Hakekat beragama tidak diminati lagi di negeri ini, mengapa…? Masyarakat Muslim di Indonesia, telah terjangkiti penyakit materialisme, dimana ukuran segala sesuatunya adalah materi dan uang. Banyak contoh akan hal ini, korupsi merata hampir dilakukan banyak orang dari banyak partai – termasuk partai yang tadinya didirikan dengan azas agama. Kita tak bisa lagi membedakan mana partai yang tadinya didirikan dengan azas agama, dakwah islamiyah yang dipimpin para kiyai dengan partai yang berasaskan Pancasila. Hakekat agama sudah tidak lagi diminati, mengapa…? Awal-awal reformasi digulirkan di sini, bahkan banyak orang atau kekuatan tertentu yang “berburu harta” para pejabat era Orde Baru yang dalam benak mereka ‘tajir’ –dikejarlah dengan sejumlah tuduhan, lalu diusut, namun perkaranya tak pernah sampai ke kepangadilan, atau sampai ke pengadilan pun sebatas “adegan pertujukan yang disiarkan televisi”, kasusnya sendiri tak tuntas – yang terjadi kemudian adalah negosiasi pembagian harga – berikan setengah dari kekayaanmu, maka kamu akan aman. Orang-orang yang di era Orde Baru tak tersentuh, bolak-balik dipanggil ke suatu tempat, bahkan diajak bertemu di hotel-hotel bintang lima untuk negosiasi soal harta jika ingin aman. Bekas pejabat yang disinyalir bergelimang harga diperas secara perlahan dengan berbagai cara sampai ada akhirnya pun merana. Hati nurani yang bersih, wahyu al Qur’ân, air sumur yang tak berasa dan tak berbau, tak dianggap lagi sebagai karunia? Semua perhatian tertuju bahwa hanya: harta, harta, harta, rupiah dollar amerika. Rumah gedung, mobil mewah, jabatan itulah yang harus diburu, dengan cara apapun. Harus aman sampai anak cucu. Hanya harta yang dianggap bisa menolong manusia. Tuhan Allah SWT, cukup disebut dalam doa saja. Dalam action kehidupan sehari-hari, harta menjadi Tuhan sejati, tak peduli itu dengan cara menipu, korupsi atau cara-cara culas lainnya. Selengkapnya baca di ruang Berjuang Berdasarkan Al Quran dan as-Sunnah
Posted on: Sat, 19 Oct 2013 05:56:35 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015