Enam Lagu Lama Lagu-lagu lama itu emang ga pernah mati, tetep - TopicsExpress



          

Enam Lagu Lama Lagu-lagu lama itu emang ga pernah mati, tetep enak didenger meski mulai termakan jaman. Nah, gimana ya 50 tahun kedepan? Saat lagu-lagu alay udah ngedapetin status sebagai lagu nostalgia.. " Pagi hari, waktu aku lagi rebahan di kosan bersama dengan pacarku, mendadak perutnya bunyi. Kruuuukkkk... Ternyata, pacarku lagi kelaparan!!! Aku bingung, aku panik, aku heboh. Kemudian dia berkata, Mbeeeng, beliin Indomie.. Aku pun bergegas keluar rumah buat beliin dia Indomie. Warung demi warung kujelajahi, namun engga ada satu pun warung yang memiliki stok indomie disekitar kosan. Rasanya mie Sedap telah menguasai penuh wilayah kami. Akhirnya aku kembali kekamar kos tanpa indomie berada di tangan, hanya ini, hanya ini yang aku bawa sebagai oleh-oleh... " " Kondom?!!! " jerit Windi histeris, " Mbeeeng!!! Aku ituuu minta Indomie!!!!! Perutku lapeeer, kenapa malah dibawain kondom?!!! " " Emang kondom ini bisa dimakan apa?!! Huh... " dia mendengus kesal. " Iyaa, iyaaa, ga usa ngambek, aku cariin lagi deh.. " aku coba menghiburnya. Sejurus kemudian aku kembali meluncur keluar kosan, memburu Indomie. Padahal pagi ini aku benar-benar ingin buru-buru bercinta dengannya, tapi malah keburu disuruh cari Indomie duluan. Itu deritaku, mana deritamu? Ah ya, bicara soal derita, aku sempat menderita gangguan hati serius beberapa hari kemarin. Bukan karena penyakit, tapi karena alasan lain. Aku memergoki Wanda sedang asik bermain kuda-kudaan dengan sahabatku sendiri, Dimas. Mereka berdua sama-sama telanjang, kontol mini Dimas (aku sebut kontol mini karena memang ukuran titit milik Dimas ga ada apa-apanya jika dibanding Bams Junior milikku yang jauh lebih superior) terbenam didalam vagina Wanda. Mereka bermain dengan begitu semangatnya. Wanda menggoyang-goyangkan pinggulnya, merintih keenakan, sementara Dimas ikut merem-melek mendapat service gratis dari vagina sempit punya Wanda. Ternyata karena alasan itulah mereka mulai menjauhiku beberapa hari terakhir sebelum kejadian perkara. Selingkuh, Wanda selingkuh, dengan sahabatku sendiri. Eh, bisa dibilang selingkuh apa engga ya? Seingatku kami belum sempat jadian, hubunganku dengan Wanda cuma sebatas TTM, teman tapi mesum. Mimpi buruk, meski kejadian itu tetap saja engga akan bisa lebih buruk dari momen-momen mengerikanku bersama dengan Chusnul Amiruddin. Kejadian itu sempat membuatku sedikit depresi. Disaat aku berniat untuk mematenkan hubunganku dengan Wanda, Dimas malah datang menyerobot. Dengan demikian, berarti aku kehilangan dua aset paling berharga yang aku miliki secara nyaris bebarengan. Selain Wanda, jarak hubunganku dengan tante Linda juga semakin merenggang. Pak Karmoto baru saja kembali ke Surabaya, dia berencana mempercayakan bisnis ternak sapinya di Madura kepada salah seorang anak buah terbaiknya. Berarti dia akan lebih banyak memiliki waktu bersama dengan tante Linda disini. Kehilangan Wanda dan tante Linda bukan berarti akhir dari segalanya untukku, juga untuk Bams Junior. Setidaknya, hingga saat ini aku masih memiliki satu sosok yang sangat berarti untukku. Dialah Windi Adelina. Pacar pertamaku. Perempuan yang banyak membantuku selama ini. Mulai dari memberikan terapi untuk mengembalikan keperkasaan Bams Junior, hingga sedikit demi sedikit terus mengobati luka-luka dalam hatiku. Windi begitu spesial, dan karena itulah aku memutuskan untuk mulai membangun hubungan serius dengannya. Artinya, aku benar-benar telah melanggar janji yang dulu pernah aku berikan pada Chusnul Alissia. Cinta, dan harapan itu telah memudar. Aku harus berusaha untuk lebih realistis. Aku tidak boleh