Gambut 30 Jul 2013 No Comments Buah Nanas Cocok di Lahan - TopicsExpress



          

Gambut 30 Jul 2013 No Comments Buah Nanas Cocok di Lahan Gambut Asal-usul Tanaman nanas berasal dari Amerika tropis, yakni Brasil, Argentina, dan Peru. Pada saat ini, nanas telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di sekitar khatulistiwa antara 300 LU dan 300 LS. Di indonesia, tanaman nanas sangat populer dan banyak di tanam di tegalan dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Daerah penghasil nanas yang terkenal di antaranya Subang, Bogor, Riau, Palembang dan Blitar. Sifat Botani Tanaman nanas merupakan rumput yang batangnya pendek sekali. Nanas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun (bertunas anakan). a. Daun dan cabang Daunnya panjang sekali, berurat sejajar, dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke atas (ke arah ujung daun). Pada beberapa varietas nanas, durinya mulai lenyap, tetapi duri pada ujung daunnya sering masih terlihat. Daun muncul dan terkumpul pada pangkal batang. Pada batang tumbuh tangkai bunga dan sering pula tumbuh tunas. Tunas pada batang isebut sucker, sedangkan tunas pada tangkai buah disebut slips. b. Bunga Tanaman nanas berbunga pada ujung batang dan hanya sekali berbunga yang arahnya tegak ke atas. Sebenarnya bunga nanas bersifat majemuk dan terdiri dari lebih 200 kuntum bunga yang tidak bertangkai. Letak bunga duduk tegak lurus pada tangkai buah utama, kemudian mengembang menjadi buah majemuk yang enak dimakan. Daun kelopak dari setiap kuntum bunga, yang dikenal sebagai mata, masih jelas meninggalkan bekas pada buah tersebut. Bunganya adalah bunga sempurna yang mempunyai tiga kelopak (sepalum), tiga mahkota (petalum), enam benang sari, dan sebuah putik dengan stigma bercabang tiga. Tanaman nanas menyerbuk silang dengan perantaraan burung kicau/penyanyi (burung prenjak) dan lebah. Tanaman nanas sebenarnya tidak bersifat musiman, tetapi dapat berbunga setiap saat. Namun, ada kecenderungan suhu yang dingin, terutama suhu malam dengan sinar matahari rendah, dapat memacu pembungaan tanaman nanas. c. Buah Buah nanas merupakan buah majemuk yang disebut sinkarpik atau coenocarpium. Di atas buah tumbuh daun-daun pendek yang tersusun seperti pilin yang disebut mahkota (crown). d. Akar Tanaman hanya berakar serabut dan mengandung cukup banyak air. Akar nanas dangkal dan tersebar luas. Kegunaan Nanas matang enak dimakan segar dan rasanya manis, tetapi ada pula yang rasanya manis asam. Buah matang terasa gatal di tenggorokan karena kandungan asam oksalat yang tinngi. Buah matang dapat pula dibuat minuman (jus) atau kalengan (canning). Daunnya dapat diolah menjadi serat (benang) yang bagus sebagai bahan pakaian. Di dalam buah terdapat zat bromelin yang bersifat sebagai pemecah protein (pelunak daging), tetapi daya proteolitiknya lebih rendah daripada papain. Daunnya mempunyai serat panjang, tetapi belum dimanfaatkan sebagai bahan pakaian. Agroekonomi Tanaman nanas menghendaki dataran rendah hingga dataran tinggi 1.200 m dpl. Tanaman ini tidak tahan terhadap salju, tetapi tahan sekali terhadap kekeringan. Namun, tanaman lebih senang terhadap tanah subur, daerah beriklim basah dengan curah hujan 1000-2500 mm per tahun. Tanamn tahan terhadap tanah asam yang mempunyai pH 3-5, tetapi paling baik adalah pH tanah natara 5-6,5. Oleh karena itu, tanaman nanas bagus pula dikembangkan di lahan gambut. Tanaman nanas dapat tumbuh di tempat terbuka, tetapi dapat pula tumbuh subur di tempat ternaungi pohon besar. Namun, di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari terik, buahnya sering hangus. Di daerah beriklimkering (4-6 bulan kering), tanaman masih mampu berbuah, asalkan kedalaman air tanh antara 50-150cm. Hal ini disebabkan akarnya dangkal, tetapi tanaman mampu menyimpan air. Perbanyakan Tanaman Sampai sekarang tanaman nanas diperbanyak dengan anakan yang keluar dari pangkal batang. Namun, adakalanya diperbanyak pula dengan sucker tau slips dan mahkotanya. Batang dan mahkota bunga dapat dipotong dan dibelah untuk dijadikan bibit. Antara anakan (raton), tunas batang (sucker) dan mahkota (crown) terdapat perbedaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksinya. Makin ke bagian atas tanaman, umurnya makin panjang dan produksinya