya yang tidak pernah dilihatnya tidur berjalan melewatinya menuju dapur. Dengan cepat diikutinya langkah-langkah lebar sang majikan dengan langkah-langkah ringan kaki bersepatu lolitanya. Sekarang pukul setengah delapan pagi, waktunya untuk sarapan. Cahaya matahari menerobos melalui jendela kaca besar yang berada di sisi ruangan itu. Aroma manis tepung dan gula merebak di udara, memenuhi indera penciuman Sakura. Aroma manis itu berasal dari adonan pancake yang sedang diracik oleh Sasuke dengan resep rahasia yang berasal turun-temurun dari keluarganya, keluarga Uchiha. Boneka bergaun merah itu memanjat ke atas kursi yang biasa didudukinya saat sarapan, mengamati setiap gerakan tuannya yang dengan cekatan menyiapkan sarapan—memanaskan wajan, mengaduk adonan, menjerang air di atas kompor elektrik dengan teko berbahan fiberglass, dan menggiling biji koki. Sasuke pasti memiliki tangan dewa, karena ia bisa melakukan semuanya tanpa memerlukan bantuan Sakura. Karena itu, Sakura memilih untuk menggoyang-goyangkan kakinya dan menonton. Rambut raven biru dongker Sasuke entah mengapa tampak berwarna kecoklatan ketika tertimpa sinar matahari. Kedua mata onyx-nya memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh si empunya—menuangkan adonan pancake ke atas wajan yang mengeluarkan bunyi berdesis. Kau mau memakai sirup? Akhirnya, setelah sekian lama, Sasuke mengeluarkan pertanyaan pada Sakura yang sedari tadi berlakon sebagai penonton. Ya, jawabnya dengan suara melengking tinggi, seperti biasa. Sirup apa? Cherry. Sasuke memutar kedua bola matanya. Hn, kau harus membelinya sendiri. Sakura ikut memutar kedua mata emerald-nya. Jadi, sirup apa yang ada? Blueberry. Dengan tangan porselennya, ia memainkan ikal-ikal halus rambut sugarplum-nya. Itu juga boleh. Sirup blueberry memiliki warna yang bagus, agak mirip dengan warna gumpalan darah. Itu rapsberry, kekeh Sasuke sambil membalik-balikkan pancake yang hampir matang. Ada? tanya Sakura penuh harap. Empat tahun telah menempanya menjadi sebuah mesin pembunuh sungguhan, namun masih memiliki hati nurani—tapi kini, ia tidak lagi menunjukkan emosinya di depan korban-korbannya. Satu-satunya orang yang masih mengetahui bahwa Sakura memiliki perasaan adalah tuannya, Sasuke, walaupun pemuda itu masih sedikit menuntut Cherry Blossom agar mematikan perasaannya. Namun, melihat Sakura yang sudah mulai menyukai warna darah, ia tersenyum tipis—seperti biasa. Hn, katanya sambil memindahkan pancake ke piring Sakura, kemudian mengeluarkan teko kecil berwarna transparan yang berisi cairan gula mengental berwarna merap gelap. Tentu saja ada. . . . Kau yakin kau ingin aku pergi sendiri? Tentu saja. Kau tidak takut aku gagal? Ini tugas yang sulit. Ini pertemuan keduaku dengannya. Hn, aku percaya padamu. Terima kasih, Tuan... Your very welcome, my Cherry... . . . /Flashback/ Musim panas. Sakura menapaki jalanan di tengah-tengah kota London dalam terik matahari. Saat ini sekitar pukul satu siang, dan manusia-manusia yang berkeliaran di bawah sinar matahari itu adalah manusia-manusia yang memiliki janji makan siang—entah dengan klien maupun dengan pasangan masing-masing. Dan Sasuke tidak termasuk dalam jajaran itu. Tuannya adalah makhluk paling