lagi terpaku pada sesuatu yang semu. Chusnul Alissia hanya akan menjadi memori masa kecilku. Memori yang harus dipendam dalam-dalam. Demi Windi. Demi perempuan yang telah aku pilih. Demi perempuan yang mau menerimaku apa adanya, bukan ada apanya. Windi bukanlah Wanda, meski mereka tetaplah saudara kembar dengan tampilan fisik yang serupa. Dia jauh lebih kalem, dia juga engga terlalu hobi shopping. Sesuatu yang patut aku syukuri, karena dengan demikian berarti aku tidak perlu lagi berburu baju-baju mahal dibeberapa mall setiap kali diskon besar-besaran mulai menyerang. Satu hal yang aku benci dari Windi adalah.. " Mbeeeng, lapeeer... " dia merengek lucu, membuatku gemas dengan raut wajahnya saat ini, " Manaaa mie nya... " " Iya, iya, ini udah kelar.. " jawabku sambil berjalan menuju kearahnya, membawa pesanannya. Begitulah Windi. Perempuan cantik dengan nafsu makan yang luar biasa tinggi. Saat dia lapar, maka aku harus menuruti apa yang diinginkannya. Untunglah selera makan Windi cukup merakyat. Tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk itu. Entah mengapa, meskipun dia selalu makan dengan porsi jumbo, tetap tidak mengubah tubuhnya menjadi makin melebar. Mungkin asupan gizi dari apa yang dia makan diserap dengan baik oleh bagian tubuhnya yang lain. Bukan perut, melainkan payudara dan bokongnya, sama-sama membuat dua bagian itu makin terlihat luar biasa. Dua mangkok mie instant panas tersaji diatas meja kamar kosanku. Sama-sama berkuah, tapi beda rasa. Mie Soto untukku, Mie Kare untuk Windi. Pagi ini cuaca di Surabaya masih mendung, dan mie kuah panas jelas bisa menjadi sajian yang tepat disaat seperti ini. Windi mendekat kearah meja, wajahnya tampak mupeng melihat sajian mie instant panas yang berhias telur mata sapi setengah matang, kesukaan kami berdua. " Hmmm, baunya enaaak.. " ujarnya sambil mengendus aroma menggoda dari kepulan asap hasil masakanku. Iya, hasil masakanku sendiri. Masak mie doang kan, siapa sih yang engga bisa? Sebagai anak kos yang baik, tentu aku harus bisa menguasai tiga ilmu dasar memasak khas anak kos. Merebus air (untuk bahan utama membuat kopi atau minuman sachet panas lainnya), merebus mie instant, serta menggoreng aneka frozen food murahan. Nasi? Itu sudah termasuk fasilitas kos disini, gratis nasi putih dan air isi ulang galonan. Lumayan kan.. = = = = = Dua mangkuk yang tadi penuh terisi oleh masing-masing satu porsi mie kuah instant lengkap dengan telor mata sapi itu kini teronggok dibawah meja. Kosong, sama sekali tak tersisa, kecuali sendok makannya tentu saja. Aku dan Windi melahapnya dengan rakus. Kami berdua sama-sama lapar. Beberapa jengkal dari situ, sepasang pakaian lengkap tergeletak, kusut. Satu set pakaian laki-laki, satu set pakaian perempuan. Terus menjelajah lebih jauh, didekat ranjang, sebuah handphone Nokia 6600 terus bernyanyi syahdu. Kau bertanya padaku, kapan aku akan kembali lagi.. Katamu kau tak kuasa, melawan gejolak didalam dada.. Yang membara menahan rasa.. Pertemuan kita nanti.. Saat kau ada disisiku... Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya.. Menahan rasa ingin jumpa... Percayalah padaku akupun rindu kamu ku akan pulang.. Melepas semua kerinduan… Yang terpendam.. Tidak perduli, saat ini aku hanya berkonsentrasi dengan sosok perempuan telanjang yang berada didalam dekap pelukanku. Kami saling memagut, saling berciuman. Perut kenyang, hati senang, seks pun makin nendang. " Mmmmhh... " Windi mendesah pelan, dia menindihku. Kulitnya dan kulitku saling bersentuhan, secara langsung, membuatku bisa merasakan lembut dan halus kulit putih bersih itu. " Mbeeeng.. Mmmhh.. Teleponnya diangkat dulu gihhh.. Kali aja penting.. " Aku tetap tidak