INFRASTRUKTUR JAKARTA Infrastruktur memainkan peranan sentral - TopicsExpress



          

INFRASTRUKTUR JAKARTA Infrastruktur memainkan peranan sentral dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pemberantasan kemiskinan selama 30 tahun sebelum krisis di tahun 1997, namun setelah itu hingga kini kita masih bergumul dalam masalah-masalah infrastruktur. Masalah infrastruktur sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, pemberantasan kemiskinan, penanaman modal domestik/asing dan isu lingkungan. Menurut World Economic Forum di tahun 1996 Indonesia berada di atas Thailand, Taiwan, Sri Lanka, bahkan Cina, untuk kualitas infrastruktur (cakupan layanan dan kualitas layanan). Di tahun 2002 semua negara yang disebutkan tadi berada di atas Indonesia. Indonesia tergolong terendah dalam ranking kualitas infrastruktur di kawasan Asia Tenggara, dan beberapa survey iklim bisnis mengutip infrastruktur yang kurang memadai, sebagai penghalang utama bagi investasi. Infrastruktur kota adalah struktur fisik dan organisasi yang mendasar bagi fungsi ekonomi masyarakat kota tersebut, dimana berbagai elemen dalam struktur tersebut saling terhubung dan berperan sebagai kerangka yang mendukung keseluruhan struktur. Infrastruktur sangat penting dalam menilai kemajuan sebuah kota. Dalam artikel ini saya hanya akan membahas hard infrastruktur dalam kota Jakarta, yaitu infrastruktur transportasi, energi, penyediaan air, komunikasi, dan pembuangan sampah. Untuk diketahui hard infratsruktur berbeda dengan soft infrastruktur (governance, ekonomi, sosial, dan kultural). Infrastruktur sangat berperan dalam kemajuan negara, sebab program infrastruktur yang baik akan memicu pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas kehidupan. Asosiasi antara GDP dengan tersedianya infrastruktur telekomunikasi, listrik, jalan beraspal, dan akses terhadap air bersih, sangatlah jelas. Namun, program infrastruktur yang salah kaprah akan berfungsi sebaliknya, dan berujung pada pemiskinan. Resiko kematian listrik membuat investor berpikir dua kali untuk mendirikan pabrik, kemacetan memperburuk kualitas kehidupan di perkotaan dan memperlama proses internal bisnis, terutama distribusi produk/jasa dari bisnis kepada pelanggan. Kondisi kesehatan masyarakat dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia tidaklah sebaik beberapa negara pembanding akibat beberapa hal berikut: 47% rumah tangga tidak terhubung dengan listrik 6000 kampung tidak memiliki pasokan listrik yang cukup. 45% rumah tangga tinggal dalam lingkungan yang tidak sehat 22% rumah tangga tidak memiliki akses kepada air bersih Namun, beberapa trend belakangan ini memberi secercah harapan. Makroekonomi membaik dengan konsolidasi fiskal, stabilitas politik, dan undang-undang serta kebijakan baru-baru ini memungkinkan manajemen infrastruktur yang lebih baik, terutama karena turut sertanya pihak swasta dalam pembangunan sektor ini. Di Jakarta beberapa anak perusahaan container terminal di pelabuhan telah mengalami privatisasi. Saya percaya kondisi bencana infrastruktur dapat dihindari. Reformasi dalam kebijakan infrastruktur perlu diterapkan dengan tegas, dan investasi sektor ini perlu ditambahkan 2% dari GDP tiap tahun untuk mencapai target pertumbuhan 6% per tahun. Namun, penambahan anggaran saja tidak cukup, pemerintah harus menanggapi isu-isu jangka panjang yang tidak kalah penting dalam sektor ini, seperti memperbaiki manajemen publik dan regulasi, dan mencari solusi dari segala komplikasi yang diakibatkan oleh desentralisasi. Beberapa reformasi yang sudah diupayakan pemerintah di sektor infrastruktur adalah: Undang-Undang Listrik yang lebih modern ditetapkan tahun 2002, juga segala peraturan yang diturunkan sesudahnya. Tarif listrik dinaikkan bertahap, dan sengketa dengan produser listrik independen telah diselesaikan. Undang- Undang Migas yang baru telah ditetapkan yang mendorong kompetisi downstream, dan agar harga ditentukan oleh pasar. Di bidang