Chap.29 Dilema Cinta Diantara Sahabat By - TopicsExpress



          

Chap.29 Dilema Cinta Diantara Sahabat By Dini-chan Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto Pairing: NaruHina, SasuSaku. And slight NaruSaku, SasuHina. Warning: AU, OOC, OC, and little Fantasy Rated: T+, Semi M! untuk beberapa adegan. Chapter: Flashback *#~DCDS~#* Note: Hyuuga Natsumi=Naruto bermata lavender. Hyuuga Hikari=Hinata bermata sapphire. Uchiha Kyosuke=Sasuke berambut hitam. Haruno Sayaka=Sakura berambut merah. ~FLASHBACK~ Dia berjalan, keluar kamarnya di tengah malam. Gaun biru-muda-nya sedikit melambai, karena ayunan langkah kakinya yang dipercepat. Suara gemuruh halilintar di luar kastil terdengar mengema di sepanjang koridor yang bersisian dengan jendela-jendela kaca besar. Gadis itu memekik kecil, menutup mulutnya, mereda suara takutnya karena tak ingin membangunkan siapa-pun. Di depan kamar kakaknya, dia berhenti melangkah. Tangannya agak gemetar saat menyentuh pegangan pintu. Namun kilatan cahaya yang menembus jendela di belakangnya, memantapkan hatinya untuk segera mendorong pintu tersebut. Seperti biasa, pintu tersebut tak pernah terkunci untuknya. Kamar besar di balik pintu tersebut sedikit gelap, alat penerangannya sudah dimatikan sejak tadi, kecuali sebuah lilin yang masih menyala di samping ranjang. Seorang pemuda, berambut kuning spike, terlihat duduk bersandar di atas ranjang king size-nya. Seakan sudah menantinya, pemuda itu tersenyum melihat kedatangan adik perempuannya. N-nii-san. . . suara gadis itu terdengar parau. Ia masih berdiri di ambang pintu. Ada apa Hikari-chan? Malam ini kau tak bisa tidur lagi? nadanya tidak terdengar prihatin, malah terdengar dibuat-buat, seolah mengejek akan kebiasaan adiknya yang tak pernah hilang sejak dulu. Lari ke kamar kakaknya saat suasana langit terdengar mengamuk. Wajah Hikari berubah menjadi sedikit mengerut, ia kesal. Namun lagi-lagi dia hampir memekik keras saat sambaran halilintar kembali terdengar. Tubuhnya kembali gemetar. Kakaknya tersentak, ia segera bangkit dari tempat tidurnya, berlari menghampiri Hikari, dan menutup pintu kamar di belakang Hikari, agar merendam sedikit suara halilintar dan hujan deras yang baru saja turun. Pemuda berambut kuning itu, memeluk Hikari dengan gestur yang sangat baik, mengelus rambut indigo adiknya yang mulai panjang hingga setengah punggung. Mencoba meredakan isak kecil Hikari. Sssh. . . tenanglah Hikari-chan. Tak apa, kau tidur saja di sini lagi, sampai hujannya berhenti, guman pemuda tersebut, mencoba menenangkan Hikari dari phobia-nya terhadap suara halilintar. Hikari mengangguk, dan sedetik kemudian tubuhnya sudah terangkat dari atas lantai. Kakaknya menggendongnya, membawanya ke atas ranjang. *#~DCDS~#* Pagi menjelang, tidak seperti biasanya, hari ini pangeran Natsumi terbangun tanpa bantuan pelayan istana. Namun raut wajahnya terlihat kecewa. Karena saat ia bangun, sosok gadis yang semalam tidur di sampingnya, menghilang. Pasti sudah pergi saat pagi buta, agar tak ada yang tahu kalau dia sudah melanggar peraturan istana –untuk kesekian kalinya. Tidak bisa. Keadaan sekarang sudah tidak sama seperti dulu lagi. Dulu. Tak ada yang melarang jika hal itu terjadi. Raja dan Permaisuri, hanya terkikik kecil saat melihat Hikari –berumur tujuh tahun– tidur dalam pelukan Natsumi. Merasa itu sangat wajar untuk menimbulkan rasa sayang persaudaraan di antara mereka. Tapi sekarang, sudah berubah drastis. Sebulan lalu, Permaisuri panic ketika mendapati Hikari (yang kini sudah berusia lima belas tahun) tidur dalam pelukan Natsumi, di kamar pangeran. Raja pun menduga hal yang tidak-tidak. Tanpa mau melihat fakta bahwa Natsumi maupun Hikari masih menggenakan pakaian tidur mereka masing-masing, lengkap tanpa ada yang hilang, juga tak pernah melakukan apa-apa, selain tidur berpelukan untuk menenangkan adiknya dari phobia. Yang Raja Hyuuga lihat hanya ada dua faktor, bahwa Natsumi dan Hikari berbeda gender dan sudah beranjak remaja, juga satu faktor yang hanya diketahui Raja dan Permaisuri, yaitu kedua anak mereka itu tidak memiliki hubungan darah sama sekali. Raja Hyuuga sampai harus membuat peraturan baru dalam istana, Puteri Hyuuga tak boleh lagi tidur di kamar kakaknya, begitu pun sebaliknya. *#~DCDS~#* Selamat Ulang Tahun! Wajah Sayaka tampak berseri-seri, ia bahagia. Karena Istana Haruno –yang tak sebesar Istana Uchiha maupun Hyuuga– terlihat lebih ramai dari hari sebelumnya. Perayaan besar diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Puteri Haruno yang ke enam belas tahun. Zaman kerajaan saat ini, sudah menganggap umur enam belas tahun adalah fase dewasa seseorang. Yang berarti, seorang Pangeran sudah diperbolehkan untuk meminang Puteri dari kerajaan lain, dan seorang Puteri juga berhak menerima ataupun menolak pinangan dari Pangeran