Chapter 3 NEW LIFE ,LOVE AND KILLER PART 2 Tengah malam dan - TopicsExpress



          

Chapter 3 NEW LIFE ,LOVE AND KILLER PART 2 Tengah malam dan ruangan itu gelap gulita. Handi memasuki ruang kerjanya dan menghempaskan jasnya di kursi dengan jengkel. Rencananya berhasil tentu saja. "Sampai kapan kau tahan dengan wanita itu?" suara itu terdengar begitu sinis penuh ejekan. Dan Handi langsung berhadapan dengan sosok di kegelapan yang menatapnya. "Bukan urusanmu," balas Handi dingin, "Lagipula, bukan saatnya membahas tentang Layla, aku meminta penjelasanmu tentang apa yang kau lakukan pada Layla tadi siang.” Sosok di kegelapan itu tertawa mengejek, sengaja membuat Handi marah. "Kau tidak bisa menyalahkanku, aku sudah menanti begitu lama untuk melihatnya,” sanggahnya tidak peduli. "Kau tidak cuma melihatnya, kau menciumnya", geram Handi marah, "Kau benar-benar tidak punya otak ya?" "Aku memang tidak punya otak. Kau selalu bilang aku lebih mirip binatang,” sosok di kegelapan itu mengacuhkan kemarahan Handi, "Aku menginginkan Layla, jadi aku akan memilikinya, sesederhana itu." "Kau harus menunggu sampai rencanaku membuahkan hasil!" sela Handi tak sabar. Lagi, sebuah tawa mengejek menggema di ruangan yang gelap pekat itu. "Kau bilang itu rencana? Merayu ibu gadis itu untuk kau nikahi? Kau bilang itu rencana? Kau tahu tidak, aku harus menahan jijik ketika melihat kau harus mencium perempuan murahan itu, "Lalu bagaimana kau mendapatkan Layla? Kau harus segera melakukan sesuatu Handi sebelum aku mulai kehilangan kesabaran, dan kau tahu kan bagaimana kalau aku marah?" sosok di kegelapan itu mulai terlihat mengancam. Handi mengernyitkan kening, "Tak akan kuizinkan kau bertindak semaumu sendiri." "Kalau begitu sebaiknya rencanamu segera membuahkan hasil! Kau tahu sendiri kan akibatnya kalau aku sampai turun tangan? Aku tidak suka ada yang menyakiti gadisku, aku akan melakukan apapun untuk membalaskannya." "Layla bukan gadismu.” "Dia akan menjadi gadisku, milikku. Aku sudah mengatakan janji itu.Layla adalah milikku,” sosok di kegelapan itu berucap penuh keyakinan. Handi menggeram marah, "Kau harus menunggu. Aku tidak mau kau berbuat seperti siang tadi, mendatangi Layla dan menciumnya. Menciumnya!! Apa kau sadar semuanya akan berantakan kalau saat itu Layla terbangun??" Sosok di kegelapan itu terkekeh, "Aku hanya mengucapkan selamat datang." "Kalau begitu jangan sampai kau ulangi lagi. Biarkan aku menangani semuanya dulu. Setiap kau ikut campur hasilnya malah berantakan karena kau mahluk kejam yang tidak pernah memakai perasaan. Aku tidak mau terpaksa menyembunyikan kejahatanmu lagi, mengerti?? Jadi tahan dirimu," geram Handi mengancam. Sosok di kegelapan itu mengangkat bahu, "Baik. Aku akan kembali ke tempatku, duduk di kegelapan dan mengamati semuanya dalam diam. Tapi kesabaranku ada batasnya Handi, kau tahu itu kan? Kau pasti tahu apa yang akan terjadi kalau aku kehilangan kesabaran.” Handi mengernyit mendengar kekejaman yang tidak disembunyikan itu, lalu memegang pangkal hidungnya yang terasa nyeri. Ini harus segera di selesaikan. Segera! Sebelum dia, mahluk kejam itu, turun tangan dan mengacaukan semuanya .... Handi bisa marah, nanti. Tapi dia tidak peduli. Bagaimana mungkin dia tahan berdiam diri begitu saja saat gadis yang sudah ditunggu-tunggunya sekian lama sekarang ada di rumah yang sama dengannya ? Dia berdiri di sudut ranjang, mengamati Layla yang tertidur pulas seperti bayi. Sejenak kemarahan menyelimuti hatinya, Sampai kapan dia hanya bisa melihat Layla di saat gadis itu sedang tertidur? Handi harus cepat. Mereka sudah sepakat tentang Layla, padahal jarang sekali mereka berdua sepakat. Dia dan Handi bertolak-belakang dalam segala hal. Handi cenderung baik hati dan menggunakan cara-cara pintar untuk meraih tujuannya, sedangkan dia selalu menggunakan cara-cara licik - licik, bukan pintar - untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Dan seperti yang Handi katakan tadi, dia sangat kejam. Tapi Layla adalah gadis yang sudah menyentuh perasaannya. Mungkin gadis itu sudah melupakannya, bahkan mungkin gadis itu tidak menyadarinya, tapi kejadian dua belas tahun lalu itu tidak akan pernah dilupakannya. Pertemuan pertamanya dengan Layla sekaligus hari di mana dia memutuskan akan memiliki Layla. Handi harus memaklumi ketidaksabarannya, dia sudah menunggu selama dua belas tahun. Menunggu dan menunggu sampai Layla siap menjadi miliknya. Dan sekarang gadis itu ada di depan matanya. Dia mendekat, tangannya menyentuh pipi Layla dengan lembut. Layla bergeming, masih pulas, tidak menyadari ada sosok yang mengamatinya lekat di tepi ranjangnya. "Kau milikku Layla, jangan lupakan itu." *** Layla bermimpi. Dia berada di sebuah taman hiburan yang sangat ramai. Penuh dengan pedagang dan para orangtua yang menggandeng anak-anak mereka. Suara musik dari berbagai stan permainan dan suara-suara manusia terdengar bercampur menjadi satu, riuh rendah di telinganya. "Layla, jangan ke situ." suara neneknya terdengar memperingatkan. Layla mengernyit. Neneknya masih hidup? Dia menolehkan kepalanya dan mendapati neneknya berdiri di belakangnya, neneknya benar-benar masih hidup. Hidup dan tampak lebih muda. Dengan bingung Layla mengamati sekeliling, dan menyadari kalau bukan dia yang dipanggil neneknya. Di sana berdiri seorang anak, mungkin delapan tahun, kurus, dan agak canggung. Itu adalah dirinya yang masih berumur delapan tahun! "Jangan bermain terlalu jauh Layla, nenek tidak mau kamu tersesat, di sini sangat ramai." sang nenek menggandeng tangan Layla kecil. Lalu membawanya ke sebuah kursi kosong yang terletak di pinggir taman. "Duduk di sini dulu, nenek akan membelikanmu es krim," kata neneknya sambil menunjuk stan es krim dengan antrian pembeli yang panjang, yang terletak kurang dari seratus meter dari tempat mereka, "Jangan kemana-mana dan jangan berbicara dengan orang asing. Kalau ada apa-apa teriak saja, nenek pasti akan mendengarnya." Layla kecil mengangguk, tapi matanya memandang sekeliling dengan penuh semangat. Layla tetap mengamati dari kejauhan, kenangan ini masih terpatri samar-samar di benaknya, kenangan saat pertama kali dia di ajak ke taman hiburan. Tiba-tiba Layla kecil melangkah turun dari kursi, dan mulai berjalan menjauh. Layla langsung panik, Hey... Kembalilah, kau bisa tersesat! Dengan gugup Layla menoleh ke arah sang nenek yang sedang antri di stan es krim, dia ingin berteriak tapi entah kenapa suaranya tidak keluar. Setelah beberapa kali usaha yang sia-sia, akhirnya Layla memutuskan untuk mengikuti Layla kecil. Layla kecil terus berjalan sambil mengamati sekelilingnya dengan penuh rasa tertarik, tidak menyadari bahwa dia makin tersesat menembus keramaian. Dengan susah payah