PDAM berbagai program hutang dilakukan untuk memperkuat keuangan Undang-Undang baru tahun 1999 di sektor telekomunikasi yang menyehatkan kompetisi di segala segmen. Namun sangat disayangkan masih banyak Undang- Undang yang belum diikuti oleh peraturan pemerintah yang terkait, hal yang membuat kebijakan publik kehilangan kredibilitas di mata investor swasta. Tiga hal yang perlu dilakukan di level pemerintahan untuk pengembangan infrastruktur adalah: Memperbaiki manajemen publik sektor infrastruktur. Isu otonomi daerah sangat sentral dalam hal ini, dimana desentralisasi memperlebar jurang ketidaksetaraan antar daerah. Kualitas manajemen publik bervariasi lintas sektor. Di sektor listrik, PLN sangat kompeten, dimana laporannya di audit perusahaan internasional sejak lama. Area terlemahnya adalah keuangan dan manajemen treasury. Sektor pembangunan jalan dan sektor air memiliki tata kelola dan keahlian yang lebih lemah dibanding PLN. Mengembalikan peran swasta untuk berpartisipasi dalam infrastruktur. Dalam hal ini kompetisi perlu dihidupkan, walau dengan regulasi yang menyertainya. Mungkin diperlukan badan independen yang otonom untuk mengawasi peran swasta dalam sektor infrastruktur. Kompetisi yang ketat (apalagi disertai mekanisme pengaduan) dapat juga berperan mengurangi korupsi. Privatisasi Telkom dan Indosat membuat dua perusahaan ini harus memenuhi standard laporan internasional yang ketat dan harus mematuhi standard keterbukaan, sehingga meningkatkan kinerja kedua perusahaan ini, walau nasionalisme tetap akan menjadi isu dalam hal ini, berkaitan dengan kepemilikan asing yang harus selalu diwaspadai. Dalam sektor transportasi, Jasa Marga pun adalah perusahaan yang sudah go public, demikian juga PLN dan PNG, yang dengan go public membantu meningkatkan profesionalise manajemen perseroan, satu hal yang sangat minim di sektor air. Negosiasi langsung bagi dua konsesi pengelola air di Jakarta dinilai tidak efektif menumbuhkan persaingan, karena tender tidak merupakan pilihan. Memberantas korupsi di sektor infrastruktur Mobilisasi pendanaan untuk infrastruktur Setiap strategi yang berhubungan dengan kebijakan infrastruktur haruslah dibangun di atas 3 pilar ini: Public management yang lebih baik, perencanaan yang lebih matang, dan kombinasi kebijakan yang lebih konsisten dalam pengembangan infrastruktur, guna memulihkan kredibilitas, penyediaan jasa pelayanan, dan dampak terhadap masyarakat. Tantangan terbesar dalam hal ini adalah otonomi daerah. Walaupun sektor publik akan terus dominan dalam berbagai proyek infrastruktur, diperlukan kebijakan menarik pihak swasta dalam hal ini untuk membawa expertise yang dibutuhkan, menumbuhkan kompetisi demi terciptanya efesiensi, terutama karena terbatasnya anggaran akan tetap menjadi pertimbangan utama ke depan. Tetap demi terciptanya efesiensi, dibutuhkan selalu adanya transparansi, tender yang kompetitif, dan usaha memberantas korupsi yang merajalela di sektor infrastruktur. Walau penambahan anggaran dalam sektor infrastruktur sangat disarankan (terutama untuk menjangkau kaum miskin dan daerah yang tertinggal), hal tersebut tidak dimaksud untuk menggantikan reformasi institusi dan kebijakan. Kebutuhan financing investasi infrastruktur tahunan Indonesia dapat dialokasikan sebagai berikut: Rp. 20-30 triliun di sektor listrik. Rp. 7-7.5 triliun untuk maintenance dan ekspansi pembangunan jalan. Rp 6 triliun untuk pengembangan sektor air dan sanitasi tergolong konservatif untuk memenuhi target Millenium Development Goal. Menambah service coverage sebesar 1% membutuhkan Rp 3 triliun. KOTA JAKARTA Urbanisasi tetap akan menjadi tren dalam beberapa dekade ke depan. Lebih dari 60 juta orang akan menambah populasi di kota-kota besar dua dekade mendatang. Akses air bersih, sanitasi dan transportasi yang memadai, tetap akan menjadi tantangan kehidupan perkotaan. Daerah perkotaan adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi, memberi kontribusi bagi 70% pendapatan