Dalam suatu kisah yang diceritakan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul - TopicsExpress



          

Dalam suatu kisah yang diceritakan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan : Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang ertinya seperti berikut : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka” Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia lebih kurang 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Dia mendapat harta warisan yang cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Dia berkata, "Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan syurga untuk mereka?” “Ya benar, anak muda..” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan, “Kalau begitu saksikanlah, bahawa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan syurga.” Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu berangkatnya pasukan tentera islam, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siangnya berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur. Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur strategi pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak, ”Wallahi, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah!!” Kami menduga dia mulai ragu dan fikirannya kekacauan, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Dia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk dan terlelap, aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata : “Pergilah kepada Ainul Mardiyah.” Dia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata : “Inilah suami Ainul Mardhiyah.” “Assalamu’alaikum” kataku memberi salam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu” Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah. Akhirnya aku sampai pada sebuah khemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu khemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil orang yang ada di dalam : " wahai Ainul Mardhiyah, suamimu datang . …” Ketika aku dijemput masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas kerusi emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata : “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, kerana roh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.” Anak muda melanjutkan kisah mimpinya : “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Wahid, aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”. Belum sempat percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri daripda sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan merempuh mereka. Selesai pertempuran aku cuba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Dia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga rohnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia." (Irsyadul Ibad ).
Posted on: Tue, 13 Aug 2013 23:22:21 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015