rendah. Namun, umur tanaman berbunga tidak menjadi persoalan karena pembungaan tanaman nanas dapat diatur dengan memberikan zat tumbuh, di antara karbid dan ethrel 40 PGR. Anakan atau mahkota bunga yang baru dipotong (dipisahkan) dapat ditanam langsung, tanpa disemaikan dulu. Namun, sebaiknya dibiarkan dulu selama beberapa hari sebelum ditanam. Hal ini dimaksudkan agar lukanya tertutup halus lebih dulu sehingga cepat berakar. Varietas unggul Varietas unggul yang telah dilepas belum ada, tetapi banyak varietas unggul yang telah berkembang. Pada saat ini, ada dua varietas nanas yang berkembang di Indonesia, yakni nanas queen dan nanas smoth cayenne atau cayenne lisse. Nanas queen daunnya berduri, yaitu nanas bogor dan nanas palembang. Sementara nanas smoth cayenne atau ceyenne lise daunnya tidak berduri seperti nanas lembang, nanas singapore, dan nanas ruby. Nanas queen umumnya hanya ditanam di dataran rendah, sedangkan nanas cayenee ditanam luas di dataran tinggi. Nanas queen (nanas bogor) biasanya untuk konsumsi segar karena rasanya manis. Nanas cayenne dapat dikonsumsi segar dan untuk bahan olahan serta dikalengkan atau dibuat jus karena rasanya asam manis. Di antara nanas cayenne ada yang disebut nanas madu, tetapi nanas ini diduga karena perubahan somatik. Budi Daya tanaman Nanas ditanam dengan sistem dua-dua baris. Tiap baris pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak antarbaris 150 cm. Namun, nanas dapat pula ditanam pada jarak 30 – 40 cm. Semakin rapat jarak tanamnya, buah yang dihasilkan semakin kecil. Untuk kebutuhan industri pengalengan (canning) biasanya diperlukan buah berukuran kecil (jarak tanam 30 cm x 40 cm) silindris. Sumber : artiirhamna/2008/07/buah-nanas.html by Petani Kelapa Sawit in Gambut, Lain-lain, Tanah Tags: Lain-lain 27 Jul 2013 No Comments MENGENAL LAHAN GAMBUT Keberagaman jenis tanah telah melahirkan keberagaman pengelolaan lahannya. Salah satu jenis tanah yang memiliki pengelolaan yang unik adalah tanah gambut. Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi (>30%). Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam dalam bahasa inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar. Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 milyar terajoule. Lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang daripada 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan2 organik seperti dedaunan, ranting serta semak belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan anaerob. Berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe : Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 – 1.0 m Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 – 2.0 m Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 – 3.0 m Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0 m Selanjutnya berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami tingkat dekomposisi lanjut. Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah pula. Pendapat lain tentang Gambut adalah merupakan tanah yang terbentuk dari bahan organik pada fisiografi cekungan atau rawa, akumulasi bahan organik pada kondisi jenuh air, anaerob, menyebabkan proses perombakan bahan organik berjalan sangat lambat, sehingga terjadi akumulasi bahan organik yang membentuk tanah gambut. Di Kalimantan Proses pembentukan gambut terjadi baik pada daerah pantai maupun di daerah pedalaman dengan fisiografi yang memungkinkan terbentuknya gambut, oleh sebab itu kesuburan gambut sangat bervariasi, gambut pantai yang tipis umumnya cukup subur, sedang gambut pedalaman seperti di Bereng Bengkel Kalimantan Tengah kurang subur (Tim Fakultas Pertanian IPB, 1986; Harjowigeno, 1996; dan Noor, 2001) Pada daerah Kalimantan Barat penyebaran gambut umumnya di daerah rawa pantai, seperti pada pantai Kab. Ketapang, Kab. Pontianak, Kodya Pontianak sampai ke utara Kab Sambas. Pemanfaatan gambut yang cukup intensif dilakukan penduduk di kab Pontianak, yaitu daerah Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Ambawang dan disekitar kota Pontianak. Pada daerah yang padat peduduknya seperti disekitar kota Pontianak, lahan gambut dimanfaatkan untuk pertanian hortikultura, sayur-sayuran dan lidah buaya. Pada daerah Kakap dan Rasau Jaya petani menggunakan tanah gambut untuk tanaman padi, palawija dan