lain. Karena itu, undangan ulang tahun Puteri Haruno kali ini menyebar hingga penjuru negara. Raja Haruno berniat memperlihatkan pada seluruh kerajaan lain, bahwa Dia memiliki seorang Puteri cantik yang sudah siap untuk dipinang. Hanya ada Raja Haruno, karena Permaisuri Haruno sudah lama meninggal sejak Puteri Sayaka dilahirkan. Setelah puteri Sayaka yang didampingi Ayahanda-nya, bercengkrama dengan para undangan (yang rata-rata pangeran dari kerajaan lain). Tiga sahabat Sayaka sejak kecil, memberanikan diri pergi menghampirinya, selagi Raja Haruno tak ada di samping Sayaka. Sayaka! panggil Natsumi. Dia berjalan berdampingan dengan Hikari. Sementara Kyosuke berjalan di belakangnya dengan gaya cool-nya yang khas.. Sayaka berbalik, menampilkan senyuman terbaik, dan membalas sapaanya, hai. Dia terlihat anggun dengan gaun pink indah yang digunakannya, rambut merahnya digulung rapi kebelakang, beberapa helai dibiarkan turun membingkai wajahnya, mahkota putri terpasang di atas poninya. Terlihat cantik dan lebih dewasa pada kesan pertama di hadapan temannya. Namun. . . Kyaaaa! Hikari-chan! pekik Sayaka mendadak ketika melihat penampilan Hikari, yang terlihat berbeda dengan gaun biru muda. Rambut indigonya setengah dijalin kebelakang, sebagian lagi rambut panjangnya dibiarkan terurai. Panjang gaunnya hanya sebatas lutut, dan panjang kain lengannya tiga perempat. Gaunnya terlihat pas di body Hikari yang mungil tapi berbentuk. Sayaka langsung menghambur, memeluk Hikari sekilas, lalu mencubit kedua pipinya dengan gemas. Hikari-chan! Kau benar-benar terlihat imut! seperti biasa, Sayaka selalu memperlakukan Hikari seperti adiknya sendiri. Hikari meringis, pipinya yang merona bertambah merah karena cubitan Sayaka. Natsumi nyengir, sementara Kyosuke menepuk jidatnya sendiri, kesal, karena hanya dia yang sadar akan tatapan membunuh dari Raja Haruno pada mereka. Jelas Raja marah, melihat tingkah Sayaka kembali kekanak-kanakan karena kedatangan mereka (Hikari, Natsumi, Kyosuke). Memalukan kerajaan Haruno saja. Hikari mengelus pipinya setelah Sayaka melepaskan cubitannya. Dia mencoba tersenyum. Hari ini kau juga terlihat lebih cantik Sayaka, puji Natsumi. Mengalihkan perhatian padanya. Terima kasih. Sayaka tersenyum. Kyosuke mendengus kesal. Ada apa? tanya Natsumi menoleh ke arah Kyosuke. Tak apa! kata Kyosuke sarkastis sambil membuang muka ke samping. I-ini hadiah dari aku dan Natsumi-niisan, Hikari menyodorkan kado persegi berwarna biru muda di hadapan Sayaka. Sayaka menerimanya, ia bertanya penasaran Apa isinya? Nanti kan kau juga akan tahu, jawab Natsumi nyengir. Mengedipkan mata jahilnya. Sayaka terkekeh kecil. Matanya lalu melirik Kyosuke, begitu pula Natsumi dan Hikari. Ada apa? Kenapa kalian melihatku seperti itu? tanya Kyosuke. Kau itu pura-pura bodoh atau tidak sih. Mana kado darimu untuk Sayaka? tuntut Natsumi. Kyosuke mengedikkan bahunya. Aku tidak bawa, jawabnya santai. Lagipula untuk apa memberikannya kado, kalau dia sudah menerima banyak kado dari pangeran-pangeran lain, tambah Kyosuke, masih dengan nada sarkastiknya. Natsumi mendelik. Dengan gerakan slow motion, ia menoleh ke arah Sayaka. Mengira Sayaka akan segera meledak di tempat karena marahnya. . . bisa gawat jadinya. Sayaka tersenyum mengerikan. Tak apa. Aku tidak akan marah kok. kata Sayaka, seolah mengerti jalan pikiran Natsumi. Oh ya? Kyosuke menaikkan sebelah alisnya, sudut bibirnya terangkat sedikit, ia menyeringai tipis. Seolah ada hal lucu yang disembunyikannya. Iya! Aku memang tidak butuh kado darimu! jawab Sayaka cepat. Menutupi kebohongannya dengan tidak menatap langsung mata onyx Kyosuke. Baguslah. Kyosuke menyodongkan tubuhnya, mendekat ke arah Sayaka. Ia berbisik ditelinganya, dengan begitu aku tidak perlu memberikanmu kado tahunan seperti dulu, iya kan? Puteri? Seringai tipis nan jahil muncul di wajah Kyosuke. Sayaka merona, mengerti maksud dari perkataan Kyosuke. Bodoh! Sayaka yang kesal, dengan sekali hentakan berhasil menginjak kaki Kyosuke. Hal yang seperti itu kan sudah lama sekali, tahu! Aw! Kyosuke meringis. Kau tak perlu menginjak kakiku! Biarin! Wek! Sayaka melet. Menarik lengan Hikari, ia segera mengajaknya pergi menjauh sebelum kembali berdebat dengan Kyosuke. Tak ingin pestanya terganggu hanya karena kesal dengan sahabatnya itu. Natsumi terkekeh. Diam kau dobe! Kyosuke mendelik. Tapi tawa Natsumi tak juga reda. Butuh beberapa detik, sebelum ia bertanya, memangnya, kado tahunan apa yang kau maksud itu teme? Sampai-sampai Sayaka terlihat sangat kesal tuh. Kau ingat tidak? Permainan kita berempat dulu waktu kecil, yang sering sekali Sayaka dan Hikari meminta kita untuk memainkannya. Natsumi tampak berpikir. Maksudmu. . . . permainan kerajan-kerajaan? Yang kau dan Sayaka berpura-pura jadi Raja dan permaisuri, lalu aku dan Hikari jadi anak