DIAMBIL DARI BUKU SAYA ‘DJEMBER TEMPO DOELOE’: KOELI - TopicsExpress



          

DIAMBIL DARI BUKU SAYA ‘DJEMBER TEMPO DOELOE’: KOELI KEBOEN Pada tahun 1859, tiga orang Planters mendirikan L.M.O.D. (Landbauw Maatschappij Oud Djember). Mereka adalah George Birnie, Matthiasen dan Van Gennep. Maka sejak saat itu bermuncullanlah onderneming-onderneming (perkebunan-perkebunan) tembakau di wilayah Djember: Onderneming Tembakau, Ambulu awal tahun 1865: Puluhan Koeli Keboen tebu, laki-perempuan berkumpul di halaman rumah Tuan Van Hasting. Mereka memang disuruh berkumpul di tempat itu buat diajar adat. Di tengah halaman rumah itu ada pemandangan yang tidak lazim. Tiga perempuan Jawa telanjang bulat diikat pada tiga buah tiang kayu. Ke tiga orang wanita itu adalah buruh penyortir tembakau di Ruang Pengasapan. Tuan Van Hasting sebagai pemilik keboen tembakau itu tengah bersandar pada pilar rumah. Sebagaimana biasa pagi itu ia mengenakan setelan putih-putih. Topi laken dan sepatunya juga berwarna putih. Dari mulutnya mengepul asap cerutu. Sesekali lelaki Belanda itu memilin kumisnya agar selalu melengkung ke atas. Matrawi datang. Ia membawa seutas cambuk besar. Perawakan lelaki asli Ambulu itu tinggi besar dan kekar. Seluruh koeli keboen takut sekali padanya. Disamping sebagai mandor keboen, Matrawi juga bertugas sebagai toekang poekoel. Ia sudah biasa menghajar para koeli keboen yang membangkang. “Cambuk, Matrawi!!”, teriak Tuan Hasting dengan lantang, sementara dari mulutnya mengepul asap cerutu. Tanpa ragu Matrawi melecitkan cemetinya berkali-kali ke tubuh wanita-wanita Jawa yang diikat tadi. Terdengar jeritan tangis pilu, namun Matrawi tak peduli. Ia terus mengayunkan cambuknya ke tubuh mereka. Bilur-bilur merah, serta kulit yang terkelupas, dan tetesan darah yang tiada henti, nampak mewarnai ke tiga tubuh wanita yang kini pingsan tidak berdaya. “Angkat mereka ke barak!!”, teriak Tuan Hasting. Beberapa orang koeli lelaki nampak ragu-ragu untuk melangkah. Kini Matrawi yang memberi perintah dengan acungan cemetinya. Baru kemudian belasan lelaki beringsut dan menggotong tubuh ke tiga orang wanita itu. Di dalam barak yang beralaskan tikar, koeli-koeli perempuan segera memberikan pertolongan pada ke tiga perempuan tersebut dengan jampi-jampi jawa. Sementara itu di luar barak terdengar bisik-bisik. Kata mereka, ketiga perempuan itu dicambuk gara-gara mencuri ikan asin dari gudang makanan! Dan pencambukan yang dilakukan oleh Matrawi itu tadi, dikatakan oleh Tuan Hasting sebagai pelajaran adat terhadap para koeli lainnya. Keesokan harinya para koeli perkebunan tebu itu geger. Matrawi segera melapor pada Tuan Hasting. Ke tiga perempuan itu diketemukan mati menggantung diri. Tuan Hasting menjatuhkan tubuhnya ke kursi malas. Dari mulutnya keluar sumpah serapah: “Bajingan-bajingan itu telah membuatku rugi…90 golden!” Dari penelitian saya pada dokumen-dokumen lama, ilustrasi seperti di atas itu memang benar-benar pernah terjadi di Djember. Dan itu semua adalah rentetan dari akibat adanya politik Tanam Paksa. Tentu saja masih ada ratusan bahkan ribuan kisah-kisah memilukan lainnya yang senada dengan kisah di atas.
Posted on: Thu, 29 Aug 2013 01:26:52 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015