Layla berusaha mengikuti sampai kemudian mereka berdua sampai di pinggiran taman, berlokasi di bagian belakang stan yang sepi. Layla pucat pasi ketika sadar, pemandangan yang ada di depan mereka sungguh mengejutkan, di sana ada sosok lelaki tinggi dengan pakaian rapi, sedikit acak-acakan karena baru saja berkelahi. Rambutnya yang sedikit lebih panjang daripada seharusnya menutupi sisi wajahnya, lelaki itu berdarah di bahunya, darahnya merembes menembus kemeja putihnya. Tangan lelaki itu memegang pisau yang penuh darah.... Dan di depannya... di depannya tergeletak sesosok lelaki lain besar dan berpakaian kusam, dengan perut terluka parah oleh tusukan pisau, sosok itu tidak bergerak. Mati. Lelaki tampan itu menoleh dan melihat Layla kecil sedang terpaku menatapnya. Seperti neneknya tadi, lelaki itu sepertinya juga tidak menyadari kehadiran Layla, dan entah bagaimana Layla seolah-olah terpaku, hanya bisa melihat, tidak bisa berbuat apa-apa. "Well, halo nak", sapa lelaki itu sambil tersenyum mempesona, "Apakah kau tersesat?" tanpa peduli lelaki itu melipat pisau penuh darah di tangannya dan memasukkannya ke saku. Layla kecil mengerutkan keningnya, "Aku bersama nenekku tadi. Apakah kau membunuhnya ?" tanyanya dengan suara kekanak-kanakan. Lelaki itu melirik mayat di kakinya, lalu mengangkat bahunya tak peduli, "Dia pantas mati, dia tadi berusaha merampokku dengan pisau ini, jadi aku membunuhnya dengan pisaunya sendiri. Manusia seperti itu tidak pantas hidup." Layla kecil menatap lelaki itu tanpa takut, "Kau tidak lapor polisi?" tanyanya polos. Lelaki itu langsung tertawa, "Polisi? Apa yang bisa dilakukan polisi di sini? Aku sudah cukup beruntung tidak ada yang melihat kejadian ini, sampai kau datang." ekspresinya berubah kejam. Lalu lelaki itu mendekati Layla kecil. Lari !! Ayo lari !! Layla berusaha berteriak, memperingatkan Layla kecil, tetapi suaranya tidak bisa keluar, kakinya seolah-olah terpaku. Lelaki itu lalu berjongkok di depan Layla kecil, "Aku minta maaf kau berada di tempat yang salah nak, tapi sepertinya aku harus menyingkirkanmu juga." Layla kecil sama sekali tidak memperhatikan ucapan laki-laki itu tatapannya terarah pada darah di bahunya, "Kau terluka." gumam Layla kecil. "Apa?" lelaki itu mengerutkan keningnya, lalu melirik ke bahunya yang penuh darah, "Oh... Ini hanya luka kecil, akan kututup dengan jaket." sambungnya sambil melirik jaket cokelatnya yang tergeletak di tanah. Tanpa diduga, Layla kecil mengeluarkan plester luka yang selalu dibawa-bawanya dari sakunya, "Bisa diobati dengan ini? Nenek selalu menutup lukaku yang berdarah dengan ini." Lelaki itu tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak, "Tentu saja bisa, terima kasih," sambil masih tersenyum dia mengambil plester luka itu dari tangan Layla dan memasukkannya ke saku, "Siapa namamu nak?" "Layla." jawab Layla polos. Dengan pelan lelaki itu berdiri, mengambil jaketnya dari tanah dan memakainya, lalu mengulurkan tangannya kepada Layla kecil, "Layla.... dan kau bilang sedang bersama nenekmu tadi? Sungguh suatu kebetulan karena aku kemari untuk melihatmu," Lelaki itu mengamati Layla dengan teliti, tampak puas dengan apa yang ditemukannya, "......hmm...sepertinya kau tersesat, ayo, aku akan mengantarkanmu ke bagian informasi supaya nenekmu bisa menemukanmu." Layla menarik napas lega karena lelaki itu sepertinya