anti-sosial yang pernah ia tahu—selain dirinya sendiri, tapi ia kan boneka. Kedua mata emerald-nya menyusuri setiap lembaran kaca transparan yang mempertunjukkan bagian display toko-toko yang berusaha menarik perhatian calon pembeli. Toko sepatu yang menjual berbagai macam jenis sepatu—high heels beraneka warna, berpasang-pasang sepatu boots, sneakers, dan lain-lain; toko pakaian yang menjual mode-mode pakaian terbaru; toko alat-alat elektronik; toko buku yang sedang menawarkan diskon besar-besaran; penyewaan video kaset; dan toko kue. Toko kue. Sakura berhenti beberapa saat di depan kaca bening etalase toko makanan manis tersebut sebelum memutuskan untuk masuk. Di dalam toko tersebut, suasana bagaikan surga bagi para pecinta makanan bergula. Kedua mata emerald-nya menyapu seisi toko dengan pandangan takjub. Ada bermacam-macam penganan ringan manis yang dikemas dalam berbagai macam bentuk. Beberapa jenis kue tampak dihiasi toping seperti buah-buahan, whipped cream, selai buah, choco chips, dan taburan permen. Dan pandangan mata itu berhenti pada sebuah kue. Kue dengan baluran warna ungu nyaris biru tua yang mengingatkannya pada seseorang. I wanna have that cake, Maam... pinta Sakura dengan bahasa Inggris yang fasih sambil menunjuk ke arah kue yang diinginkannya—kue yang sesuai untuk perayaan kecil-kecilan yang telah ia rencanakan matang-matang. Sang penjaga toko berambut hitam itu tersenyum manis sambil membungkuskan kue yang dimaksud oleh Sakura dengan kardus berwarna merah dengan bordiran yang dicetak dengan tinta emas untuk menuliskan nama toko itu. Here you are, little girl. Is there anything else? Boneka berambut bubble gum itu menggeleng, lalu membayarkan sejumlah pounds yang diperlukan. Setelah itu ia melangkah keluar dari toko tersebut sambil menjinjing plastik putih yang berisi kardus kue yang baru dibelinya. Dan juga sebatang lilin yang dibelinya di toko kelontong di sebelah toko kue tersebut. /Flashback End/ . . . Tunggu dulu. Sakura menoleh saat telinganya menangkap nada mencegah dalam suara yang dikeluarkan tuannya. Sebelah alis imitasinya terangkat—sedikit mengikuti gaya Sasuke—sebelum ia menggetarkan pita suara sintetisnya. Ada apa? Sebelah sudut bibir Sasuke terangkat saat pemuda Uchiha itu berjalan mendekati boneka pembunuhnya yang berdiri mematung—menunggu. Kedua tangannya terulur ke arah Sakura, tapi sejenak kemudian gerakannya berhenti. Lurus-lurus ditatapnya kedua iris emerald itu. Bisakah kau menutup matamu? tanyanya dengan sebelah alis yang juga terangkat. Boneka itu sedikit memiringkan kepalanya. Sepertinya kejutan, he? Senyuman itu nyaris kembali membentuk garis lurus yang kaku. Hn. Dan kumohon jangan menghancurkan mood-ku. Tak terlalu kentara, Sakura mendesah pelan—tidak ingin menyinggung tuannya. Sasuke tidak suka direspon dengan sikap datar bila ia berniat memberikan kejutan. Jadi, sebaiknya ia tidak menghancurkan niat baik tuannya itu. Uchiha muda itu bisa berubah menjadi sangat menyebalkan bila mood baiknya dihancurkan. Jadi, ia menutup pendar-pendar kedua emerald-nya dalam tabir porselennya. Sasuke tersenyum lagi, namun Sakura tidak bisa melihatnya. Boneka itu merasakan sentuhan lembut di atas helai-helai rambut yang menutupi