kalian, yang itu yah? tanya Natsumi memastikan. Kyosuke mengangguk mengiyakan, hn. Lantas? Apa hubungannya dengan kado tahu– perkataan Natsumi terhenti. Memori otaknya seperti diberi listrik kejut yang langsung mengaktifkan lampu terang di atas kepalanya. Dan sedetik kemudian, Natsumi kembali tertawa. Tawa geli yang cukup keras, membuat beberapa orang memandanginya dengan heran. Kau ada-ada saja Teme! Natsumi menepuk-nepuk punggung Kyosuke, masih tak menghentikan tawanya. Itu kan sudah lama sekali, waktu kita masih umur sepuluh tahun. Tentu saja Sayaka malu mengingatnya! Kyosuke menyeringai tipis. Tak apa kan? Sekali-kali aku ingin menggodanya, ujar Kyosuke. Pandangannya tertuju pada Sayaka dan Hikari yang sedang melihat mereka dengan pandangan heran dari kejauhan. Sekilas, ia kembali mengingat kejadian enam tahun lalu. Saat Kyosuke kecil dan Sayaka kecil, bermain di taman istana, bersama dengan Natsumi dan Hikari. Berpura-pura menjadi sebuah keluarga di kerajaan. Bermain, menirukan apa saja yang pernah mereka lihat di dalam istana. Seperti Natsumi yang pura-pura belajar mengayunkan pedang-pedangan dengan ayahanda bohongannya, yaitu Kyosuke. Juga Hikari yang rela rambutnya dihiasi, ataupun didandani oleh ibunda bohongannya, Sayaka. Dan satu hal lagi, sebuah kado tahunan yang sering dilakukan Raja dan Permaisuri Uchiha maupun Hyuuga, tak luput menjadi objek tiruan para anak-anak kerajaan tersebut, termasuk bagi Kyosuke dan Sayaka yang berpura-pura menjadi Raja dan Permaisuri saat itu. Yaitu. . . . Sang Raja mencium kedua pipi Permaisuri. Kyosuke tersenyum tipis. Dan Sayaka merona malu. *#~DCDS~#* Di aula kastil Haruno di lantai dasar, kini terasa adanya atmosfir mengerikan yang mengelilingi ruangan tersebut. Sumber penyebabnya hanya ada satu, dari puteri Haruno itu sendiri. Sayaka berdiri, bertolak pingang di hadapan pria yang berlutut ketakutan di hadapannya. Terkesan seolah sang puteri siap mencekram dan mencekik sosok pria yang bertanggung jawab dalam masalah ini. Tetapi ia masih beruntung karena Sayaka belum juga melakukan hal mengerikan seperti itu. Sayaka terus mengoceh, mengomeli, meluapkan seluruh amarahnya pada pria tersebut. Sementara itu, Kyosuke berdiri tak jauh di samping Sayaka dengan tatapan bosan. Pangeran Uchiha tersebut, tetap berdiri dengan gaya khas keturunannya. Menyelipkan kedua tangannya dalam saku celananya. Matanya sesekali menatap Sayaka dan pria malang itu secara bergantian. Dalam hati Kyosuke mengeluh, sampai kapan dia harus menunggu Sayaka puas mengoceh. Ah~ perempuan itu memang identik dengan cerewet, pikirnya. Pintu aula terbuka, bersamaan dengan seruan penjaga kastil, Pangeran dan puteri Hyuuga sedang datang berkunjung, Yang Mulia Puteri Haruno. Tanpa menunggu izin dari Sayaka, kedua tamu tersebut melangkah masuk ke dalam aula tanpa halangan penjaga kastil. Tentu saja, karena mereka berdua tak asing lagi memasuki kastil Haruno sejak mereka kecil, begitu pula dengan Kyosuke. Kenapa kalian lama sekali? Aku dan Hikari-chan sudah capek nunggu di tempat biasa, tapi kalian tidak datang juga. Ya sudah, aku putuskan untuk datang ke sini langsung, tutur Natsumi menjelaskan kedatangan mereka berdua. Wajahnya terlihat kesal, namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah menjadi heran, melihat tingkah Sayaka yang aneh saat itu. Sayaka merentangkan kedua tangannya ke samping. Seperti menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya dari pandangan Natsumi maupun Hikari. Wajahnya berkerut terlihat panic. Ada apa? tanya Natsumi heran. Ia melangkah maju. Jangan mendekat! seru Sayaka. Mengagetkan Natsumi dan Hikari. Natsumi semakin heran, matanya lalu mengerling ke Kyosuke yang. . . err. . . menyeringai ke arahnya? Kenapa Kyosuke menyeringai seperti itu? Seolah ada hal lucu yang sedang terjadi di hadapannya? K-kau kenapa Sayaka-chan? A-apa itu? Yang ada di belakangmu? akhirnya Hikari menyeruakan suaranya sejak pertama mereka masuk. Sayaka membeku, kalau Hikari yang bertanya rasanya ia tak tega untuk berbohong di hadapan sahabatnya –yang paling muda di antara mereka–. Entahlah, mungkin Hikari memiliki daya magnet tersendiri sehingga orang pasti luluh di hadapan puppy eyes andalannya. Seringai tampak jelas menghiasi wajah Kyosuke. Ia memandang Sayaka dengan tatapan mengejek kali ini, seolah berkata Kena kau! tepat di depan wajah Sayaka. Oi Teme! Jangan diam saja! Natsumi hilang kesabaran, melihat reaksi tubuh Kyosuke yang sepertinya sangat menikmati keadaan seperti ini. Kyosuke mendengus, menahan tawa. Sudahlah Sayaka. Perlihatkan saja pada mereka, nanti juga pasti akan ketahuan, ujar Kyosuke. Sayaka merengut, memasang wajah cemberut, emeraldnya melirik Kyosuke dengan pandangan kesal. Ia tampak berpikir sejenak, sebelum menghela nafas panjang. Baiklah. Sayaka menurunkan kedua tangannya. Tapi