DR Yusuf Al Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah, menjelaskan - TopicsExpress



          

DR Yusuf Al Qardhawi dalam Fatawa Mu’ashirah, menjelaskan perbedaan tajam antara Ahlus Sunnah yang moderat dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asy’ariah/12 Imam. Berikut ini fatwa beliau: Superioritas Kelompok Tertentu atas Seluruh Umat Manusia Keyakinan orang-orang Syi’ah dibangun atas dasar rasa superioritas (merasa paling lebih) dari seluruh makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka merasa mempunyai karunia yang sangat besar jika dilihat dari penciptaannya. Mereka ini berhak untuk mengatur orang lain walaupun mereka tidak memilihnya. Hal ini dikarenakan telah menjadi keputusan langit. Pemikiran seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam secara umum. Hal ini disebabkan seluruh manusia adalah sama seperti deretan sisir. Hanya ada satu Rabb bagi seluruh umat manusia dan memiliki nenek moyang yang sama yaitu Adam ‘Alaihis Salam. Mereka semua diciptakan dari bahan yang sama, yaitu sperma. Oleh karena itu, tidak ada rasa superioritas seorang manusia atas manusia yang lain kecuali dengan taqwanya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di dalam Al Qur`an, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti,” (QS Al Hujurat [49]: 13). Sesungguhnya manusia itu diutamakan atas yang lainnya hanya karena amal perbuatan, dan bukan karena faktor keturunan. Sebab siapa yang amalnya lambat, maka nasabnya tidak akan mempercepat langkahnya meraih ridha-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ”Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya,” (QS Al Mu`minun [23]: 101). Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa yang akan menghukumi umat manusia di hari Kiamat adalah Al Mizan yang tidak akan menzhalimi seorang pun. Manusia lah yang memilih para pemimpin dalam bingkai musyawarah. Manusia berbaiat kepada para pemimpin dengan syarat jangan melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hak-hak manusia. Hanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saja satu-satunya orang yang dipilih oleh wahyu, ”Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya,” (QS Al An’am [06]: 124). Selain beliau, hanya manusia biasa dan tidak dipilih oleh wahyu. Kemudian kenyataan sejarah menunjukkan bahwa orang-orang yang mengaku berhak menduduki sebuah jabatan pemerintahan atas dasar nash (Al Qur`an/As Sunnah), ternyata mereka itu tidak menduduki jabatan apa-apa. Justru mereka hidup seperti manusia pada umumnya (rakyat biasa), mendapatkan persamaan di dalam hukum. Kecuali Ali bin Abi Thalib yang dibaiat oleh kaum muslimin menjadi khalifah. Karena jika dilihat dari sisi keilmuan, beberapa imam ‘maksum’ keturunan Ali tidak dikenal sebagai orang yang unggul kecerdasannya dan layak menjadi imam. Namun ada sebagian dari keturunan Ali termasuk ke dalam tokoh besar di bidang fiqih, seperti Muhammad Al Baqir dan Ja’far Ash-Shadiqseperti imam-imam fiqih lainnya.
Posted on: Thu, 15 Aug 2013 10:05:54 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015