sudah mengurungkan niatnya untuk menyingkirkan Layla kecil seperti yang dikatakannya tadi. Tangan Layla kecil menerima uluran lelaki itu, dan mereka bergandengan menuju ke area yang lebih ramai. Buru buru Layla mengikuti mereka berdua. Mereka sampai ke bagian informasi dan lelaki itu menyerahkan Layla kecil ke petugas yang berjaga di sana, sebelum pergi dia berjongkok lagi di depan Layla kecil, "Kau tidak akan mengatakan apapun yang kau lihat tadi kepada orang lain kan?" tanyanya sambil tersenyum. Layla kecil menganggukkan kepalanya. Lelaki itu memajukan kelingkingnya. "Janji?" Layla kecil tersenyum, senyum polos anak-anak dan menautkan kelingkingnya di jari lelaki itu, "Janji." Dengan senyumnya yang sedikit berbahaya, lelaki itu berdiri dan melambaikan tangan. "Kalau begitu selamat tinggal Layla.Tapi aku janji kita akan bertemu lagi, dan saat kita bertemu, kau akan menjadi milikku, jangan lupakan itu." gumamnya sambil melangkah menjauh meninggalkan Layla kecil. Tiba-tiba lelaki itu berhenti dan memutar tubuhnya, berhadapan langsung dengan Layla. Layla langsung pucat pasi, lelaki tampan itu menatap langsung ke arahnya! Apakah dia menyadari kehadirannya??? Bukankah di mimpi ini dia tak terlihat? Karena semua orang sepertinya tak menyadari dia ada... Tatapan mata Layla menelusuri lelaki itu. Kali ini wajah lelaki itu benar-benar jelas. Dan sebuah kesadaran menyentaknya, rambut cokelat dengan sulur keemasan itu.... Mata cokelat itu... Semuanya tampak lebih muda, tetapi Layla mengenalinya. "Handi?" gumamnya ragu. Lelaki itu tersenyum, senyum puas yang sedikit keji, senyum yang tidak mungkin ditampilkan Handi yang begitu dingin. " Bukan sayang, panggil aku Mikail." *** Layla tersentak dan membuka matanya. Keringat dingin mengalir di dahinya, dan dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sejenak kehilangan orientasi karena dia tidak mengenali kamar ini. Tapi lalu dia sadar, ini di kamar tamu rumah Handi, calon ayah tirinya. Dengan gugup Layla mengusap keringat di dahinya, mimpi itu.... Mimpi itu terasa begitu nyata sekaligus aneh, tapi Layla tidak tahu apakah itu kenangan masa kecilnya atau cuma mimpi.... Layla duduk di tepi ranjang lalu menuang air ke gelas dari teko yang terletak di meja samping ranjang. Setelah meminum seteguk air dia memejamkan mata. Perasaannya tidak enak. Seperti ada yang terus menerus mengawasinya di kegelapan, menunggu sesuatu terjadi. Tetapi sesuatu apa? Dengan putus asa Layla mengeryit, mengingat mimpi anehnya tadi. Benar-benar mimpi yang aneh. Setelah mengedarkan pandangan ke sekeliling dan yakin bahwa dia sendirian di kamar ini, Layla membaringkan tubuhnya dan mencoba memejamkan matanya. Itu pasti cuma mimpi yang aneh karena dia tidak terbiasa tidur di kamar yang bukan kamarnya sendiri.Itu cuma mimpi. Tapi kata-kata itu tetap terngiang-ngiang di benaknya, "Kau milikku Layla, jangan lupakan itu...." *** Layla terbangun di dini hari yang temaram, masih fajar dan sinar matahari sudah mulai menembus jendela-jendela yang ditutup oleh gorden putih yang indah. Hey.... Kamar ini indah sekali... Layla baru menyadarinya sekarang, kemarin ia terlalu lelah sehingga tidak sempat melihat ke sekeliling. Kamar ini bernuansa putih gading, semua ornamen dari karpet bulu yang tebal, gorden dan tempat tidur semuanya bernuansa putih. Bahkan dinding-dinding dan kusen jendela serta atapnya semuanya berwarna putih. Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, "Masuk." jawab Layla sambil mengernyitkan kening, siapa gerangan yang mengetuk pintu sepagi ini? Ternyata yang masuk adalah seorang pelayan, masih muda seumur dengannya dan kelihatan agak gugup, "Nona Layla, saya diperintahkan untuk melayani anda." Layla mengernyit. Melayaninya?Seumur-umur dia tidak pernah dilayani oleh siapapun, apalagi oleh pelayan. Konsep ini terasa sangat baru baginya, "Tidak usah. Saya bisa melakukan semuanya sendiri." Layla mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari-cari tasnya. Untung saja dia membawa pakaian ganti. Tapi di mana tasnya itu? Pelayan wanita itu seolah-olah tidak peduli dengan perkataan Layla, dia melangkah menuju lemari pakaian indah yang juga berwarna putih, "Saya akan menyiapkan perlengkapan mandi nona, dan ini... Semua pakaian nona sudah disiapkan disini." dia lalu membuka lemari itu, Layla ternganga. Di dalam lemari itu terdapat banyak gaun dan pakaian, mungkin puluhan dan semuanya digantung dengan rapi di balik plastik pembungkus yang masih baru. Tidak mungkin kan pakaian itu untuknya? Pelayan itu pasti salah. "Ti... tidak mungkin pakaian-pakaian ini untukku. Kamu pasti salah," Layla berusaha mengatasi rasa gugupnya, "Mungkin... mungkin ini untuk orang lain?" Dengan tegas pelayan itu menggeleng,"Saya mendapat instruksi langsung oleh kepala pelayan. Mari, saya akan menyiapkan air dan peralatan mandi anda." Layla sebenarnya ingin membantah. Tidak mungkin kan Handi menyiapkan pakaian baru sebegitu banyak untuknya?? lelaki itu kan tetap saja tidak perlu menyiapkan baju sebanyak itu? Pelayan itu pasti salah, Layla memutuskan. Semua baju itu pasti untuk orang lain Layla mengernyit . "Aku... Aku ingin memakai bajuku sendiri, kau tahu tidak dimana tas pakaianku yang berwarna cokelat? Sepertinya kemarin aku meletakkannya di atas meja." Pelayan itu menggeleng, "Tidak ada tas disini." jawabnya datar lalu meninggalkan Layla untuk masuk ke kamar mandi dan menyiapkan air mandi untuknya. Layla termangu, matanya masih mencari-cari dan dia masih belum putus asa mencari sampai pelayan itu muncul lagi dari kamar mandi, "Mari nona, airnya sudah siap. saya akan merapikan tempat tidur dan menyiapkan pakaian nona." Mau tak mau, meski dengan dahi berkerut Layla melangkah masuk ke kamar mandi. Dia tidak terbiasa dilayani, dan tidak suka di layani. Seperti jaman feodal saja,gerutunya dalam hati. Tapi apapun keberatan yang ada di dalam hatinya itu langsung hilang melihat keindahan kamar mandi di depannya. Kamar mandi itu dipenuhi kaca, di dinding dan di atap, dengan bingkai-bingkai putih di sekelilingnya, kaca itu beruap karena air panas dari bathtub yang penuh busa dan menguarkan aroma wangi campuran mawar dengan susu. Tiba-tiba saja mandi terasa sangat menggoda bagi Layla. Pelan-pelan dia mencelupkan tangannya ke air hangat dalam bathtub itu, hangatnya pas. Pelayan tadi benar-benar mempersiapkannya dengan baik. Layla lalu berendam dan memejamkan matanya. Rasanya nikmat sekali, seperti otot-ototnya yang kaku dilemaskan dengan pelan-pelan. Rasanya sangat nyaman hingga Layla hampir tertidur. Perasaannya damai hingga makin lama Layla makin tenggelam ke dalam alam mimpi. "Jangan tertidur disini. Dari yang kudengar, banyak orang mati tenggelam karena tertidur di bathtub." Suara itu