kalian berdua jangan marah yah? Sayaka memperingati sambil menunjuk Natsumi dan Hikari. Kedua kakak beradik tersebut langsung mengangguk mantap, otak mereka terlanjur diliputi rasa penasaran. Sayaka perlahan menyingkir ke samping, memperlihat benda yang sejak tadi disembunyikannya. Sebuah lukisan yang baru saja jadi. Menampilkan Seorang wanita anggun menggunakan gaun panjang berwarna putih. Posenya duduk dan kedua tangannya dipangku. Seulas senyum manis menghiasi wajahnya. Pancaran matanya yang berwarna biru samudra. Rambutnya panjang berwarna pirang terurai di pundaknya dan poni zigzag menutupi keningnya. Natsumi melongo heran. Satu pertanyaan di benaknya langsung ia suarakan, siapa wanita itu? Hikari mengerjap sesaat. M-mirip Ibunda, Hikari menimpali dengan pernyataan yang dirinya sendiri ragu akan hal itu. Karena seingatnya, permaisuri Hyuuga memiliki mata lavender, bukan biru seperti dirinya dan wanita di lukisan itu. Teman-teman, panggil Sayaka, menarik perhatian ke arahnya. Maafkan aku. Sebenarnya lukisan ini mau kuhadiahkan buat ultahnya Hikari-chan, lusa besok, Sayaka mengakuinya dengan malu-malu. U-untuk ku? tanya Hikari heran. Sayaka mengangguk sebagai jawabannya. Rencananya, ini adalah lukisan dirimu Hikari, tapi, tapi, agh! Gara-gara dia nih, jadi kacau seperti ini! Sayaka menunjuk marah pada pria yang sejak tadi berlutut ketakutan. Apa maksudmu? Dan, siapa pria itu? Natsumi mengerutkan keningnya. Semakin bingung. Kyosuke menghela nafas. Dia menjawab, pria itu seorang pelukis dobe, tepatnya dia yang diperintahkan Sayaka untuk melukis Hikari. Tapi gak tahu deh, hasilnya jadi kayak gitu. Aku malah merasa dia melukis dirimu Natsumi, hanya saja ini dalam versi wanitanya. lagi-lagi Kyosuke menyeringai tipis, mengejek pada Natsumi. Natsumi hampir saja meledak, jika dia tidak dipotong oleh pria yang berlutut di hadapan mereka. Maafkan Hamba Puteri, pria berambut hitam itu kembali bersujud. Hamba benar-benar tidak menyangka, kalau sosok puteri Hikari berbeda jauh dengan bayangan hamba. Bayangan katamu! Sayaka kembali berkacak pinggang. Apa kau masih ingat dengan apa yang kau katakan sebelumnya padaku? Kau bilang kau bisa melukis Hikari tanpa harus ada dia duduk di hadapanmu saat kau melukisnya? Aku kini mulai meragukan julukan pelukis terbaik di penjuru negeri, oh bukan, bahkan aku sudah tidak mempercayai hal itu. Sayaka kembali mengoceh. Pria itu semakin gemetar. I-ini semua memang salah hamba Yang Mulia Puteri. Hamba terlalu naïf, hingga merasa bisa melukis puteri Hikari tanpa harus melihat sosok aslinya terlebih dulu. H-hamba pikir, itu bisa saja dibayangkan, mengingat hamba juga pernah melukis Permaisuri Hyuuga dengan sempurna. J-jadi hamba melukis permaisuri Hyuuga dalam versi mudanya, dan hanya mengganti warna pupilnya berdasarkan desas-desus orang-orang kalau warna mata puteri Hikari adalah biru –sangat berbeda dengan kebanyakaan keluarga Hyuuga–. Hamba sunggu tak menyangka Yang Mulia Puteri Haruno, kalau ternyata. . . pria itu memberanikan diri mendongak untuk melihat Hikari, sebelum ia kembali menyambung ucapannya, Puteri Hikari sama sekali tidak memiliki ciri-ciri fisik kerajaan Hyuuga. . . sedetik kemudian pria itu membengkap mulutnya sendiri. Sadar dengan apa yang baru saja dikatakannya. M-maafkan Hamba! Hamba tidak bermasuk lancang untuk mengatakan hal itu! ia kembali bersujud. Takut jika saja kedua puteri maupun kedua pangeran di hadapannya memberikan hukuman yang bisa saja mengubah seluruh hidupnya. Tapi yang ada malah keheningan. Keheningan dengan aura menyeramkan melanda seisi aula kastil Haruno. Sayaka sendiri lupa dengan amarahnya yang baru saja meledak tadi. Kyosuke terdiam, keningnya berkerut seperti memikirkan sesuatu. Natsumi tercengang, perlahan matanya melirik ke arah Hikari yang berdiri membeku di tempatnya. Keempat anak muda itu memikirkan hal yang sama. Satu kalimat dari pria tadi yang terus bergiang di kepala mereka. Puteri Hikari sama sekali tidak memiliki cirri-ciri fisik kerajaan Hyuuga. . . Sudah selama ini mereka berteman bersama, dan kenapa baru sekarang manyadari hal janggal seperti itu? *#~DCDS~#* Untuk kesekian kalinya, selama bertahun-tahun, Puteri Sayaka Haruno kembali mengunjungi pinggir hutan tanpa sepengatahuan pengawalnya. Tak perlu khawatir akan hal itu, karena ia tak pernah sendiri di sini. Lagipula, di sini ia bisa memiliki tempat privasi sendiri tanpa ada yang harus melihatnya. Sayaka berdiri, bersandar pada batang pohon. Di hadapannya, Kyosuke berdiri, sedikit mengapitnya karena mereka hanya berjarak satu kaki. Salah satu tangannya menopang tubuhnya pada pohon di belakang Sayaka, tepat di sisi kepala Sayaka. Sementara tangan yang lainnya, memainkan sehelai rambut merah Sayaka. Berhentilah memasang wajah cemberut seperti itu! desis Sasuke, memecahkan keheningan di