Fakta anime ALASAN KENAPA ANIME JARANG TAYANG DI TV - TopicsExpress



          

Fakta anime ALASAN KENAPA ANIME JARANG TAYANG DI TV INDONESIA like dulu ya (y) Banyak dari kalian mungkin ada yang bingung kenapa skrg ini jarang bgt anime yg tayang di tv. beda bgt sama jaman dulu sekitar 10 tahun yg lalu yg namanya anime itu banyak bgt n jadi tontotan wajib setiap hari, terutama hari minggu dari pagi sampe siang tuh penuh bgt sama anime.. tapi coba kita bandingkan sama jaman skrg, sedikit bgt anime yg tayang dan anak2 lebih sering nonton FTV/Sinetron yg tentua kurang bagus untuk perkembangan otak kanan .. setelah search ke berbagai media, gua akhira nemu beberapa alasan kenapa anime jarang tayang di tv.. Douzo ! 1. Sedikit anime yang lulus sensor Kayanya yang jadi halangan TV tersebut menayangkan adalah masalah hak siar di Indonesia yang katanya “susah”. Anime One Piece yang terakhir kali di siarkan di GlobalTV katanya tidak diteruskan karena masalah hak siar dari badan sensor Indonesia. Menurut info yang saya dapat alasannya adalah karena dalam Anime tersebut banyak adegan kekerasan dan gambar yang tidak cocok untuk anak-anak. Mari gua tanggapi, sejujurnya anime tersebut ditujukan bukan untuk anak-anak, tetapi untuk remaja 15 tahun keatas. Hanya masalah cara pandang orang Indonesia aja yang salah. Kebanyakan orang menganggap bahwa semua yang berbau animasi adalah tayangan “anak”. Padahal kita tahu ada yang namanya “Hentai” yang khusus dibuat untuk dewasa, bayangkan jika “Hentai” yang isinya adalah Animasi Dewasa di tayangkan untuk anak. Dari sekian banyak anime yang di produksi di jepang, hanya tersisa sedikit yang lulus sensor di Indonesia. Kebanyakan anime yang tayang di Indonesia adalah anime ber-Genre Petualangan, kehidupan sehari-hari dan anime untuk usia anak2. Akan sangat sulit ditemui bahkan hampir tidak ada anime untuk remaja ke atas dan dewasa yang tayang di Indonesia. Itulah sebabnya kenapa lu ga bisa nemuin anime yang berbumbu ecchi (nakal), adegan kekerasan serta kata2 kasar disini. 2. Biaya lisensi anime yang mahal Produksi anime sendiri tidak murah. Menurut thread yang gua baca di Japanesia, sebuah episode anime berdurasi 30 menit pada tahun 2010 menghabiskan biaya 11.000.000 yen ($145,214/ sekitar Rp. 1,2 Milyar). Itu cuma satu episode loooh,, kalau 1 season (13 episode) tinggal kalikan saja 1,2 Milyar dengan 13 = sekitar Rp. 15,6 Milyar. Salah satu alasan kenapa mahal adalah karna anime dibuat dari gambar tradisional/ tangan/ manual (Original work) yang kemudian di animasikan. Dari situ bisa disimpulkan berapa kalo biaya lisensi atau ijin tayangnya juga mahal. Tidak langsung saja menayangkan, namun harus beli ijinnya terlebih dahulu. Oleh karna itu mereka pihak TV hanya membeli lisensi anime yang terkenal, lulus sensor dan sekiranya laku atau banyak digemari di Indonesia. Seperti misalnya Dragonball, Doraemon, Naruto dan anime yang lisensi nya terjangkau. Misal anime lawas atau anime yang udah ketinggalan jaman yang harganya sudah turun di pasaran. Ya, mereka cuma menayangkan anime yang terkenal dan yang lisensinya murah untuk memastikan mereka juga dapat keuntungan. 3. Bergantinya tren dari Otaku (Japanese geek) menjadi K-Pop (Korean wave) Dulu, hal yang berbau jejepangan itu dianggap keren oleh remaja Indonesia. Mudah menemukan penggemar hal yang berbau jepang mulai dari yang menggeluti hobi game, anime, manga, cosplay dan lain sebagainya. Sedangkan sekarang, mereka cuma eksis dalam satu komunitas dan event tertentu saja. Saat ini lebih banyak menemukan mereka yang menggemari hal berbau Korea -__- 4. Perusahaan Televisi adalah profit oriented Tujuan utama mereka adalah mencari keuntungan. Tentunya mereka cuma menayangkan acara yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka bisa melihat pasar di Indonesia yang strategis untuk tayangan drama Korea, acara gossip, dan lainnya yang sekiranya menguntungkan mereka. Mereka melihat hal berbau jepang seperti anime sudah mulai reda dan sedikit peminatnya. LIKE AND SHARE YO (y) #pain_tendou
Posted on: Tue, 15 Oct 2013 04:06:57 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015