begitu mengejutkan Layla dari tidur-tidur ayamnya. Dia terlonjak kaget dan begitu menyadari siapa yang berdiri sambil bersandar santai di kusen pintu penghubung kamar mandi, wajahnya langsung merah padam. Secepat kilat Layla menenggelamkan tubuhnya sampai ke leher, menyembunyikannya di balik busa. Handi, yang bersandar di pintu tampak tidak terpengaruh dengan rasa malu Layla. Lelaki itu malah menyeringai dalam senyuman sedikit mengejek. *** "Aku bertanya-tanya kenapa kau tidak segera keluar dan sarapan, pelayan itu bilang kau sedang mandi dan dia tidak berani mengganggumu." Rona merah di wajah Layla mulai menyebar ke seluruh tubuhnya, dia malu sekali!! Tapi kenapa lelaki ini seolah-olah tidak peduli? Tidak sopan bukan masuk ke kamar mandi di mana ada perempuan sedang mandi? Tapi sepertinya Handi tidak peduli dengan etika ataupun kesopanan, mata tajam Handi menelusuri wajah dan leher Layla yang merona. Ada api memancar di sana, dan ekpresinya berubah, sedikit liar tapi menakutkan. Bukan seperti ekspresi yang akan muncul di wajah lelaki sedingin Handi, pikir Layla tiba-tiba. Ini terasa sangat aneh karena ketika menatap mata Handi, ada nyala api yang sedikit menakutkan di dalam mata kecokelatan itu. "Aku sudah menyelamatkan nyawamu tadi, kalau terlambat kau mungkin sudah mati tenggelam di kamar mandi, tidakkah kau ingin mengucapkan terima kasih?" Suara itu setengah berbisik, diucapkan dengan nada malas, tapi bulu kuduk Layla langsung berdiri. Dia menatap Handi dan menyadari lelaki itu masih berdiri di sana, menunggu. "Te.... Terima kasih." gumamnya pelan entah kenapa meskipun tidak yakin kenapa harus berterimakasih dia merasa terdorong untuk melakukannya. Lelaki ini begitu mengintimidasi dan sepertinya kalau keinginannya tidak dituruti dia akan melakukan sesuatu yang tak terduga. Senyum yang muncul pelan-pelan di bibir lelaki itu malah membuat Layla sedikit takut dan gelisah. Hey... Apakah ini orang yang sama dengan calon ayah tirinya yang berkenalan dengannya kemarin? Kenapa auranya begitu berbeda? "Bagus," gumam Handi lambat-lambat, lalu melangkah mundur, "Cepat selesaikan mandimu, aku menunggu di ruang makan, Oh ya, bajumu sudah kusiapkan di ranjang, kupilihkan sendiri dari lemari." Handi menyiapkan bajunya? Layla mengernyit dan bertanya-tanya. Jadi memang pakaian-pakaian itu disiapkan untuknya? Tapi kenapa? Lagipula kenapa Handi menyiapkan bajunya? Dia menoleh untuk bertanya, tapi sosok Handi sudah lenyap. Dengan gugup Layla menyelesaikan mandinya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Pelayan wanita itu masih di sana, tapi tampak lebih pucat. "Kau tidak apa-apa?" Layla tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Pelayan itu mengangguk sedikit gemetar, "Tuan Handi memarahi keteledoran saya karena tidak memeriksa anda di kamar mandi. Tuan Handi sangat menakutkan kalau marah." suara pelayan wanita itu berbisik ketakutan. Sekali lagi Layla mengernyit. Menakutkan kalau marah? Dalam majalah-majalah bisnis dan gosip mengenai Handi yang dibacanya karena ingin tahu, calon ayah tirinya itu dikenal sangat pandai mengendalikan emosi, malah ada yang menyebutnya tak punya emosi. Apakah selama ini Handi menyembunyikan sifat aslinya? "Baju anda sudah disiapkan, nona" Layla menoleh ke ranjang, tempat bajunya dihamparkan dan sekali lagi terperangah. Indah sekali. Itulah yang terpikir