Dear All, Bhiksu Kecil Bercerita adalah buku yang ditulis oleh - TopicsExpress



          

Dear All, Bhiksu Kecil Bercerita adalah buku yang ditulis oleh Bhiksu Shi Jiechen, sejak dari penerbitan awal di tahun 2008, berturut-turut telah terbit tiga jilid. Jan 2013 terbit edisi revisi (jilid 1-3), dengan penerbit berbeda, judul juga berbeda, judul baru adalah Kedai Bubur Bhiksu Kecil, hal ini juga baru saya ketahui minggu lalu. Edisi revisi ini memiliki perbedaan dibandingkan edisi lama (khususnya jilid 1-2), antara lain: 1. urutan kisah 2. sedikit pembenahan dalam alur cerita 3. sedikit tambahan cerita Oleh sebab itu, penerjemahan bebas Bhiksu Kecil Bercerita yang selama ini diambil dari edisi lama, terpaksa saya hentikan, lalu mulai dari awal sesuai edisi baru dengan judul Kedai Bubur Bhiksu Kecil. Perlu diketahui, total cerita dalam jilid 1 adalah 101 kisah, jilid 2 sebanyak 95 kisah, dan jilid 3 sebanyak 51 kisah. Dalam terjemahan edisi baru ini, saya juga sekalian memperbaiki terjemahan edisi lama yang rasanya kurang pas. Buku kisah-kisah Chan dalam kehidupan sehari-hari ini menjadi best seller di China dan Taiwan, pun telah terbit dalam edisi bahasa Korea dan Thailand. Salam Dharma, Tjahyono Kedai Bubur Bhiksu Kecil 小和尚的白粥馆 Diterjemahkan dari buku小和尚的白粥馆 (Xiaoheshang De Baizhouguan) karya Shi Jiechen PRAKATA Pernah ada seorang umat wanita yang datang ke vihara bergurau dengan Jiechen. Dia bilang, Shifu Kecil Jiechen, mengapa Anda selalu mengenakan jubah bhiksu yang modelnya hanya itu-itu saja, apa tidak pernah terpikir untuk membuat jubah dengan model yang baru? Jiechen hanya tertawa, tidak menjawabnya. Jubah gaya Dinasti Tang yang elok dan mewah, pakaian ala Dinasti Song yang anggun dan menawan, semua itu jauh-jauh hari telah berubah hanya menjadi bukti sejarah dan upacara ritual masa lalu. Tren mode di kaki gunung yang selalu berubah di setiap pergantian musim, pakaian yang indah di hari kemarin, hari ini tertumpuk di bagian paling bawah dalam lemari pakaian. Sementara jubah bhiksu yang biasa-biasa itu, selama ribuan tahun justru jarang berubah. Gedung yang megah telah kehilangan keelokannya, yang tetap tidak berubah adalah batu-batu pondasi yang berwarna alami. Lagu yang ngetop sekarang ini, tahun depan apa masih ada orang yang menyanyikannya? Dalam pancaran matahari senja, orang lanjut usia dengan wajah riang gembira dan senyum ceria, yang disenandungkannya adalah lagu daerah rakyat pegunungan yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Kue kacang hijau yang manis rasanya, bakcang yang sedap aromanya, kue terang bulan yang nikmat rasanya, selamanya hanyalah selingan bagi kehidupan ini. Yang paling abadi di dunia ini, hanyalah bubur putih yang rasa dan aromanya tawar-tawar saja. 1. AKAR TERATAI DAN SIPUT AIR TAWAR Vihara Tianming tempat kediaman Jiechen (Pantang Benci) terletak di Gunung Maoshan di pinggiran kota kecil Miaozhen. Tidak jauh dari kaki gunung terdapat sebuah kolam, ketika baru bergabung menjadi anggota vihara, Jiechen sering bersama-sama dengan Shidi (adik seperguruan) Jieao (Pantang Sombong) bermain-main ke sana. Di vihara, Jiechen paling akrab dengan Jieao, vihara sering kali kedatangan beberapa bhiksu pengembara, namun usia mereka jauh lebih tua daripada kami. Beberapa tahun terakhir ini datang dua orang shidi—Jiechi (Pantang Bodoh) dan Jie-chen1 (Pantang Debu/Duniawi), tetapi umur mereka jauh lebih kecil daripada kami. Sebab itulah, yang paling cocok bergaul dengan Jiechen sehari-harinya adalah Jieao. Umur Jieao lebih muda dibandingkan Jiechen, tetapi dia lebih duluan bergabung ke vihara daripada Jiechen. Waktu kecil dia dibuang di depan pintu vihara, tidak ada yang tahu latar belakangnya, keluarganya juga tidak meninggalkan petunjuk, seperti surat atau semacamnya. Di vihara ada tiga orang shifu (guru), mereka adalah generasi dengan aksara “Zhi” (Kebijaksanaan), sedangkan