mendengarkannya. Aku ingin menuntaskan dulu permainan ini, baru setelah itu mengurusi hal-hal yang lainnya. Bibir Windi terus kulumat dengan lahap, ajaibnya, terasa jauh lebih nikmat dan mengenyangkan dibanding mie instant yang baru saja menjadi menu sarapanku. Bams Junior sudah menegang sejak tadi, namun aku berusaha menahannya. Kali ini aku tidak boleh terburu-buru lagi, kondisinya belum pulih benar. Bibir kami berdua masih saling berciuman, sementara tanganku mengelus punggung Windi, sesekali juga membelai lembut rambut panjangnya. Perempuan ini benar-benar sempurna. " Emmmhhh.. " Kami berubah posisi, aku duduk bersandar pada tembok yang lembab, sementara Windi berada diatas pangkuanku. Bams Junior bersentuhan langsung dengan sisi luar vagina Windi. Vagina sempit yang baru saja bercukur rambut menjadi botak plontos. Tanganku menjamah payudara Windi, mengusap-usap putingnya, kami terus mengejar birahi, hingga.. = = = = = " Windi!!! " Seseorang berteriak dari arah pintu. Suara yang aku kenal. Windi segera beringsut menjauhiku, bergerak cepat menuju tepi ranjang. Dia menutupi payudaranya dengan lengan kanan, sementara tangan kirinya menutup sang vagina. Aku langsung latah ikut menutup kedua puting susuku dengan telapak tangan kurusku. " Mbeeeng, kenapa itu yang kamu tutupin sih.. " bisik Windi, wajahnya sama sekali tidak tampak khawatir. " Tititnya yang ditutupin dong.. " Windi malah tersenyum lucu. " E-eh, i-iya.. " aku menurutinya, segera menutupi Bams Junior rapat-rapat. Sosok perempuan yang aku kenal berdiri disana. Dia mengenakan kaos kombrang warna putih lengkap dengan jaket klub basket NBA, Milwaukee Bucks, dengan risleting terbuka. Jaket milik Dimas. " Wa-wanda.. " ujarku lirih. Kenapa dia ada disini? Penampilannya kini berubah drastis. Jauh, sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan Wanda yang aku kenal selama ini. Rambut panjangnya dipotong pendek, tidak ada lagi softlens aneka warna yang biasa menghias mata indahnya, berganti kacamata frame putih sebagai alat bantu penglihatannya. Sosok feminin itu lenyap. Berganti sosok baru yang lebih tomboi. Mungkin pengaruh Dimas, dia adalah penggila basket, dan Dimas memang lebih suka dengan sosok perempuan tomboy ketimbang mereka yang condong kearah feminin. Sebesar itu pengaruhnya pada Wanda. " Jadi kamu ama Windi sekarang mbeng? " tanyanya, Wanda menutup pintu, kemudian berjalan mendekat kearah kami, " Asik ginian ya, pantes dari tadi teleponku ga diangkat.. " ledeknya. Ah, jadi itu tadi telepon darinya.. " Apaan sih Nda.. " balas Windi. Wanda tersenyum, " Jadi, sekarang ini kembaranku yang kamu jadiin TTM baru? " tanyanya dengan nada yang sangat tidak mengenakkan. " Eng-engga.. " jawabku singkat. " Aku udah pacaran sama Windi, aku ga akan pernah lagi sia-siain perempuan yang aku sayang Nda.. " tambahku. Ekspresi Wanda mendadak berubah mendung, matanya berkaca-kaca. " Maafin aku Mbeng, maafin aku, hikk, hikkk.. " dia menghambur kearahku dengan cepat, memelukku erat-erat, membuat Windi terpaksa cemberut, cemburu. " E-eh, i-iya Nda, udah, udah gapapa.. " " Maafin Wanda.. " " Wanda ga bisa terus jaga perasaan Wanda buat kamu Mbeeeng.. " dia makin terisak. Sejurus kemudian Wanda menciumku. Aku bisa melihatnya, pipi halus itu basah oleh air matanya. Tatapannya sayu, menatapku penuh arti. Wanda memejam, dia terus menciumiku. " Ijinin Wanda ngelakuin ini buat yang terakhir kalinya Mbeng.. " Wanda berbisik kepadaku, dia melepas kacamatanya, meletakkan disisi ranjang yang agak jauh dari kami bertiga. " Setelah hari ini, aku ga akan pernah lagi ada dikehidupan kamu, anggap kita ga pernah kenal sebelumnya.. " " Aku melanjutkannya dengan Dimas, kamu dengan