Harga Elpiji Naik, Rawan Penyelewengan Kamis, 05 Desember 2013 - TopicsExpress



          

Harga Elpiji Naik, Rawan Penyelewengan Kamis, 05 Desember 2013 Reporter : Chafina cinta Jakarta -.Kenaikkan harga elpjii 12 kilogram yang telah dilakukan dan berlaku per 1 Desember, dikarenakan beban biaya distribusi dibebankan kepada konsumen. Sehingga antar kota, antar provinsi berbeda harga jualnya. Namun hal ini justru membuka peluang terjadinya penyelewengan ditingkat daerah. Karena untuk menjadi agen dan ongkos angkut BBM didaerah diperlukan surat rekomendasi dari kepala daerah yang notabene bisa dipermainkan dengan dalih kewenangan otonomi daerah. Anggota Komite Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi Ibrahim Hasyim mengungkapkan BPH Migas tengah menyiapkan aturan baru ihwal pemberian rekomendasi agen dan penetapan ongkos angkut bahan bakar minyak di daerah. Penyalur resmi nantinya bisa menunjuk agen yang berbeda untuk melayani kebutuhan BBM bersubsidi bagi nelayan, petani, industri, ataupun rumah tangga yang sulit dijangkau. Selama ini, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2002, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menetapkan agen sebagai perpanjangan tangan penyalur resmi. Menurut Ibrahim, BPH Migas juga telah membentuk satuan tugas BBM yang melibatkan berbagai unsur untuk melakukan pengawasan distribusi di daerah kepulauan. Pengawasan ini dilakukan secara tertutup dan diam-diam. Diakui Ibrahim, kasus penyelewengan BBM memang sulit dibuktikan. Karena itu, pelaku harus tertangkap tangan sehingga proses pembuktian bisa lebih mudah Seperti dikatakan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), Hanung Budya, menyatakan mulai 1 Desember 2013 ini seluruh produk elpiji 12 kilogram akan dikenakan kenaikan harga. Konsumen di Pulau Jawa akan kena tambahan beban biaya distribusi mulai Rp 300 hingga Rp 600 per kilogram, tergantung jarak tempuh distribusi, kata Hanung di Gedung Pertamina, Rabu (4/12). Secara total, untuk produk elpiji 12 kilogram akan ada kenaikan Rp 3.600 hingga Rp 7.200 per tabung. Sehingga, harga elpiji 12 kilogram yang semula Rp 85 ribu per tabung kini Rp 88.600 hingga Rp 92.200 per tabungnya.Hanung menjelaskan, kenaikan harga elpiji terjadi karena ada pengalihan beban distribusi dari yang semula ditanggung oleh Pertamina kini diserahkan ke konsumen. Sebenarnya, pengalihan beban biaya tersebut sudah diterapkan oleh Pertamina di luar Pulau Jawa. Contohnya di Papua. Di sana harga elpiji 12 kilogram bisa mencapai Rp 220 ribu per tabung. Meski biaya distribusi sudah dialihkan kepada konsumen, Pertamina masih menanggung beban subsidi sebesar Rp 500 per kilogram untuk produk elpiji tabung besar ini. Jika dihitung, dialihkannya biaya distribusi kepada konsumen di Pulau Jawa hanya mengurangi beban kerugian Pertamina dari penjualan produk tersebut sebanyak Rp 30 miliar dari total kerugian yang mencapai Rp 6 triliun setiap tahunnya. Hanung menyadari kenaikan harga ini berisiko membuat konsumen elpiji 12 kilogram beralih ke elpiji 3 kilogram. Sayangnya, Pertamina belum menyiapkan langkah antisipasi atas risiko tersebut, kecuali mengandalkan sosialisasi pada masyarakat untuk tidak menggunakan produk bersubsidi yang ditujukan untuk kalangan yang kurang mampu. Semestinya kan mereka sadar sendiri. Pengguna elpiji 12 kilogram itu lebih banyak yang buat usaha, masak masih mau disubsidi, kata Hanung Namun kenyatannya kendala ini distribusi dan ongkos angkut masih saja terjadi seperti sejumlah bupati mengajukan revisi Undang-Undang Migas agar tidak menyulitkan pendistribusian BBM ke kepulauan. Salah satunya, Bupati Sumenep. Belakangan, warga Kepulauan Masalembu mengeluhkan kelangkaan BBM. Daerah kepulauan juga rentan terhadap penyelewengan BBM yang berakibat pada berkurangnya pasokan sehingga membuat harganya melambung tinggi. Anggota Komite Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi Ibrahim Hasyim mengatakan penyelewengan distribusi BBM di daerah kepulauan disebabkan oleh disparitas harga yang terlampau tinggi. Ibrahim mencontohkan solar dan minyak tanah yang justru masih dijual murah dibandingkan harga Premium. Menurut dia, jika harga solar dinaikkan Rp 1000, pemerintah bisa menghemat Rp 15 triliun. Karena itu, BPH Migas menyarankan adanya harmonisasi harga sehingga bisa menekan defisit anggaran dan meminimalisasi penyelewengan. Distribusi BBM di daerah berbasis kepulauan kecil dan pedalaman memang masih menuai masalah. Apalagi didukung dengan otonomi daerah yang membuat kabupaten memiliki kewenangan masing-masing. Infrastruktur yang kurang memadai juga menjadi faktor pendukung.
Posted on: Thu, 05 Dec 2013 03:02:55 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015