kepalanya—seolah-olah Sasuke sengaja mengusap-usap kepalanya. Sebenarnya ia ingin sekali membuka mata dan mengintip apa yang dilakukan oleh tuannya itu, namun ia tidak ingin mengambil resiko melihat murka majikannya itu. Terdengar bunyi gesekan kain dan rambutnya, membuat Sakura makin penasaran. Bila Sasuke tidak menyuruhnya membuka mata dalam tiga detik, maka ia akan membuka matanya tanpa disuruh. Sasuke pasti akan marah, tapi habis perkara. Ia sudah sangat penasaran. Satu. Dua. Ti— Iya, iya... Terdengar suara Sasuke yang setengah geli. Silakan membuka matamu, boneka penasaran. Perlahan-lahan, Sakura membuka kelopak mata porselennya, menampilkan kembali kilauan mata jade-nya. Karena tidak melihat apa-apa di hadapannya, ia menggunakan kedua tangannya untuk menyentuh bagian atas kepala, seketika wajah porselennya menampilkan rona merah muda pada kedua pipinya yang putih. Sasuke menjadi sedikit kagum atas kelihaian Sasori membuat boneka yang sedemikian hidup. Terima kasih, Tuan Sasuke... kata Sakura dengan wajah berseri-seri. Sekali lagi ia menyentuh pita merah yang kini membuat rambutnya terbagi menjadi dua kunciran panjang dengan bagian bawah mengikal lembut. Ditatapnya Sasuke dengan pandangan senang, seolah-olah mengucapkan kata-kata terima kasih belum menunjukkan betapa ia sangat menyukai pemberian Sasuke itu. Pemuda bermata onyx itu menempelkan ibu jari dan jari telunjuk tangan kirinya di atas dagu, bertopang pada lengan kirinya yang bersedekap—mengamati pita sutra merah yang kini terikat rapi di rambut Sakura. Ia tampak puas akan hasil pekerjaannya. Nah, sekarang lekaslah pergi. Ia melirik ke arah pintu depan. Kurasa klien kita sudah tidak sabar untuk menunggu kematian menjemputnya. Boneka itu berbalik, membelakangi tuannya. Kematian tidak menjemputnya. Aku mengantarnya. . . . Wanita itu tak henti-hentinya menatap langit malam yang sepekat beludru. Gelap sekaligus indah di saat yang bersamaan. Tatapan kedua matanya yang berwarna garnet terlihat redup, tidak memancarkan cahaya yang biasa ditunjukkannya saat melakukan profesinya. Mitarashi Anko sedang bersedih karena kematian tunangannya, Umino Iruka. Terlebih lagi, belahan hatinya itu tewas bersimbah darah tepat di depan matanya. Pembunuh cilik itu tanpa sungkan membelah-belah tubuh pria itu hingga menjadi potongan-potongan kecil. Tubuh pria yang baru saja berbagi sentuhan dan peluh bersamanya. Bisa dibilang Anko beruntung malam itu. Pembunuh yang mencabut nyawa Iruka tidak sekalian mencabut nyawanya juga. Padahal, menurut novel-novel misteri yang biasa dibacanya, biasanya pembunuh akan sekalian menghabisi orang-orang yang berada di tempat kejadian perkara yang sama dengan sang korban guna membungkam mulut orang yang kerap disebut saksi itu. Tapi, tentu saja pembunuh yang merenggut Iruka darinya bukan pembunuh biasa. Ia pasti seorang pembunuh terlatih. Tepatnya, sebuah pembunuh terlatih. Sinar keperakan bulan yang biasanya sangat disukai wanita itupun tidak mampu mengusir rasa kelam menusuk yang dirasakan olehnya. Dalam benaknya berputar-putar berbagai macam pertanyaan. Mengapa Iruka dibunuh? Apakah itu pembunuh yang mencabut nyawa Iruka hanyalah pembunuh iseng? Kalau begitu, mengapa ia yang berada