pertama kali olehnya ketika melihat gaun itu. Gaun itu panjang di bawah lutut, berpotongan sederhana tetapi sangat indah. Warnanya ungu muda, dan bahannya dari sutra yang sangat halus, berdesir setiap kali kain itu digerakkan. Masih termangu, Layla membiarkan pelayan itu membantunya mengenakan pakaiannya. Lalu membiarkan lagi dirinya dibimbing untuk duduk di depan meja rias. Seperti sudah biasa melakukannya, pelayan itu langsung menyisir rambut panjang Layla yang terurai. Sementara Layla menatap bayangan dirinya di cermin. Betapa sebuah gaun bisa mengubah penampilan seseorang! Yang terpantul di sana bukanlah Layla yang kuno dan berpenampilan seperti kutu buku. Bayangan yang muncul di cermin di depannya itu adalah bayangan perempuan muda yang cantik, dengan pipi kemerahan dan rambut panjang tergerai sampai bahu. "Rambut anda indah sekali." gumam pelayan itu sambil terus menyisir. Layla tergeragap. Menyadari bahwa dari tadi dia melamun sambil menatap bayangannya sendiri, "Oh iya, aku harus mengikat rambutku." matanya mencari-cari, akhirnya menyadari bahwa ikat rambutnya sama raibnya dengan tas pakaiannya. "Anda tidak boleh mengikat rambut lagi, begitu perintah Tuan Handi kepada saya tadi." Hah? Kali ini Layla tidak bisa menahan gumaman kagetnya. Tetapi pelayan wanita itu tidak bereaksi apa-apa, setelah selesai membereskan semuanya, dia berpamitan dan melangkah keluar dari kamar. Meninggalkan Layla sendirian di kamar ini. Sejenak Layla termangu, lalu teringat pesan Handi tadi. Sarapan.... Tadi Handi bilang begitu kan? Mungkin Handi dan ibunya sudah menunggu di sana. Dengan bergegas, Layla melangkah ke ruang makan. Lelaki itu menatap Thomas lalu mengalihkan pandangan ke api yang menyala, membakar tumpukan dedaunan kering yang sudah dikumpulkan oleh tukang kebun. Di balik tumpukan daun-daun itu, ada tas cokelat Layla yang berisi pakaiannya, dan tentu saja ikat rambutnya. "Jangan sampai ada yang tersisa, pastikan itu." gumamnya tegas. Thomas menganggukkan kepalanya, "Baik, Tuan Mikail." Lelaki itu mengernyit mendengar panggilan itu, lalu tertawa terbahak-bahak, "Betapa aku merindukan panggilan itu. Dan hanya kau, Thomas, pelayanku yang setia yang berani memanggilku seperti itu." "Saya selalu setia kepada anda berdua." jawab Thomas, suaranya masih datar. Mikail tersenyum lambat-lambat, kebiasaannya, kalau dia ingin memerangkap seseorang. "Benarkah? Mungkin kau memang setia pada Handi. Tapi padaku?" dengan pelan Mikail beranjak tepat di hadapan Thomas yang mulai kehilangan topeng datarnya, pelayan tua itu mulai kelihatan gelisah. "Saya setia kepada anda berdua, saya pastikan itu." jawab Thomas cepat-cepat. "Kau memang harus setia kepadaku," gumam Mikail dengan nada malasnya yang biasa, "Karena kalau tidak... Aku akan marah. Dan kalau aku marah... Ah tidak perlu kujelaskan, kau sudah tahu bukan?" Mikail tersenyum sangat manis. Wajah Thomas pucat pasi, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Dia tidak suka kalau harus terpaksa mendampingi dan berbicara dengan tuannya yang satu ini. Rasanya seperti berhadapan dengan serigala buas, yang memutuskan untuk bermain-main dulu sebelum memangsa korbannya. Ah.... Kenapa Tuan Handi tidak muncul-muncul? "Saya bersumpah tidak akan berkhianat." gumam Thomas akhirnya. Mikail terkekeh. "Ya... Ya... Karena kalau tidak, aku akan pastikan tidak akan ada yang selamat