Windi.. " Aku langsung menoleh kearah Windi, berharap dia tidak memasang raut wajah kesalnya, karena aku tau, aku sangat tau bahwa Windi sangat amat mudah terbakar cemburu. Diluar dugaan, Windi malah tersenyum melihat apa yang dilakukan saudara kembarnya itu padaku. Dia mengangguk, memberi isyarat untukku, dia telah mengijinkanku untuk melakukannya. Dengan Wanda? Saudara kembarnya sendiri? Kepalaku mengangguk perlahan, Wanda tersenyum. Dia kembali menciumiku, sementara tangannya mulai melepas jaket yang menutup tubuhnya. Melapas kaos yang dikenakannya. Kini tinggal tersisa bra warna putih sebagai penutup tubuh bagian atasnya. Beha diskonan yang dulu aku belikan untuknya. Aku memeluknya erat, ini adalah momen perpisahanku dengannya. Kenangan-kenangan itu kini berjalan dalam kepalaku. Kenangan indahku bersama Wanda. Perih, entah mengapa aku merasakan perih dalam hati ini, rasa yang lumayan menyiksa. Kami terus berciuman, Windi asik memandangi kami sambil menenggak sekaleng Pocari Sweet yang tadi aku belikan untuknya bersamaan dengan mie instant pesanannya. " Mmmmhhh.. " Wanda melenguh, aku mulai menjamah kedua bongkah payudaranya yang masih terbungkus rapat. Meremas-remas kecil, membuatnya menggeliat geli karenanya. Wanda menggerakkan tangannya kebelakang, membuka pengait bra hingga kini bagian tubuh seksi itu terekspos sepenuhnya. Aku mencoba membandingkannya dengan milik Windi. Memang benar, tubuh Windi lebih sintal dibanding Wanda. Bams Junior kian menegak, tangan Wanda kini mengocoknya perlahan. Windi meletakkan kaleng minumannya, dia menghampiri kami. Mungkin dia mulai merasa bosan hanya menjadi penonton adegan panas kami berdua, dia pasti tidak ingin kalah dengan Wanda. Wanda mendorongku, membuatku berada dalam posisi terlentang. Dia melepas alas kakinya, kemudian memajukan tubuhnya, menempatkan diri tepat diatas kepalaku. Sementara Windi yang telah bertelanjang bulat menindih tubuh bagian bawahku, dia menggesek-gesekkan vaginanya dengan Bams Junior. " Emmhh.. " Tanganku mulai berani menjelajah celana jeans pendek yang dikenakan Wanda. Melepas kancing dan menurunkan risletingnya. Wanda langsung menanggalkannya bersama dengan celana dalamnya. Sekali lagi, itu adalah celana dalam yang aku belikan untuknya saat Surabaya sedang dihujani oleh berbagai diskonan produk-produk underwear. Vagina Wanda terpampang jelas tepat didepan mataku, dia menurunkan pinggulnya, membuat vagina itu semakin dekat dengan bibirku. Aku bisa menciumnya, aroma khas vagina Wanda. Aroma yang berbeda dengan milik Windi. Dengan rakus aku langsung menjilatinya, kedua tanganku masih asik memberikan remasan-remasan pada payudara Wanda. " Uuuummhhh... " aku mendesah spontan setelah ada rasa hangat dan becek menyergap Bams Junior, memberi rasa yang sangat nikmat disana. Windi mulai memasukkan Bams Junior kedalam vaginanya. Aku bisa melihatnya, kedua saudara kembar ini benar-benar mengagumkan. Seandainya, seandainya aku bisa terus seperti ini dengan mereka, alangkah indahnya dunia. Wanda tersenyum, tangis itu telah hilang. Windi memeluknya dari belakang sambil masih menggoyangkan pinggulnya naik turun. Dia menciumi leher jenjang saudari kembarnya, sesekali menjilatinya. " Windi!!! " pekik Wanda, kaget mendapat perlakuan seperti itu darinya. " Hihihi, sekali-kali nyobain rasanya jadi lesbi Nda.. " Pacarku itu mulai melambatkan tempo gerakan vaginanya. Pelan-pelan, perlahan dia membuat Bams Junior tenggelam disana. Begitu sempit, celah vaginanya sangat sempit. Dia menyibakkan tanganku yang sejak tadi meremas payudara Wanda. " Gantian yaaa.. " Kini berganti tangan halus miliknya menempati posisi itu. Windi meremasnya dengan telaten, pelan-pelan. Dia