dalam satu ruangan dengan Iruka tidak ikut dibunuh oleh pembunuh itu? Apakah ia memang hanya mengincar Iruka? Apakah yang mengincar Iruka itu seorang pembunuh bayaran? Dan, apakah ia... Cherry Blossom yang sering menjadi buah bibir di kalangan security internasional? Dan pertanyaannya terjawab. Benar, Cherry Blossom. Anko menoleh kaget ke arah jendela yang berada di sebelahnya, tempat suara bening yang merdu itu mengalun. Di atas kusen jendela, duduk dengan manis seorang—sebuah boneka yang wujudnya menyerupai gadis kecil. Boneka itu berambut sugarplum yang dikuncir dua oleh pita merah dan bagian bawah rambut panjangnya membentuk ikal halus yang melengkung-lengkung. Ia mengenakan gaun dengan gaya lolita berwarna merah. Tak ketinggalan sepatu merah lolita terpasang pada kedua kakinya. Wanita itu mundur satu langkah. Siapakah kau? tanyanya dengan suara gemetar. Walaupun penampilan boneka itu manis dan menggemaskan, namun kemunculannya yang tiba-tiba itu membuat Anko takut. Sakura tersenyum manis, salam pengantar dari aksi selanjutnya. Aku adalah malaikat pencabut nyawa. Namaku, Cherry Blossom, jawabnya dengan nada semanis sirup. Pupil mata Anko mengecil, ketakutan. Kedua tangannya mulai berkeringat dan gemetaran. Intensitas ketakutannya bertambah ketika ia melihat boneka mungil yang duduk di kusen jendelanya mengeluarkan sebilah pisau yang berkilat. Welcome to bloody paradise, Mistress... ZAP! Sakura melempar pisau itu dengan kecepatan tinggi. Anko tak sempat mengelak menghindari pisau itu. Tak ayal lagi, pisau itu menancap pada betis kirinya, membuatnya menjerit kesakitan. Aaaaaaaaaaaaaaa...! Ia merintih sambil memegangi betisnya yang bercucuran likuid merah beraroma garam itu. Boneka itu melompat turun dari kusen dan mendarat dengan bunyi tap lembut pada permukaan lantai. Dengan tenang, ia berjalan menghampiri wanita yang berusaha melepaskan batang pisau itu dari betisnya yang semakin dikucuri oleh darah merah segar, bahkan wanita itu sampai jatuh terduduk. Diambilnya pisau itu dengan mudah dari betis Anko, membuat wanita berambut biru gelap nyaris hitam itu kembali menggemakan teriakan kesakitannya. Aaaaakkhhhh... he-hentikannn...! Namun Sakura tidak berhenti. Itu kan baru awal dari permainannya. Bagaimana dengan ini? tanyanya sambil menancapkan pisaunya berkali-kali pada lengan Anko. Kyaaaaaaa...! U-ugh... Aaaaaaaaaaa...! Dengan cekatan ia menciptakan alur-alur yang menyerupai sungai, simetri dengan lengannya yang satu lagi. Dalam sekejap, wanita itu sudah menggeliat kesakitan di lantai. Saraf-sarafnya hampir tak mampu lagi merasakan rasa sakit akibat luka di sana-sini. Tanpa ampun, ditusukkannya pisau itu ke bagian pinggang kanan Anko, lalu diputar-putarnya pisau itu di dalam tubuh Anko, menghancurkan organ liver yang bercokol di sana. Lagi-lagi darah segar bermuncratan ke udara kosong yang mulai dipenuhi bau anyir darah. Sakura sedikit mundur agar darah itu tidak mengotori pita barunya. Aaaaaaaaaaaarrrggghhhhhh... M-menga-pa kau m-melaku-kan ha-al i-ini p-pad-da k-ka-mi? tanya Anko dengan nafas terputus-putus, pertanda bahwa ia hampir menyerah pada siksaan yang diberikan oleh pisau boneka cilik itu. Sakura mundur lagi, menatap korbannya yang diselimuti