antara mereka. Mata onyx-nya tak pernah bosan menatap sepasang emerald di hadapannya. Kau duluan yang memulai! raut wajah Sayaka tak juga melunak, masih kesal terhadap Kyosuke. Kyosuke mendengus, masih tak ingin mengubah posisi mereka. Baiklah. Katakan padaku. Apanya yang salah? Semuanya! seru Sayaka. Kyosuke hampir harus menjauhkan kepalanya dari jarak semula. Kyosuke-kun! Kau selalu saja tak pernah barubah. Sampai kapan kau selalu menyembunyikan sesuatu dariku, omel Sayaka dengan nada kecewa. Menyembunyikan apa? Kyosuke masih pura-pura tidak tahu. Sayaka menghela nafas. Tangannya terangkat untuk menangkup kedua sisi wajah Kyosuke. Dengar, Sayaka memasang tampang serius. Hn? Kenapa kau tak bilang saja? Kalau kucing Persia putih yang berada di kamarku saat aku ulang tahun bulan lalu, adalah hadiah darimu. Aku sampai harus menyuruh beberapa pelayanku untuk menyelidikinya. Dan beberapa hari aku diliputi penasaran karena itu, Kyosuke-kun. Salahmu sendiri, memikirkan hal sedalam itu. Kau ini bagaimana sih! Tetap saja aku juga mau tahu, siapa yang memberikan kyu-kyu padaku? Kyu-kyu katamu? Kau memberikan nama kucing pemberianku dengan nama kyu-kyu? Kyosuke tersedak menahan tawa. Kyosuke-kun! Ini tidak lucu! Sayaka sedikit merona. Hembusan angin yang lembut, kembali menerpa mereka. Helain rambut merah Sayaka sedikit melambai, menutupi sebagian wajah Sayaka. Mengganggu pandangan Kyosuke. Refleks, Kyosuke menyingkirkannya, membelai sisi pipi lembut Sayaka. Sementara detak jantung Sayaka kembali berdetak di atas normal. Kyosuke-kun. . . Hn. Kau sudah. . . memilih calon permaisurimu kelak, nanti? Sudah. S-siapa? Sayaka tidak bisa menutupi rasa penasarannya. Kyosuke tak menjawab. Malah menatap lembut mata emerald di hadapannya. Seolah memberikan isyarat bahwa Sayaka sendiri tahu apa jawabannya. Perlahan Kyosuke mulai mendekatkan wajahnya. Sayaka menelan ludah, sebelum ia menutup matanya. Menerima, apa saja yang akan dilakukan Kyosuke padanya. Meski ia tahu apa itu. Kyosuke mencium Sayaka. Bermula dari saling menekan, melumat, merasakan, menyalami satu sama lain, hingga nafas memburu di antara mereka harus segera diakhiri sebelum mereka bertemu dengan pintu akhirat. Sayaka merona, nafasnya terengah. Kau. . . Hn? Mau cari mati apa? Kau akan mendapatkan hukuman karena telah lancang mencuri ciuman pertama seorang puteri! Sayaka mengoceh di tengah nafasnya yang putus-putus. Kyosuke menyerigai tipis. Oh ya? Kurasa hukumanmu tidak akan berlaku bagi Pangeran Uchiha. Ingat! Kekuasaan kerajaanku lebih besar darimu. Sayaka tersenyum geli, dasar. . . Dan sedetik kemudian, Kyosuke kembali mengklaim bibir ranum milik Sayaka. Pesona puteri di hadapannya membuat dirinya meminta lebih. Tubuh Kyosuke bergerak diatas logikanya. Sementara Sayaka tak pernah bisa menolak sensasi yang diberikan Kyosuke padanya. Tahu-tahu, kedua tangan Sayaka sudah terkunci di atas kepalanya oleh genggaman tangan Kyosuke. Tubuh Sayaka terasa menempel dengan himpitan tubuh Kyosuke di hadapannya dan batang kayu sebagai sandaran di belakangnya. Suara desahan terdengar sayup-sayup. . . Tak ada yang tahu, apa yang mereka lakukan sore hari ini di balik rimbunan pohon tersebut, selain mereka berdua. Dan hanya ada belaian angin yang menyapu kedua peluh di tubuh mereka, juga bayangan pohon yang menyembunyikan gerak tubuh mereka dari sinar matahari. *#~DCDS~#* Hikari menyisir rambut indigonya yang mulai memanjang dua tahun belakangan ini. Ia duduk di hadapan cermin, dalam kamarnya. Dari bayangan cermin, bukan hanya sosoknya seorang yang terlihat dalam bendah pipih tersebut. Di belakang Hikari, terlihat Natsumi duduk di sisi ranjang milik Hikari. Sebelah kaki Natsumi terangkat, bertumpu di atas paha kaki yang satunya lagi. Ia menatap punggung Hikari dengan pandangan kecewa. Keheningan menyergapi kamar Hikari, sejak Natsumi datang dan mengatakan ingin membicarakan hal penting berdua dengannya. Tak suka dengan suasana seperti ini, Hikari memutuskan untuk memulainya dulu, sesuatu hal yang langkah karena biasanya Natsumi duluan yang berbicara. N-niisan. S-sampai kapan kau memandangku seperti itu? tanya Hikari, namun ia tak berbalik hanya sekedar untuk menatap wajah Natsumi. Matanya tetap terpaku pada bayangannya sendiri di cermin, tangannya pun tak berhenti menyisir rambutnya. Natsumi mendengus, sedikit kesal. Hikari-chan. . . Sampai kapan juga kau menyisir rambutmu? Natsumi balik tanya. Lagipula, rambutmu selalu rapi Hikari-chan. . . lirihnya. Hikari terhenti. Ia mengalah, meletakkan sisirnya di atas meja. Menarik satu tarikan nafas panjang, ia berbalik ke belakang. J-jadi, A-apa yang ingin kau bicarakan Niisan? Berhenti memanggilku seperti itu, jika kita hanya berdua. Kau sudah tahu kan? kalau kita tidak memiliki ikatan darah, guman Natsumi. M-maaf, N-natsumi-kun, Hikari