kebun kelapa. Kebun Kelapa sawit di usahakan di Sungai Ambawang Kab Pontianak Dalam memanfaatkan gambut untuk tanaman hortikultura petani sekitar kota Pontianak memanfaatkan input usaha tani yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan kesuburan tanah gambut mereka menggunakan abu bakar berasal dari abu kayu (abu sawmill), abu sampah kebun, kapur, pupuk kandang asal peternakan ayam dan pupuk kimia. Berkurangnya jumlah saw mill karena langkanya bahan baku kayu menyebabkan abu sawmill menjadi langka, untuk mengganti abu sawmill masyarakat memperbanyak pembakaran sampah organik dari lahan pertanian mereka. Peningkatan harga BBM menyebabkan meningkatnya harga pupuk kimia, hal ini menyebabkan semakin mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan petani dalam budidaya pertanian dilahan gambut. Tanaman palawija akan berproduksi jika gambut diberi masukan abu bakar, pukan ayam dan pupuk kimia. Pembuatan abu dilakukan petani bersamaan dengan musim kemarau, yaitu dengan cara membakar gambut pada waktu membersihkan lahan dari gulma dan semak belukar. Mahalnya harga pupuk menyebabkan ketergantungan petani pada abu bakar dari gambut semakin tinggi. Pembakaran gambut dalam kegiatan pembukaan lahan dan pengadaan abu bakar menyebabkan polusi asap terjadi pada setiap musim kemarau. Keberadaan gangguan asap pada setiap musim kemarau akan menyebabkan kerugian pada masyarakat berupa gangguan kesehatan, aktifitas transportasi, pendidikan, perdagangan dan lain lain. Bahkan penyebaran asap sampai kenegeri tetangga. Pembakaran gambut dapat pula meningkatkan efek rumah kaca dan pemanasan global yang saat ini menjadi perhatian dunia. Secara teoritis permasalahan pertanian lahan gambut sesungguhnya disebabkan oleh drainase yang jelek, kemasaman gambut tinggi, tingkat kesuburan dan kerapatan lindak gambut yang rendah. Kemasaman gambut yang tinggi dan ketersediaan hara serta kejenuhan basa (KB)yang rendah menyebabkan produksi pertanian di lahan gambut sangat rendah. Pemanfatan kapur pertanian, dolomit, untuk memperbaiki kemasaman tanah dan KB memerlukan input dolomit yang tinggi dan mahal. Abu bakar dapat memperbaiki kesuburan tanah namun pembakaran harus dilakukan secara terkendali. Beberapa tehnologi pertanian baik yang bersumber dari kearifan lokal oleh petani maupun hasil-hasil penelitian oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian perlu dikaji kembali untuk mewujudkan pertanian lahan gambut yang berkelanjutan.Pertanian gambut diharapkan dapat memberikan hasil yang memberi penghidupan bagi petani namun tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan kerugian bagi masyarakat luas. Posted by GOZOMORA Sumber : goalterzoko.blogspot/2010/08/mengenal-lahan-gambut.html by Petani Kelapa Sawit in Gambut, Tanah Tags: Gambut 10 Mar 2013 No Comments Kenapa Sawit, Menyasar Ke Lahan Gambut? Sawit-centre, Bogor-Mengapa tanaman sawit senang menyasar ke lahan gambut? Pertanyaan inilah yang selalu muncul dalam seminar bahkan menjadi perdebatan. Prof. Supiandi Sabiham, Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor mengakui memang banyak NGO yang mengklaim bahwa sawit sebagai penyebab rusaknya lingkungan. Karena emisi C dari proses dekomposisi bahan gambut yang dianggap cukup tinggi sedangan tanaman sawit itu senriri menyerap banyak kandungan air. Namun disisi lain, masyarakat telah mengakui dengan membukanya lahan sawit berarti telah memberikan dampak sosial dari kebanyakan masyarakat kurang mampu menjadi berkecukupan. “Sawit juga terbukti telah memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan nasional yang signifikan,” kata Prof. Supiandi Sabiham, Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Lebih dari itu, Supiandi menerangkan, jadi sebenarnya, bahan gambut tidak sepenuhnya sebagai sumber utama emisi C dari hasil proses dekomposisi bahan organik. Sebagian emisi C dari lahan gambut adalah berupa kontribusi perakaran tanaman, yang besarannya terhadap fluks CO2 total adalah berkisar antara 55 – 65%. Jadi gas CO2 yang dihasilkan dari proses respirasi perakaran bersifat alamiah, dan hampir seluruhnya diserap kembali oleh tanaman utama (sawit) untuk pertumbuhannya. Bahakan sebenarnya sawit mempunyai kisaran adaptasi yang cukup lebar. Tanaman tersebut dapat tumbuh pada