percikan darah dengan kedua mata emerald-nya. Permintaan Danzo. Lalu ia melompat ke atas tubuh Anko dan menancapkan pisaunya di mata kanan Anko, kemudian menarik bola mata garnet itu keluar. AAAAAAAAAAAAAAA...! Di tengah-tengah kesakitan itu, Anko mampu menyatukan kepingan puzzle yang semula berantakan itu. Danzo meminta Cherry Blossom membunuhnya. Ia dendam. Ia benci kepada mereka berdua karena mereka menolak untuk menjadi figur perusahaannya. Dan ia mengaharapkan siapa saja yang menentangnya hilang dari dunia ini—dengan cara apapun. Nah, selamat tinggal. Sakura mengakhiri rantai nafas Mitarashi Anko dengan menusukkan pisaunya kuat-kuat pada dada kiri wanita itu—menembus jantungnya yang langsung tercabik-cabik dan menyemburkan darah terakhir yang ada di dalam tubuh wanita yang menyusul tunangannya meregang nyawa itu. Setelah memastikan korbannya mati, boneka itu menjauh beberapa langkah dari tubuh korbannya, mengamati hasil kerjanya. Bunyi detik jam yang bergema di ruangan yang sunyi itu membuat kepala porselennya menoleh dan memandang benda penunjuk waktu itu. Pukul sebelas lewat, ia harus segera pergi. Sakura berbalik membelakangi jenazah korbannya. Ia melemparkan sesuatu ke belakang—sesuatu yang melayang perlahan searah dengan gaya gravitasi dan jatuh di atas tubuh korbannya yang bermandikan darah—sebelum ia menghilang seolah ditelan kabut malam dan sinar rembulan. Sehelai kelopak bunga sakura. . . . Sasuke menyipitkan mata, mengusir partikel-partikel cahaya lampu dari koridor luar yang menyeruak melalui pintu kamar kerjanya yang dibuka oleh Sakura pagi itu. Boneka itu duduk dengan manis di hadapannya, kedua tangannya memegang sebuah nampan perak yang di bagian permukaannya terdapat secangkir cappuccino hangat dengan buih mengental, dan sepotong kue blueberry cheesecake dengan sebatang lilin tertancap di atasnya. Untuk apa ini semua? tanya Sasuke, mengalihkan pandangannya dari layar monitor kristal komputernya. Diamatinya Sakura dengan pandangan yang sarat akan kebingungan. Tidak biasanya boneka kesayangannya itu membawakan ia—err, sarapan? Aku tidak menyukai makanan manis. Pasti kau berpikir aku membawakan sarapan untukku. Boneka dengan rambut berwarna merah jambu mengikal yang dikuncir dua dengan menggunakan dua helai pita merah itu berjalan perlahan mendekati meja komputer Sasuke, lalu meletakkan nampan yang dibawanya pada bagian meja yang kosong—tidak ditutupi kertas-kertas. Ini bukan makanan manis biasa, asal kau tahu. Pemuda—ah, bukan. Pria itu menatap Sakura sejenak sebelum memutar kedua mata onyx-nya. Katakan saja apa maksudmu, tukasnya, kembali memfokuskan matanya pada layar komputer, seperti sedang membaca sesuatu. Well... Sakura menghela nafas melalui hidung porselen mungilnya. Selamat ulang tahun untukmu, Tuan Uchiha Sasuke. Ia menyentuh lengan Sasuke—seolah ragu untuk melanjutkan tindakannya. Sedetik kemudian, boneka pink itu melepaskan tangannya dari kemeja biru muda Sasuke, lalu berbalik dan menghadap ke arah jendela yang ditutupi oleh sehelai gorden berwarna kelabu. Perlahan-lahan, disibakkannya gorden itu hingga terbuka lebar, menampakkan pemandangan gelap gulita. Saat ini tengah malam—tentu saja. Senyuman tipis tampak di bibir