menunduk. K-kupikir, kita tidak akan membicarakan hal ini lagi sejak seminggu lalu. Aku memang tidak ingin membicarakan tentang rahasia disimpan kaasan –yang baru kita ketahui dua minggu lalu– yang menyangkup hubungan darah kita. L-lalu? T-tentang apa? Ini tentang sikapmu terhadapku yang berubah belakangan ini, bisik Natsumi lirih. Kau banyak berubah Hikari-chan. Meski kita tinggal di kastil yang sama, dan jarak kamar kita tidak begitu jauh, tetapi aku merasa kau begitu jauh Hikari-chan. . . A-apa maksudmu? Natsumi menghela nafas. Kemana Hikari-chan yang sangat ku kenal? Kau bahkan tidak mau menatapku saat bicara. Seolah aku ini orang asing di hadapanmu? Kau juga tak mau lagi bermain ke pinggiran hutan saat aku mengajakmu. Kau tidak pernah lagi membawakan aku bento di saat istirahat latihan adu pedangku. Dan yang paling sulit aku percaya, kenapa kemarin kau malah membuatkan bento untuk KYOSUKE? Natsumi nyaris menjerit. Hikari menelan ludah, sebelum ia menjawab tanpa mau memandang Natsumi yang berdiri di hadapannya, a-aku hanya, hanya menuruti saran dari kaa-san. Saran? K-kau tahu sendiri kan? N-natsumi-kun. Umurku sudah menginjak enam belas tahun sejak tiga minggu yang lalu. Kaa-san menyuruhku untuk segera mencari calon suami, dan b-beliau sangat senang jika itu adalah pangeran Kyosuke. Lagipula kami memang sudah akrab sejak kecil– Tapi Hikari-chan! Natsumi segera memotong. Kau juga tahu sendiri kan, kalau si teme itu menyukai Sayaka. A-aku tahu, kemarin Kyosuke sudah mengatakannya padaku. Natsumi merasa lega, meski ada sedikit rasa simpati karena adiknya baru saja ditolak. Tunggu dulu, coret tebal kata adiknya barusan. Mereka kan tidak memiliki hubungan darah. T-tetapi, Hikari kembali berujar, A-aku tidak akan menyerah, maksudku, aku bisa berkenalan dengan pangeran lain dari kerajaan Ame. Tenggorokan Natsumi terasa kering seketika. Sesuatu seakan menghantam mukanya telak, dan rasa sakit itu menjalar hingga ke tulang rusuknya. Hikari berdiri, tak mengacuhkan Natsumi yang membeku di hadapannya. T-tak perlu mengurusi diriku lagi. Kita sudah dewasa. Umurmu juga hampir tujuh belas tahun, kenapa tidak mencari calon permaisuri saja mulai sekarang? A-apa perlu aku membantumu? Niisan? Panggilan niisan yang terucap dari bibir Hikari, memberikan efek kejut pada Natsumi, membuat ia segera sadar dari kemelut pikirannya. Selagi Hikari berbalik, hendak meninggalakannya, tangan Natsumi segera menahan lengan Hikari. Tunggu! Natsumi menatap punggung Hikari dengan harap cemas, namun sayang Hikari tak juga berbalik menghadapnya meski lengannya sudah digenggam erat oleh Natsumi. Kau juga seharusnya tahu Hikari-chan. Aku tak mungkin mencari permaisuri lain, karena aku sudah sangat bahagia berada di sampingmu. . . Butuh kemantapan hatinya yang besar, agar Hikari berbalik. Melepaskan pegangan tangan Natsumi, alih-alih tak ingin menatap langsung mata Natsumi. K-keadaan sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Kita bukan anak-anak lagi. K-kita tak mungkin bersama selamanya. K-kau, suatu hari nanti akan menduduki tahtah kerajaan Hyuuga dengan wanita anggun di sampingmu, yang jelas itu bukan aku. Dan, a-aku juga tak perlu lari ke kamarmu saat halilintar terdengar di luar, k-karena kelak aku sudah memiliki orang lain yang akan memelukku di atas ranjangku sendiri. Kalimat terakhir, sungguh terasa panas di telinga Natsumi. Membayangkannya saja sudah membuat Natsumi mual. Tidak, dia tak ingin hal itu benar-benar terjadi. Hanya dia seorang yang boleh memeluk Hikari, hanya dia yang mampu menenangkan Hikari dari phobianya, dan hanya dia yang boleh memberikan ketenangan pada Hikari. Bukan orang lain! Niisan, Berhenti Memanggilku Seperti Itu! Natsumi kembali meledak, ia nyaris berteriak, bahkan dia sudah setengah menggertak pada Hikari. Berapa kali harus kukatakan padamu! Kita TIDAK memiliki HUBUNGAN DARAH! TAPI KAU TETAP SAJA KAKAKKU! Hikari balas berteriak. Natsumi tercengang. Melihat Hikari yang baru saja mendongak, menampakkan mata birunya yang sudah nanar. R-rahasia itu tidak akan mengubah apa pun. Hikari menggeleng lemah. Meski kita sudah mengetahuinya. Kau tetap Kakakku Natsumi-kun. Sejak aku tinggal di kerajaan ini. A-aku sudah tercatat dengan sah sebagai saudarimu. Itu tidak akan pernah berubah. Dan jangan mengecewakan orang tua kita, Niisan, lirih Hinata. Air mata sudah membasahi kedua pipinya. Tubuh Natsumi tak bisa bergerak, lagi-lagi ia membeku di tempat. Kenapa kenyataan terasa begitu menyakitkan? Ketukan pintu dari luar kamar Hikari, mengalihkan perhatian mereka. Puteri Hikari, apa yang terjadi di dalam nak? suara ibu asuh (pelayan pribadi) Hikari terdengar khawatir. Tak ada jawaban. Butuh seperkian detik bagi Hikari untuk mengontrol emosinya. Ia menghapus air matanya, menatap lantai, dan berucap sangat lirih, P-pergi. Natsumi masih tak