seakan-akan paham benar bagaimana cara memperlakukan payudara seorang wanita dengan baik dan masksimal. Lidahku bermain didalam vagina Wanda. Menjilati clitoris mungil miliknya, sementara kedua tanganku yang kehilangan payudara Wanda berpindah meremasi bokongnya. " Ahhhh... " Wanda dan Windi saling berciuman bibir. Mereka tampak sedikit canggung, sepertinya ini memang yang pertama kalinya bagi mereka. Namun aku bisa merasakannya, aku bisa merasakan bahwa keduanya saling menikmati momen-momen ini. Vagina si kembar kian basah, makin basah. Aku harus menikmatinya, setiap detiknya. Saat-saat ini, momen yang mungkin hanya terjadi sekali dalam hidup mereka. Juga sekali dalam hidupku. = = = = = Satu jam kemudian.. " Huaaa... Capeeekkk.. " aku melempar tubuhku kesamping, menarik nafas dalam-dalam, mengaturnya perlahan. " Hihihi, hebat kamu sayaaang bisa bikin puas dua orang sekaligus.. " ujar Windi, dia mengambil tissue untuk membersihkan vaginanya yang kuyup akibat spermaku, " Iya kan Nda? " " I-iya.. " jawab Wanda malu-malu, dia bangkit dari posisi tidurnya, memunguti semua pakaiannya yang telah tertanggal, mengenakannya kembali. Aku tidak menyangka hari ini bisa mendapatkan Windi sepaket dengan Wanda. Benar-benar sensasi yang lain saat bisa bercinta dengan saudara kembar seperti ini. Threesome kami yang pertama, sekaligus juga menjadi yang terakhir. Hubunganku dengan Windi akan tetap berjalan sebagai sepasang kekasih, pasti hari-hariku berikutnya akan lebih sering berhias dengan bermacam aktifitas seksual dengannya. Tapi tidak dengan Wanda. Wanda telah menjadi kekasih resmi Dimas. Dia akan menjalani hidupnya yang baru, setelah ini dia akan benar-benar menghilang dari hidupku, berlaku juga untukku dalam hidupnya. " Selamat tinggal Mbeeeng.. " ujar Wanda, dia tersenyum dengan sangat manis, senyum perpisahan. " Jagain Windi baik-baik ya.. " tambahnya sambil melambaikan tangan pada kami berdua yang masih berbaring lemas diatas ranjang, " Aku harap hubungan kalian bisa selalu abadi, selamanya, hihihi... " Wanda meninggalkan kami. Sebelumnya, dia telah meninggalkan sebuah kunci yang dulu pernah aku berikan padanya. Kunci kamar ini, kunci yang membuatnya selalu bisa masuk kesini seenak jidat. Kini kunci itu beralih menjadi milik Windi. Tinggal kami berdua didalam kamar, aku dan Windi. Dia merebahkan tubuhnya dengan menggunakan perutku sebagai bantal, tangan kirinya masih saja sibuk bermain-main dengan Bams Junior. Mempermainkan seakan-akan tititku itu adalah boneka kesayangannya. " Terapinya sukses nih.. Bams Junior udah sembuh ya.. " puji Windi, dia mengusap kepala tititku. " Hihihi iya.. Sesuatu gitu.. " jawabku cengengesan. Ada keyakinan dalam diriku yang mengatakan bahwa segala kesialan yang menimpaku akhir-akhir ini mulai berlalu. Aku mendapatkan Windi, perempuan yang sangat baik padaku. Kecelakaan setelah diperkosa Chusnul Amiruddin lah yang membimbingku untuk bisa bertemu dengannya. " Bener kata mama, dibalik musibah selalu ada hikmah.. " Oya, kecelakaan itu. Bukankah Windi praktek disana, dirumah sakit itu, seharusnya dia bisa memberitahuku tentangnya, tentang penabrakku. Dia pasti bisa membantuku. Aku ingin mengembalikan sisa uang yang pernah diberikan oleh sang penabrakku itu. " Eh, sayang.. Penabrakku, kamu tau ga siapa orang yang nabrakin aku? " tanyaku pelan. " Ah, iya, tau kok Mbeeeng sayang.. " ujar Windi, " Kenapa hayooo, ga boleh dendam Mbeeeng, toh dia udah kasih biaya pengobatan yang segede itu kan.. " " Lagian kamu itu ketabraknya pelan banget kok, katanya para saksi.. Mbak cantik itu ditemenin sama beberapa warga sekitar waktu bawa kamu kerumah sakit, hehehe.. " papar Windi, " Reaksi kamunya aja Mbeeeng yang