Sasuke. Ia berjalan mendekati Sakura yang masih berdiri dalam diam di depan jendela berbingkai logam hitam itu, lalu menepuk kepalanya. Mérci, ma Cerise*... katanya dengan suara rendah. Kau adalah orang pertama yang mengucapkannya. Boneka porselen itu membalikkan tubuhnya, puncak kepalanya sejajar dengan pergelangan tangan Sasuke saat dijatuhkan bebas. Ia menatap tuannya dengan pandangan bertanya. Tidak ada keluarga Uchiha yang tersisa. Sasuke menengadah, menatap bulan keperakan yang bersinar temaram. Untuk pertama kalinya, Sakura melihat gurat kesedihan terlukis di wajah rupawan tuannya itu. Keluarga... gumamnya, berusaha meresapi makna kata itu ke dalam relung hatinya. Relung hati imajiner, tentu saja, karena bagaimanapun, ia tetaplah sebuah boneka. Sakura tidak mengerti. Selama tujuh tahun ini, ia tidak pernah memiliki keluarga. Ia tinggal bersama Uchiha Sasuke, tuannya, itu pun tidak dapat dikatakan sebagai keluarga. Mereka berdua lebih cocok dikatakan sebagai—eh—partner in crime? Bersama-sama melakukan pembunuhan demi pembunuhan di Inggris. Lebih dari seratus nyawa telah mereka renggut dengan pisau-pisau berkilat yang selalu siap sedia di balik pakaian mereka. Gaun lolita merah untuk Sakura; kemeja, celana panjang, dan mantol hitam sebatas lutut untuk Sasuke. Seperti apakah keluarga itu? Mengapa tuannya tampak begitu sedih bila mengingat kata keluarga? Dalam hati, boneka itu bertanya-tanya sendiri. Jemari Sasuke yang putih menghentikan tepukannya di atas rambut Sakura. Pukul dua belas lewat lima belas. Ia seolah berkata pada dirinya sendiri. Bagaimana kalau kita menikmati hidangan yang kau bawa? Kepala porselen boneka itu menggeleng-geleng, membuat ujung-ujung rambut ikalnya bergoyang-goyang lembut seirama dengan gerakannya. Itu untukmu, Tuan... katanya seraya mengedikkan bahu. Kedua onyx itu mengamati nampan yang berisi kue dan kopi yang tadi dibawakan Sakura. Dan kau harus meniup lilinnya terlebih dahulu. Sasuke tertawa, terkekeh-kekeh, mendengar perkataan Sakura. Kau persis ibuku, dulu... Ia menyeringai. Sakura sedikit memiringkan kepalanya, menunggu kelanjutan kata-kata Sasuke. Ia yakin, masih ada kontinuitasnya. Sasuke memang suka memberi jeda di antara perkataannya. Pria Uchiha itu duduk di depan meja komputernya, mengatupkan tangan dan bersiap-siap meniup lilin. Tetapi sejurus kemudian ia mengerling ke arah Sakura dan bertanya, Apa aku perlu mengucapkan birthday wish terlebih dulu? Sesukamu sajalah. Sakura kembali melengos menghadap ke jendela itu, mengamati kemegahan sinar perak yang dipancarkan oleh luna yang bertakhta di tengah pekatnya malam. Dan Sasuke pun memejamkan mata, bibir tipisnya berkomat-kamit, mengucapkan sesuatu dalam bahasa asing yang merupakan bisikan. Kemudian sang Uchiha muda itu menghembuskan nafas melalui lubang yang dibentuk oleh bibirnya, memadamkan nyala api yang bertengger di bagian atas lilin ulir berwarna merah itu. Tahu-tahu Sakura telah berada di sisinya, tersenyum. Selamat ulang tahun... . . . Good night and have a nice death... . . . ~To Be Continued~ . . . Ég elska þig = I love you Mérci ma Cerise = terima kasih, Cherry-ku
Posted on: Sun, 24 Nov 2013 12:56:35 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015