Dari dinding Prof. Dr. Sarlito W. Sarwono : NABI ITU MANUSIA - TopicsExpress



          

Dari dinding Prof. Dr. Sarlito W. Sarwono : NABI ITU MANUSIA JUGA Sarlito Wirawan Sarwono Saat ini saya sedang di Honolulu, Hawaii, AS. Saya diundang oleh APA (Asosiasi Psikologi Amerika) untuk mendapatkan penghargaan (award) sebagai the Outstanding International Psychologist. Dari pada nunggu Bintang Mahaputra dari negeri sendiri yang jelas gak kesampaian, penghargaan dari negara neo-imperialis (kata Bung Karno) atau negara super-thogut (kata teroris), ya nggak apa-apalah, saya terima saja. Jadi saya berangkatlah ke sini ditemani istri saya satu-satunya. Tetapi bukan itu yang saya mau ceriterakan di sini. Saya mau ceritera tentang perjalanan saya. Pada hari Senin, tanggal 29 Juli 2013, pesawat terbang yang membawa saya, tinggal landas dari Bandara Narita, Tokyo, jam 14.40 waktu setempat. Penerbangan ke Honolulu, makan waktu 7 jam, malam hari. Dalam pesawat kami sempat makan malam, dan paginya sarapan, saya sempat membaca dan nonton satu film action, dan bercanda dengan isteri saya sebelum tidur. Tentu saja sejauh yang diijinkan oleh Lembaga Sensor Pesawat Terbang. Tepat pukul 08.30 pesawat mendarat mulus di Bandara Honolulu. Tetapi bukan hari pada hari berikutnya, yaitu Selasa tanggal 30 Juli 2013, melainkan masih tetap hari Senin tanggal 29 Juli 2013. Jadi malah mundur ke waktu sebelum kami lepas landas. Tentu saja penyebabnya adalah batas lintang waktu, yang terbentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan, membelah Lautan Pacific. Tentang hal ini, anak-anak SMP yang rajin belajar Geografi pun tahu. Dengan sedikit analogi, para ilmuwan jaman sekarang bisa menerangkan peristiwa Isra-mi’rajnya Rassulullah saw. Bahkan bukannya tidak mungkin di masa depan, orang Indonesia yang mau ke Amerika cukup berdiri di bawah mesin scanner dan hasil scanning-nya bisa di-send liwat pesawat telepon (HP) gak perlu pesawat terbang lagi. Gak perlu beli tiket mahal-mahal, cukup beli pulsa. Tetapi orang Amerika pastinya masih memilih pesawat terbang kelau mau ke Indonesia, karena kalau PLN mati, mesin scanner juga mati, jadilah mereka arwah gentayangan yang tidak bisa masuk lagi ke bumi. Masalahnya bisakah dibayangkan bagaimana umat di zaman Rassullah saw, bisa memahami gejala yang buat orang sekarang hanya sesederhana itu? *** Waktu saya maih kanak-kanak, saya senang sekali didongengi Embah Kakung saya. Salah satunya adalah tentang si Kancil. Sedang dia enak tidur, datang sang Macan hendak menerkamnya. Maka si Kancil terbangun, kaget tetapi tetap tenang. Dia berkata kepada sang Macan, “Hei Macan, kamu boleh memakanku, tetapi tunggu dulu sampai Nabi Sulaiman datang untuk mengambil kue-nya ini”. Kancil menunjuk kotoran kerbau kering di dekatnya. “Aku diperintah oleh Nabi untuk menunggui kue-nya ini sampai beliau datang”. Sang Macan sangat kagum, karena dia mengidolakan Nabi Suleman yang bisa ngomong bahasa binatang. Maka Macan pun membujuk Kancil, “Biar aku saja yang menjaga kue beliau. Aku sangat ingin bertemu dengan beliau”. “Oke (pinjam istilah bahasa Inggris)”, kata Kancil. “Kalau begitu maumu, silakan saja. Selamat tinggal, ya. Salam saya buat Baginda”, dan Kancilpun berlari kencang-kencang sebelum macan sadar akan kebodohannya. Semasa kecil itu, saya pun ikut-ikutan kagum kepada Nabi yang bisa bahasa hewan itu. Tetapi hari ini banyak sekali yang bisa berbicara dengan hewan. Pawang anjing, pengasuh lumba-lumba, atau ahli lebah bisa bekomunikasi dengan hewan-hewan itu. Pengusaha sarang burung, bisa menirukan bunyi burung walet, agar burung-burung itu berdatangan untuk memenuhi bangunan yang sudah disiapkannya untuk mereka bersarang. Jadi sekarang, bukan nabi saja yang bisa berkomunkasi dengan hewan, orang biasapun bisa. Nabi Musa dengan pertolongan Allah diceriterakan membelah laut dan menutupnya lagi untuk menghentikan kejaran musuh-musuhnya. Para insinyur Belanda sudah lama mahir membuat tanggul untuk menyetop ombak mauk ke daratan Balanda yang lebih rendah dari permukaan laut. Di dataran rendah itulah bangsa Belanda bercocok tanam, beternaak sapi, membuat kiju, berpacaran dan berketurunan, dan dari situlah juga mereja menjajah Indonesia selama ratusan tahun. Nabi siapa lagi? Nabi Isa? Beliau mampu menyembuhkan orang sakit. Orang buta dibikin melek lagi. Tetapi dokter-dokter sekarang mengobati katarak dengan laser seperti tukang mi ayam membuat mi ayam, Gampang sekali. Bahkan pasien kanker banyak yang tertolong, dan HIV/AIDS pun sudah mulai ditemukan obatnya. Pokoknya kata Allah, tidak ada penyakit yang tidak bisa diobati. Tentu saja bukan untuk orang perorang, tetapi ilmu kedokteran lambat laun akan bisa mengobati berbagai macam penyakit. *** Begitulah cara Allah mendidik manusia. Awalnya diberikan contoh dalam diri para Nabi sebagai mukjizat. Lama kelamaan, melalui usaha manusia, ilmu pengetahuan dan Rahmat Allah, rahasia-rahasia mukjiazat itu terbongkar satu persatu, sehingga sekarang orang-orang biasa pun bisa melakukan hal yang di zaman para Nabi hanya bisa dilakukan oleh para Nabi melalui mukjizat. Sayangnya tidak semua rahasia mukjizat itu berhasil diungkap oleh umat Islam. Banyak, bahkan sebahagian besar, khususnya di era Teknologi Informasi sekarang ini, para penemu dan pakar adalah non-muslim. Tetapi dalam hal ini, Allah memang tidak pandang bulu. Siapa saja yang tekun mempelajari Sunatullah di alam jagad raya ini akan diberi keberhasilan. Jadi, marilah umat Islam, kita berlomba mempelajari dan mengembangkan ilmu agar kita bisa menguasai dunia. Kalau kita hanya pintar main “sweeping”, apa kata dunia?
Posted on: Tue, 06 Aug 2013 23:26:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015