dari kecelakaan yang kedua kalinya," Mikail menoleh, senyumnya hilang dan menatap Thomas tajam, "Kecelakaan yang pertama itu hanyalah peringatan. Menunjukkan apa yang bisa kulakukan kepada keluargamu kalau kau sampai berani berulah lagi, tapi aku tidak akan main-main pada kecelakaan yang kedua, kau tentunya mengerti kan?" Thomas mengernyit, lalu cepat-cepat menganggukkan kepalanya. Anak gadisnya dan menantunya mengalami kecelakaan parah di jalan pulang menuju rumah mereka tiga tahun lalu. Sebuah mobil dengan sengaja menabrakkan diri ke mobil mereka. Pengemudi mobil itu mati seketika, tetapi anak dan menantunya bisa diselamatkan meskipun terluka parah. Dan semua itu terjadi setelah Thomas mencoba mengingatkan kakek Layla bahwa ada bahaya yang mengintai cucu mereka. Senyum Mikail muncul lagi melihat kernyitan Thomas, dia lalu menatap Thomas ramah, "Bukankah kau seharusnya berterimakasih padaku karena kebaikan hatiku?" gumamnya ramah. Thomas segera menganggukkan kepalanya, takut kalau dia tidak segera menjawab, tuannya yang menakutkan ini akan marah, "Te... Terima kasih Tuan Mikail." Mikail terkekeh mendengarnya, tampak puas. "Dan kudengar anak perempuanmu baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki ya? Cucu pertamamu?" Thomas langsung pucat pasi begitu Mikail mengucapkan hal itu di depannya. Tidak mungkin kan tuannya ini tega menyakiti bayi kecil yang tidak berdaya? Tapi Thomas kemudian menatap mata yang bersinar keji itu dan menyadari kalau Mikail pasti mampu melakukannya. Lelaki ini tidak punya setitikpun belas kasihan di hatinya. "Saya bersumpah akan setia kepada anda Tuan mikail. Tapi saya mohon, jangan sakiti cucu saya. Dia masih kecil." "Hei... Kau menghinaku," Mikail terkekeh, "Aku sedang berpikir untuk mengirimkan kartu ucapan dan hadiah untuk anak dan cucumu. Lagipula kau tidak berpikir aku tega menyakiti anak kecil bukan?" Thomas menatap Mikail dan bulu kuduknya berdiri. Mikail mampu, dan dengan kata-katanya yang tersirat itu, Mikail memastikan kalau Thomas tahu bahwa Mikail mampu menyakiti anak kecil yang paling tidak berdosa sekalipun. " Lalu bagaimana dengan pengacara dari layla?" tanya Mikail sambil tersenyum sinis Kepada Thomas. " Dia sudah aku bereskan, Segala keinginannya sudah diberikan dan dipastikan tidak ada yang mengetahui kalau anda tuan Mikail dan Handi itu bukan paman dari layla" Jawab Thomas dengan gugup "Bagus," Mikail tampak puas dengan sikap diam Thomas, "Aku ingin kau setia kepadaku, bukan kepada Handi." Mikail merenung lalu menatap tas pakaian Layla yang terbakar habis, "Menjijikkan sekali pakaian itu, pakaian murah yang membuat kecantikan gadisku lenyap," tiba-tiba Mikail menoleh kepada Thomas, "Kau juga berpendapat begitu bukan?" Thomas langsung mengangguk. "Ibunya, perempuan murahan itu memperlakukan anaknya dengan sangat buruk, ibu paling pendengki yang pernah aku tahu, dan menurutku..." api di mata Mikail menyala, "Ibu semacam itu sebaiknya tidak ada di dunia ini. Dia bahkan tak tahu pasti siapa ayah kandung dari layla. Dia juga mudah aku goda dengan harta yang aku miliki." Thomas makin pucat ketika melihat api di mata itu. Itu api yang sama yang muncul ketika Tuan Mikail memerintahkan untuk melenyapkan orang-orang yang tidak diinginkannya. Bersambung.
Posted on: Sun, 25 Aug 2013 05:21:04 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015