Drama Film Mad Max Versi Indonesia Mas Miko - detikNews Jakarta - - TopicsExpress



          

Drama Film Mad Max Versi Indonesia Mas Miko - detikNews Jakarta - Perseteruan antara rakyat dan Pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) usai sudah, pemerintah telah menutup telinga rapat-rapat sehingga penderitaan rakyat semakin terbuka lebar. Persoalan BBM memang menjadi sangat vital bagi kehidupan di bumi ini, kalau ingat film Mad Max 1, yang dibintangi Mel Gibson, terjadi peperangan antar masyarakat karena rebutan BBM, akankah hal ini akan terjadi demikian? Akankah muncul pahlawan baru di negeri ini semacam Mad Max yang bisa menyelamatkan hajat hidup banyak orang? karena Dewan Perwaikilan Rakyat (DPR) sudah tidak dapat diandalkan lagi sebagai penolong rakyat. Keputusan Pemerintah yang direstui oleh partai koalisi yaitu, Fraksi Partai Demokrat (FPD) 148 suara, Fraksi Partai Golkar ( FPG ) 107 suara , Fraksi Partai kebangkitan Bangsa (FPKB) 28 suara, Fraksi Partai Amanat Nasional ( FPAN ) 46 suara dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ( FPPP ) 37 suara di Parlemen, yang berjumlah 366 suara Anggota DPR, mengijinkan untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak ( BBM), dinilai kalangan adalah keputusan yang sangat Neolib, karena demi kepentingan segelintir kelompok, rakyat dijadikan korban? Tetapi partai-partai yang masih berpihak kepada suara rakyat yaitu: Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) 94 suara Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F. Hanura) 17 suara, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F. Gerindra) 26 suara, ditambah Fraksi Partai Keadilan sejahtera (FPKS) 57 suara berjumlah 194 suara Anggota DPR. Yang mengherankan apakah ini dinamakan demokrasi Indonesia sejatinya? Mengapa sistem demokrasi salah satunya adalah musyawarah mufakat diabaikan begitu saja, justru mementingkan voting yang nota bone adalah bukan jalan keluar yang baik. Apakah rakyat telah dijadikan sampah yang tak berharga? dibutuhkan kalau pada musim pemilu saja? Ini kebijakan yang sangat mendholimi rakyat, suara rakyat tidak dihiraukan bagaikan ajing menggonggong khafilah berlalu, dan masihkah rakyat memilih dan percaya kepada para aportunis ini nanti pada pemilu 2014 ? Mengapa Pemerintah tidak memikirkan dari pokok pangkalnya, yaitu: Pertamina tidak segera didorong memproduksi curt oil menjadi minyak jadi, kapasitas kilang minyak tidak dinaikkan kapasitasnya menjadi 1.000.000 barrel/hari, curt oil dijual bebas ke luar Indonesia dengan harga murah, Indonesia masih harus membeli BBM dari Negara pengelola minyak mentah yang sebenarnya bahan baku dari bumi Indonesia sendiri. Pemerintah masih memamerkan program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yang kisaran Rp. 300.000/orang, apakah ini sudah tepat? Kalau toh ada program tersebut, mengapa tidak digunakan untuk usaha produktif saja, rasanya program BLSM ini bagaikan mengajari pengemis di masyarakat. Tetapi menjadi delimatis bagi Kepala Daerah seperti gubernur DKI Jakarta yang terkenal merakyat dan kebetulan diusung dari partai penolak kenaikan BBM, tidak menjalankan program BLSM akan menjadi sulit karena secara struktur sebagai bawahan Presiden dari Partai pendukung kenaikan BBM. Mengapa Pemerintah melalui tenaga ahlinya tidak bisa menghitung secara rasio, dan resiko memutuskan kenaikan harga BBM ini? Yang jelas ada dampak keuntungan dari kenaikan harga BBM ini baik politis maupun ekonomis, secara politisnya, partai-parta koalisi jelas mendapatkan imbas, tetapi secara resiko, partai koalisi ini terancam gulung tikar, pemilih dalam pemilu bisa menjadi abstain (golput) lebih dari 50% daftar pemilih tetap (DPT), maka kalau hal ini terjadi rakyatlah yang akan mengambil alih urusan kenegaraan, ini menjadi blunder bagi pengembangan Demokrasi yang pancasialis. Ada beberapa metode dalam skenario menentukan kebijakan kenaikan harga BBM ini, yaitu: Menurut pasal 1 (satu) angka 15 UU No 36 Tahun 2004 menjelaskan bahwa subsidi dialokasikan untuk perusahaan/lembaga yang memprodukdi dan menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak, Seperti apa cara subsidi? Menurut rumus penentuan harga, terdapat dua cara penentuan harga untuk sebuah produk, pertama dengan cara market price. dan yang kedua dengan cara uplift cost. Untuk rumus pertama, maka dalam hal ini pertamina dalam menentukan harga premium dengan cara melihat harga pasar, atau dengan rumus kedua, yaitu HPP + margin yang diinginkan: harga jual, yaitu: A) Premium "yang katanya di subsidi" memiliki oktan 88, pertamax dengan oktan 92, pertamax plus dengan oktan 95, shell super dengan oktan 92. Sedangkan pemerintah selalu mengatakan harga pasar di luar negeri harga BBM Rp 9000,- dengan standar oktan 92. B) Apabila pemerintah ingin menentukan harga menggunakan rumus kedua yaitu dengan uplift cost, maka kita harus tahu berapa HPP dari premium. Harga pokok produksi yang di keluarkan pertamina untuk memproduksi BBM sebesar Rp 3.900,-, sedangkan harga jual dr pertamina sebesar Rp 4.500. Ini kurang logis, ini bukan subsidi tapi pertamina sudah dapat margin. Dalam hal ini pemerintah menyamakan kulitas, dan harga jual premium yang oktannya hanya 88 dengan pertamax atau shell super yang oktannya sebesar 92. Dari skenario di atas menujukan bahwa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini sebenranya tidak perlu terjadi, korban masyarakat di jalanan tidak harus melayangkan nyawa rakyat, kalau rasio dan resiko dipertimbangkan secara sosial dan berkeadilan, namun menjadi lacur disaat keputusan ini dilempar ke Parlemen yang nota bone para senator ini berhitung secara politis. Selazimnya, koalisi partai ini bukan membela kepentingan rakyat justru, kebalikannya yaitu kolaisi penyengsasra rakyat, sekarang keputusan final sudah ada di Pemerintah, akankah benar-benar dinaikan sesuai amanah senator Senayan? Hendaklah opsi-opsi yang dapat menggembirakan hati masyarakat banyak, kalau UU No 36 Tahun 2004 tersebut dijalankan dengan baik serta pengawasan ketat maka persoalan bisa terselesaikan, maaf daripada memakai program BLSM, dan semoga partai-partai yang menolak kenaikan harga BBM dan mendukung aspirasi rakyat mampu beramanah di masa mendatang kepada bangsa dan Negara ini. Dapat disimpulkan kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini, bagaikan film Mad Max versi Indonesia, perseteruan antara kelompok Pemerintah dan partai kolaisi, VS Rakyat dan partai penolak kenaikan BBM, yang kalah rakyat. Detik Com.
Posted on: Sat, 22 Jun 2013 07:41:01 +0000

Trending Topics



style="min-height:30px;">
Father God I choose to walk in love no matter what . No matter

Recently Viewed Topics




© 2015