bergerak. K-kumohon. B-biarkan aku sendiri, pinta Hikari dengan nada melemas, meski (lagi) ia tak menatap langsung mata Natsumi. Natsumi menghela nafas. Dengan berat hati ia berjalan ke pintu. Keluar dari kamar Hikari, dan mengatakan pada ibu asuh Hikari, bahwa semuanya baik-baik saja. Meski ia dan Hikari tahu. Tak akan pernah ada keadaan baik-baik saja di sini. *#~DCDS~#* Malam setelah kejadian tersebut. Langit kembali mengamuk. Satu hal yang paling ditakuti Hikari, dan paling tak diinginkan oleh Natsumi terjadi malam ini. Suara gemuruh halilintar mengamuk di luar. Cahaya kilatannya berapa kali terlihat menyambar kaca-kaca kastil. Tak ada yang bisa menghentikan cuaca buruk itu, kecuali Kami-sama tentunya. Natsumi duduk di sisi ranjang dengan gelisah. Ia tahu betul, Hikari pasti akan datang ke kamarnya di saat-saat seperti ini. Tetapi, mengingat kejadian tadi siang. Tidak menutup kemungkinan Hikari tidak akan datang karena perdebatan mereka yang berakhir. . . . tragis? Kalau pun Hikari memutuskan untuk tetap tinggal di kamarnya. Itu artinya dia sudah bodoh. Karena Natsumi tahu, Hikari tak mungkin menahan ketakutannya sendiri di malam mencekam seperti ini. Bagaimana pun juga Hikari masih tetap seorang gadis. Natsumi sudah tak tahan lagi. Ia mengacak rambut kuningnya frustasi. Sebelum ia memantapkan hatinya agar segera beranjak ke kamar Hikari. Dia kelewat khawatir. . Pintu kamar Hikari tak dikunci, tanpa pikir panjang, Natsumi langsung memasukinya. Tak ada penerangan di dalamnya. Beruntung Natsumi sudah bawa persiapan. Korek yang ia bawa dinyalakan, lalu disulutkan pada lilin yang juga ia bawa. Hikari-chan, Natsumi memanggil, ia mengarahkan cahaya lilin ke sekelilingnya. Tahu betul dengan seluk beluk kamar tersebut, Natsumi berjalan menghampiri ranjang, hanya untuk mendapati bahwa tak ada satu pun orang berbaring di sana. Kekhawatiran Natsumi semakin besar. Hikari-chan? Kau dimana? ia memanggil lebih keras dari semula. Tak ada suara apa pun yang menanggapinya. Natsumi mulai panic. Suara gemuruh halilintar kembali terdengar dari luar memekakan telinga. Disusul dengan pekikan histeris seorang gadis, yang Natsumi sangat hafal dengan suaranya. Sontak, Natsumi langsung mendekati sumber suara tersebut. Di sudut ruangan, di balik lemari, terlihat Hikari duduk meringkuk di atas lantai. Kepalanya dibenamkan dalam lipatan kakinya. Bahunya gemetar, isakan tangisan pilu terdengar. Natsumi lega, tapi dia kembali khawatir melihat kondisi Hikari. Pemuda itu berlutut di hadapan Hikari. Hikari-chan? ia memanggil lembut. Tangannya yang tak memegang lilin, membelai puncuk kepala Hikari. Kau baik-baik saja? Hikari perlahan mendongak, mendapati Natsumi ada di hadapannya. Gadis itu langsung menghambur ke pelukannya. Natsumi-kun, ujarnya di sela tangisannya. Natsumi tercengang, tumben Hikari memanggil langsung namanya tanpa embel-embel niisan, juga tanpa ada paksaan darinya. A-aku takut, bisik Hikari. Tenanglah, aku ada di sini kok. Natsumi mengelus punggung Hikari dengan sayang. J-jangan pergi lagi. J-jangan tinggalkan aku, ujar Hikari lagi. Sesuatu yang hangat seakan menjalar di hati Natsumi, ia tersenyum. Setahuku, aku tak pernah meninggalkanmu. Sekarang, dan selamanya. Aku tak mungkin bisa meninggalkanmu Hikari-chan. Pelukan Hikari semakin erat. Tangisnya mulai bisa ia redakan. Well, apa kau mau aku menemanimu tidur malam ini? Hikari mengangguk pelan. A-aku tak bisa tidur sendiri dalam keadaan seperti ini. Hikari merasa bersyukur, karena Natsumi tak bisa melihat rona merah di wajahnya dalam keadaan berpelukan. Natsumi nyengir. Siap puteri, ujarnya dengan nada candaan. Ia perlu kosentrasi saat menggendong Hikari sambil membawa lilin di tangannya. Meletakkan lilin di atas meja di samping ranjang, lalu menghempaskan tubuh Hikari di atas ranjang bersama dengan tubuhnya sendiri. Err. . . Hikari-chan, a-apa perlu kau terus memelukku? tanya Natsumi grogi, karena Hikari tak kunjung melepaskan pelukannya pada leher Natsumi. Biasanya kan dia tak setakut ini? Dan ini membuat Natsumi gerah, karena posisi dia yang menindih Hikari saat ini sangat tidak nyaman, meski ia menyukainya. U-untuk memastikan, a-agar kau tak pergi meninggalkanku. Natsumi nyengir, ide jahil terlintas dipikirannya. Kau tahu Hikari-chan, kau terlihat seperti ingin menggoda kakakmu. Perkataan Hikari selanjutnya, sangat diluar dugaan Natsumi. B-bukannya kau sendiri yang bilang, k-kita tidak memiliki hubungan darah. Kau bukan kakak kandungku. Natsumi-kun. . . Natsumi tercengang. Apa yang membuat kau berubah pikiran secepat ini Hikari-chan? M-mungkin karena aku sudah sadar. mata Hikari yang sejak tadi bergerak liar, kini memberanikan diri untuk menatap langsung mata Natsumi yang begitu dekat jaraknya. S-sadar, kalau aku juga sangat bahagia berada di sisimu. Natsumi tersenyum lembut. Suara