lebay, ketabrak bukan direm malah ngegas lagi kenceng banget, akhirnya jadi guling-guling dijalanan ampe beberapa meter deh.. Huuu.. " Dafuq, ternyata.. " Justru itu, sisa duitnya mau aku balikin.. " jelasku dengan memasang wajah super innocent, salah satu topeng yang biasa aku kenakan saat sedang meminta uang jajan semasa kecil dulu. " Ihhh sayangku ini baik bangeeett deh masih mau ngebalikin sisanya.. " Windi mencubit gemas Bams Junior, " Tapi gimana ya, dia minta pihak rumah sakit buat ngerahasiain segala identitasnya lho Mbeeeng... " " Yaaah pihak rumah sakit ga usah tau kalo aku dapet datanya dia.. Kamu bisa bantuin kan sayaaang? " aku mentowel puting susunya. " Iya, iyaaa, nanti aku bantuin.. " " Oya Ndi, emang nama dia siapa sih? Perempuan kan kata kamu.. " " Iya perempuan.. Namanya aneh, mirip nama cowo, padahal dia itu cantik banget Mbeng, pantes aja banyak warga yang anterin dia kerumah sakit.. " " Siapa? Siapa namanya emang? Bambang? " tanyaku penasaran. " Hihihihi, bukan.. " Windi memandangi langit-langit, coba mengingatnya. " Umm... " " Kalo engga salah, nama dia itu.. " " Chusnul.. " " Ah iya, Chusnul.. " " Chusnul Alissia.. " = = = = = Udah pernah ngeliat film laga laris punya Indonesia? Film super keren yang dibintangi oleh Iko Uwais dan Joe Taslim itu lho. Kalo udah pernah liat, berarti masih inget jelas pose Iko Uwais dalam poster-poster film itu kan? Poster yang nampilin pose dia lagi berdiri tegap memandangi apartemen (atau rumah susun ya) yang berisi kriminal-kriminal buas calon musuhnya. Saat ini aku berdiri dengan pose sok keren seperti itu, meski tetap ada beberapa perbedaan mencolok yang membuatku sama sekali engga mirip dengan sosok Iko Uwais dalam poster film The Raid yang beken itu. Pertama, jelas postur tubuh. Postur tubuh kering kerontang tanpa otot dan dagingku ini jelas bukan apa-apa jika dibanding postur tubuh milik Iko Uwais yang terbiasa dengan latihan-latihan beladiri. Meski tinggi badan kami mungkin hampir serupa. Kedua, pakaian. Iko Uwais mengenakan seragam tim khusus polisi ala SWAT, sedangkan aku hanya mengenakan pakaian seadanya. Kaos putih dengan gambar vector wajah empat personil The Beatles, dipadu celana jeans belel tiga perempat. Masih banyak perbedaan lain yang bisa kalian temui, kecuali dari segi tampang. Ehm, ehm, jujur, aku ini jauh lebih ganteng dibandingkan dengan Iko Uwais. Ciyus. Red Sapphire Apartment. Salah satu yang terbaik di Surabaya, dan apartemen ini berada tidak jauh dari kampus serta tempat kosku. Sedikit lagi, ya, sedikit lagi aku bisa menemuinya. Chusnul Alissia, Chusnul yang asli. Sesuai dengan informasi dari Windi yang didapatnya dari mencuri data rumah sakit, disinilah tempat tinggal Chusu. Dialah yang menabrakku, dialah yang membawaku kerumah sakit, dialah yang memberi biaya pengobatan fantastis untukku. Chusnul Alissia. Jelas itu pasti dia. Nama itu bukanlah nama yang banyak beredar dipasaran luas. Aku yakin, sangat yakin. Berarti selama ini dia begitu dekat denganku. Kenapa dia tidak menemuiku setelah menabrakku? Banyak pertanyaan yang ingin aku ajukan padanya. Aku juga harus bercerita tentang hubunganku dengan Windi. Termasuk janji menikah dengannya yang dulu sempat terucap dari mulut Bambang kecil yang masih sangat lugu. Aku menarik nafas panjang, bersiap untuk melangkahkan kaki menuju kedalam apartemen super mewah itu. Dan.. Happp... Sepasang tangan halus menahan pundakku, menahan lajuku. Erat, dia mencengkeram erat. Aroma harum menyeruak, wangi ini, wangi parfum yang sangat aku kenal. " Mas.. " ujar sosok itu lembut. Siapa? Siapa dia? Bersambung...
Posted on: Sun, 25 Aug 2013 05:00:03 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015