kami adalah generasi dengan aksara “Jie” (Sila/Pantang). Setiap tahun ketika cuaca sedang panas-panasnya, kolam dipenuhi dengan bunga-bunga teratai yang bermekaran. Di sini terdengar cicada-cicada2 mengerik dan katak-katak bernyanyi. Karena di wilayah pegunungan, maka meskipun di musim panas, malam hari juga terasa nyaman. Air dalam kolam meskipun berasal dari air sumber, namun sebagian besar masih bergantung pada air hujan. Air kolam yang hampir kering diterpa sengatan matahari yang terik, seringkali terisi penuh setelah turunnya hujan lebat. Air kolam tidak begitu bersih, di dalamnya banyak terdapat makhluk hidup. Bila musimnya telah tiba, teratai-teratai bermekaran memenuhi seluruh kolam, bunga-bunganya yang kecil berwarna merah muda sangat anggun memesona, aroma harumnya bunga terbawa dalam embusan angin semilir, tak mungkin terlupakan bagi orang-orang yang berada di tepi kolam. Di bawah daun-daun teratai, ikan-ikan kecil berenang hilir-mudik, pun terlihat kecebong-kecebong berlalu-lalang dengan santai. Ketika angin bertiup, daun-daun teratai yang mengapung di atas permukaan kolam ikut bergerak. Juga ada akar-akar teratai. Saat akar-akar teratai itu tumbuh besar, Jiechen dan Jieao dengan bertelanjang kaki berlari masuk ke kolam, menapak lumpur lembut licin yang dapat membuat orang terpeleset, lalu mengambil beberapa akar teratai. Akar-akar teratai, baik besar maupun kecil, kami letakkan di sisi kolam, setelah mengambil cukup banyak, Jiechen bersama dengan Jieao memasukkannya ke dalam keranjang kecil dan memanggulnya ke tepi sungai kecil di gunung. Betapa pun keruhnya air kolam, betapa pun banyaknya lumpur yang melengket, asal dibilas sebentar dengan air sungai yang jernih, maka akar-akar teratai ini siap untuk disantap. Dengan sebilah pisau kecil kami kupas lapisan kulit luarnya yang berwarna gelap, terlihatlah bagian dalamnya yang berwarna putih memukau. Di dalam kolam tidak hanya ada tumbuhan saja, juga terdapat siput air tawar yang diam tak bergerak bersembunyi di dasar kolam. Siput air tawar memiliki kulit luar yang keras, juga memiliki tempurung kecil yang melapisi tubuhnya, sudah jelas lebih mampu menahan serangan air kolam yang keruh daripada akar teratai. Namun ada beberapa umat memberi tahu Jiechen, ketika mereka membawa pulang siput air tawar dan menempatkannya di dalam air bersih, lalu meneteskan beberapa tetes minyak gosok di dalam air itu, tak lama kemudian air bersih itu menjadi keruh, karena siput memuntahkan kotoran-kotoran yang ada dalam tubuh mereka. Sebab itu Shifu berkata, lingkungan luar sangatlah berpengaruh, namun pengaruhnya tidaklah mutlak. Misalnya akar teratai yang lemah, meskipun berada dalam air kolam yang keruh namun bagian internalnya tetap terjaga bersih, yang tercemar hanyalah lapisan kulit luarnya yang tipis, sedangkan siput air tawar yang memiliki tempurung yang keras, meskipun berada di dalam air yang bersih, kotoran dalam tubuh mereka tetap tidak dapat dibersihkan secara total. Akar teratai selamanya tetap akar teratai, tetap seperti itu entah di mana pun berada, tidak mungkin bisa berubah menjadi siput air tawar. 1 Penulis cerita yang juga merupakan bhiksu kecil tokoh utama dalam buku ini adalah Jiechen 戒嗔, sebuah nama Buddhis yang secara harfiah berarti Pantang Benci, sedangkan nama adik seperguruannya adalah Jie-chen 戒尘, secara harfiah berarti Pantang Debu/Duniawi. Kedua “Chen” ini mempunyai penulisan hanyu-pinyin yang sama, namun dalam Mandarin berbeda baik penulisan aksara, intonasi, maupun artinya. Untuk membedakan kedua nama ini, penerjemah memberi garis penghubung untuk nama sang shidi, Jie-chen. 2 Cicada adalah sejenis serangga yang mengisap cairan pohon, berukuran sebesar jari manusia, kepompongnya biasa digunakan sebagai bahan obat tradisional Tiongkok.
Posted on: Wed, 30 Oct 2013 00:25:02 +0000

Recently Viewed Topics




© 2015