gemuruh halilintar, tak lagi terdengar di luar sana. Digantikan dengan turunnya hujan deras, yang lebih damai. Memberikan hawa dingin nan sejuk pada penghuni di atas bumi. Natsumi memperkecil jarak di antara mereka. Hidungnya bersentuhan dengan hidung Hikari, begitu pula dengan kening mereka. Aku tak tahu, kenapa ini harus terjadi, bisik Natsumi, sebelum akhirnya ia mengecup lembut bibir Hikari. Hikari menutup mata, menikmati kehangatan yang diberikan Natsumi padanya. Apakah yang kulakukan ini salah? tanya Natsumi setelah melepaskan ciumannya. Mendadak hatinya terasa ragu. Hikari tersenyum malu di hadapannya, lengkap dengan rona merah yang membuat dia terlihat semakin imut. Tak ada yang salah di sini, ujarnya mantap. Seperti bukan Hikari saja, terlebih lagi, dengan adanya tindakan Hikari yang menarik tengkuk Naruto mendekat kembali. Natsumi nyengir, dan dengan senang hati ia menerima undangan yang diberikan Hikari padanya. Tangannya pun sudah bertindak di luar logika. . . Dan mereka sama sekali tak mau berpikir, akan konsekuensi apa yang akan terjadi akibat dari ulah nekat mereka malam ini. . . . *#~DCDS~#* Pagi itu, musibah terjadi berawal dari teriakan ibu asuh puteri Hikari di kamarnya. Disusul dengan derap langkah beberapa orang untuk mengetahui apa yang terjadi. Pangeran Natsumi terbangun, karena kebisingan itu benar-benar mengganggu tidur lelapnya. Oh ayolah, dia sudah cukup lelah dengan kegiatan semalam. Ia mengucek matanya sekilas, dan melihat Ayahanda-nya memasang wajah geram di hadapannya. Juga Ibunda-nya yang menampilkan wajah shock padanya. Belum sempat saraf otaknya terhubung, sebuah tarikan lembut di lengannya menarik perhatiannya. Natsumi menoleh, mendapati Hikari dengan mata nanar berbaring di sampingnya. Gadis itu mencekram selimut di dadanya, menutupi tubuhnya yang. . . .telanjang. Oh tidak! Natsumi baru sadar kalau dia sendiri juga tidak memakai pakaian apapun di balik selimut yang menutupi tubuhnya juga tubuh polos Hikari. Memori otaknya segera mengingatkan bahwa semalam, seluruh pakaian mereka memang terlempar entah kemana. Dan sialnya! Mereka benar-benar sudah tertangkap basah pagi ini. Tentu saja tak ada yang mau mendengar kalau itu adalah pertama kali mereka melakukannya semalam. Kerutan marah tampak jelas di wajah sang Raja Hyuuga. Ia mengeram. Kalian berdua! CEPAT GUNAKAN PAKAIAN KALIAN! DAN TEMUA SAYA DI AULA UTAMA! Oh Kami-sama! Ini benar-benar masalah besar! *#~DCDS~#* Puteri Sayaka berdiri malu-malu di tengah aula kastil Haruno. Dan tak absent pula, pangeran Kyosuke berdiri di hadapannya dengan senyum tipis. Ehm, Kyosuke berdehem. Hanya ingin memastikan, tentang kejadian kemarin. Err. .. yang di pinggir hutan itu. Kyosuke tak bisa menutupi, kalau ia sedikit merona, mengingat kembali kegiatan pertama mereka di alam terbuka itu. Sayaka tak kalah merona. Mata emeraldnya, sesekali melirik sebelah tangan Kyosuke yang tersembunyi di balik tubuhnya. Sayaka tahu, benda apa yang disembunyikan Kyosuke, Sayaka juga tahu apa yang akan dikatakan Kyosuke selanjutnya, bahkan ia sudah tahu, jawaban seperti apa yang akan diucapkan Sayaka sendiri atas penawaran Kyosuke nantinya. Sayaka, aku. . . sebelah tangan Kyosuke meraih jemari Sayaka. Ia tak pernah bosan, menatap lembut mata klan Haruno tersebut. Kyosuke sudah mengambil ancang-ancang untuk berlutut di hadapan Sayaka. Namun gebrakan pintu aula mengagetkan mereka. Mengintrupensi rencana indah Kyosuke yang sudah diimpikannya sejak tadi malam. Sial! Siapa yang dengan berani– Sayaka! suara Natsumi berseru. Kyosuke mendelik, rasanya ia ingin sekali menghunuskan pedang pada pemuda itu karena sudah mengganggunya. Natsumi terengah-engah. Ia tampak kelelahan dengan nafasnya yang memburu, juga keringat yang memenuhi wajahnya. Sepertinya dia habis berlari. Ada apa Natsumi? Kau terlihat buru-buru sekali, Sayaka beranjak menghampiri Natsumi. Dan Kyosuke sungguh kesal melihat ini. Palingan juga dia habis melihat hantu, cibir Kyosuke. Natsumi tak mengindahkan Kyosuke. Ia mulai berpikir tak ada gunanya berdebat dengan Kyosuke dalam keadaan genting seperti ini. Mendadak Natsumi meraih kedua tangan Sayaka, dan dengan lancar ia berucap, Sayaka, menikahlah denganku. Kyosuke melotot. Sayaka melongo, Hah? K-kau sedang bercanda kan Natsumi? Natsumi menggeleng. Tidak Sayaka. Aku serius! Hey Dobe Sialan! Kau– Kalau kau tidak menerima lamaranku, Hikari-chan dalam keadaan bahaya, tutur Natsumi dengan tampang memohon. . . . Kotak cincin yang semula berada di genggaman Kyosuke, terjatuh ke atas lantai yang dingin. . . . To be continue. . . . . Next chap: Lanjutan separuh flashback lagi, juga memberitahukan tentang keadaan Naruto, Sasuke, Hinata dan Sakura saat ini.
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 13:30:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015