kondisi tanah jenuh air hingga kandungan air tanahnya yang relatif rendah. Karena lahan gambut berkembang pada daerah rawa maka kondisi tanah jenuh air merupakan suatu yang baik dan layak bagi tanaman yang rakus air, di samping dapat menekan emisi C ke atmosfer. “Jadi, selama penataan air dan pengelolan gambut dilakukan sebaik mungkin, maka lahan gambut dapat menjadi pilihan dan bukan karena keterpaksaan yang sering disampaikan sebagian masyarakat untuk pengembangan sawit di Indonesia,” ungkap Supiandi. Sekedar informasi, dari hasil kajian di Florida, Amerika menyimpulkan bahwa lahan gambut dengan membuat saluran drainase yang ukurannya sesuai, kemudian tanah dipupuk dengan unsur hara makro dan mikro secara tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Untuk itu maka lahan gambut menjadi bermanfaat untuk usaha pertanian, termasuk untuk tanaman perkebunan. Yuwono Ibnu Nugroho sumber : sawit-centre/index.php?option=com_content&view=article&id=245:kenapa-sawit-menyasar-ke-lahan-gambut-&catid=3:budidaya&Itemid=41 by Petani Kelapa Sawit in Beranda, Gambut, Tanah Tags: Gambut 17 Feb 2013 No Comments Lahan Gambut Potensial Jadi Kebun Kelapa Sawit JAKARTA–MICOM: Peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Winarna mengungkapkan lahan gambut memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan bagi pengembangan kelapa sawit. Dari hasil penelitian diketahui potensi kelapa sawit padai berbagai tipe gambut cukup tinggi antara 12-27 ton ton Tandan Buah Segar (TBS) per hektare pertahun, katanya, di Jakarta, Kamis (15/3). Sedangkan rata-rata rendemen minyak sawit berkisar antara 21-23 persen atau 2 persen lebih rendah dibandingkan tanah mineral. “Tanaman kelapa sawit juga toleran terhadap sifat-sifat gambut,” katanya dalam seminar “Lahan Gambut: Maslahat atau Mudharat?” yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan). Dikatakannya, saat ini sekitar 20 juta hektar lahan gambut tersebar di Indonesia terutama di Sumatra dan Kalimantan. Dari luasan tersebut, lanjutnya, baru sekitar 700-800 ribu ha yang dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit dari total luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 7,8 juta ha. Winarna mengakui, pemanfaatan lahan gambut untuk kelapa sawit memiliki berbagai kendala terkait sifat-sifat gambut yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. “Oleh karena itu diperlukan penerapan ‘best management practices’ untuk pengembangan kelapa sawit di gambut yang berkelanjutan,” katanya. Menurut dia, tata air yang efektif merupakan kunci memperoleh produktivitas kelapa sawit yang tinggi pada lahan gambut. Selain itu, lanjutnya, harus didukung infrastruktur jalan dan jembatan, pemupukan serta kultur teknis standar. Guru Besar Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultan Pertanian IPB, Prof Dr Supiandi Sabiham menyatakan, optimalisasi pengembangan kebun dan industri minyak sawit pada lahan gambut telah memberikan kesempatan kerja sebanyak satu orang per empat hektare. Dengan demikian, lanjutnya, dari 1,2 juta hektare perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 300 ribu orang, belum termasuk untuk lapangan pekerjaan penunjangnya. “Selain itu pengembangan pertanian di lahan gambut telah memberikan sumber pendapatan yang cukup signifikan khususnya dari sayuran dan buah-buahan serta tanaman perkebunan terutama kelapa sawit,” katanya. Dikatakannya, dari luasan lahan gambut sekitar 15 juta hektare sektiar 9 juta hektare sesuai syarat untuk usaha pertanian. Namun demikian, lanjutnya, yang sudah dibuka dan dikembangkan baru sekitar 0,5 juta hektare untuk tanaman pangan yang dikelola petani transmigran serta 1,2 juta hektare untuk perkebunan khususnya kelapa sawit. (Ant/OL-2) Sumber : mediaindonesia/webtorial/tanahair/?bar_id=MzA1Nzc2 by Petani Kelapa Sawit in Gambut, Tanah Tags: Berita Kelapa Sawit, Gambut 17 Feb 2013 No Comments Potensi Pengembangan Bawang Merah di Lahan Gambut Kalimantan Barat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat telah mengkaji peluang pengembangan bawang merah di lahan gambut. Dari enam varietas yang dikaji, dua varietas, Moujung dan Sumenep, berpeluang dikembangkan di lahan gambut Kalimantan Barat. Selain produktivitasnya tinggi, kedua varietas tersebut tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh Alternaria porii. Kalimantan Barat dengan luas wilayah sekitar 14,68 juta ha umumnya memiliki ekosistem lahan kering (dataran rendah dan sedang) dan lahan basah (rawa lebak, pasang surut, dan gambut). Salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang memiliki lahan gambut adalah Kuburaya. Petani di daerah ini umumnya mengusahakan tanaman sayuran, seperti kacang panjang, cabai, tomat, dan terung serta tanaman buah semusim melon dan semangka. Bawang merah belum banyak dikembangkan di Kalimantan Barat sehingga untuk mencukupi kebutuhan perlu endatangkannya dari Pulau Jawa. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi dan dapat dikembangkan di wilayah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman bawang merah tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, mendapat sinar matahari 70% dengan suhu udara 25°-32°C. Berdasarkan persyaratan tumbuh tersebut, pada tahun 2010 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat melakukan pengkajian pengembangan bawang merah di beberapa wilayah di Kalimantan Barat, antara lain di Kabupaten Kuburaya. Lahan yang digunakan untuk pengkajian telah digunakan petani untuk menanam kacang panjang dan terung. Sebelumnya, lahan tersebut merupakan lahan tidur. Baru pada tahun 2008/2009 lahan dikelola oleh petani setempat untuk menanam sayuran. Petani mengolah tanah dengan cara mengiris gambut lalu gambut dibakar dan tanah diratakan. Gambut diiris dengan alat semacam cangkul yang tajam di bagian sampingnya. Tanah kemudian diberi kapur atau dolomit untuk menetralkan keasaman (pH). Pada pengkajian ini, lahan yang telah rata diolah, lalu diberi pupuk kotoran ayam dan pupuk organik Petroganik 10 t/ha. Gulma dibersihkan dengan cara disemprot herbisida. Kapur diberikan dengan takaran 120 kg/900 m2. Tanah lalu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran 1 m x 12 m. Setelah bedengan siap, umbi bawang merah berukuran 5-10 g ditanam dengan jarak 20 cm x 20 cm. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama penyakit. Pupuk yang diberikan yaitu urea 300 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, KCl 300 kg/ha, dan NPK 100 kg/ha. Setengah dosis pupuk urea, SP-36, dan KCl diberikan pada umur 15 hari setelah tanam dan setengah dosis sisanya pada umur 30 hari. Pupuk NPK diberikan tiga kali, yaitu masing-masing sepertiga bagian pada umur 15 hari, 30 hari, dan 45 hari setelah tanam. Pengkajian ini menggunakan enam varietas bawang merah, dengan tujuan untuk mengetahui varietas yang cocok dikembangkan di Kalimantan Barat. Keenam varietas tersebut adalah Bauji, Super Philip, Moujung, Sumenep, Thailand, dan Bali Karet. Dari enam varietas tersebut, varietas yang memberikan hasil tertinggi adalah Moujung, Sumenep, dan Bali Karet, namun jumlah umbi tiap rumpun paling banyak dihasilkan varietas Moujung dan Sumenep (Tabel 1). Penyakit yang dijumpai menyerang pertanaman bawang merah adalah Alternaria porii. Varietas Bauji, Super Philip, dan Thailand rentan terhadap penyakit tersebut. A. porii merupakan penyakit yang sangat merugikan pada bawang merah. Serangan berat dapat menimbulkan kehilangan hasil atau kerusakan tanaman hingga 40%. Kelembapan yang tinggi dapat memacu perkembangan penyakit. Keadaan ini juga dialami varietas Bauji, Super Philip, dan Thailand karena varietas tersebut tidak tahan terhadap kelembapan yang tinggi. Kalimantan Barat termasuk daerah yang memiliki curah hujan tinggi. Varietas yang tahan terhadap kelembapan tinggi adalah Moujung dan Sumenep. Oleh karena itu, kedua varietas tersebut dapat dikembangkan di Kalimantan Barat karena selain produktivitasnya tinggi, juga tahan terhadap A. porii. Pengembangan dua varietas bawang merah tersebut di Kuburaya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan lokal sehingga tidak perlu mendatangkan bawang merah dari Pulau Jawa (Titiek Purbiati dan Abdullah Umar). Informasi lebih lanjut hubungi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat Jalan Budi Utomo No. 45, Siantan Hulu, Kotak Pos 6150 Pontianak 78061 Telepon : (0561) 882069 Faksimile : (0561) 883883 E-mail : [email protected] by Petani Kelapa Sawit in Gambut Tags: Gambut
Posted on: Thu, 12 Sep 2013 18:15:31 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015