non-migas. Karena itu menyediakan infrastruktur perkotaan, terutama kaum miskin perkotaan (13 juta di tahun 2002) haruslah menjadi fokus pemberantasan kemiskinan. Infrastruktur yang kurang memadai mengurangi kualitas kehidupan di perkotaan. kurangnya sistem pembuangan kotoran dan pembuangan sampah telah mencemari air, baik surface maupun ground water, dan juga beberapa ekosistem yang sensitif. Sampah yang dibuang ke sungai, dan berbagai macam kotoran lainnya adalah alasan utama negara kita memiliki kasus penyakit tipus tertinggi di Asia. Akses air bersih terburuk dialami oleh kaum miskin baik di perkotaan (7.5% populasi) maupun di pedesaan (23% populasi). Sistem transportasi Jakarta sangatlah memprihatinkan, dimana bis dan fasilitas kereta tidak mendapatkan perawatan yang memadai, dimana kemacetan mengurangi kualitas hidup individu dan menambah ongkos bisnis. Jakarta adalah satu-satunya ibu kota negara ASEAN tanpa rencana metro transit system! Proyek pembangunan MRT di Jakarta sepanjang 110 km menjadi salah satu program populer yang rencananya akan rampung 2016. Ditambah lagi masalah polusi yang membuat Jakarta menempati ranking tiga menurut UNEP sebagai kota terpolusi di dunia. Menurut World Bank, di tahun 2015, Jakarta diprediksiakan menjadi kota dengan populasi terbesar dengan 17 juta penduduk. Urbanisasi akan memperparah keadaan ini. Masalah yang perlu ditangani dalam infrastruktur air di Jakarta adalah berkurangnya persediaan air akuifer di Jakarta Utara. Mengenai infrastruktur telekomunikasi, perlu meningkatkan cakupan layanan di Jakarta, mengingat teledensity di Jakarta masih berada di bawah Bali dan Surabaya. Mengatasi banjir masih merupakan tantangan dan ujian terberat pemda Jakarta, dimana dibutuhkan manajemen infrastruktur perumahan yang berkualitas, dengan sistem drainase, pembuangan air kotor, dan flood control yang terintegrasi. Mengatasi banjir, Jokowi merancang 7 solusi: 1) Terowongan multiguna, 2) Pengerukan 13 kali di Jakarta, 3) Normalisasi waduk Pluit, 4) Pembuatan 100 ribu sumur resapan, 5) Penambahan ruang terbuka hijau, 6) Sodetan Ciliwung, dan 7) Tanggul Laut Raksasa. Diperlukan suatu indikator untuk mengevaluasi pengembangan infrastruktur di perkotaan, dalam hal ini DKI Jakarta. Menurut OECD indikator adalah suatu "parameter atau nilai yang diturunkan dari parameter yang menjelaskan tentang status suatu fenomena, dengan signifikansi melebihi nilai suatu parameter". Indikator bisa tunggal, seperti pendapatan per kapita, kadar polusi udara, tingkat buta huruf, atau bisa merupakan suatu set atau paket, yaitu kumpulan beberapa indikator yang digabungkan menjadi satu grup indikator. Suatu set indikator bisa berguna untuk benchmarking, alokasi menurut kebutuhan, atau proses pemberian penghargaan. Menurut saya, set indikator yang paling jitu dalam menilai kemajuan pengembangan infrastruktur di kota Jakarta adalah Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah bidang Pekerjaan Umum (PKPD-PU) yang dikerjakan dalam level nasional oleh Kementrian Pekerjaan Umum dalam mengevaluasi kabupaten kota sebagai proses pemberian penghargaan. Beberapa indikator yang dievaluasi adalah: 1) regulasi daerah mengenai tata ruang, 2) air dan kebersihan, 3) pengembangan kampung miskin, dan indikator-indikator lainnya yang berhubungan dengan infrastruktur. Sub indikator dalam area pengembangan tata ruang terdiri dari enam elemen: 1) pengembangan undang- undang dan peraturan, 2) komunikasi dari implementasi, 3) eksekusi program, 4) monitor aktivitas, 5) keberadaan institusi yang perlu dan peran publik dalam pengembangan tersebut, dan 6) implementasi dan proses monitor. Indikator tata ruang ini sangat ditekankan dalam pemberian penghargaan oleh PKPD-PU. Dalam perencanaan tata ruang, hal yang diperhatikan adalah: sistem perencanaan daerah, penggunaan lahan yang efektif dan efesien, dan kontrol penggunaan lahan yang konsisten. Namun saya menilai beberapa kelemahan dalam komposisi indikator PKPD-PU ini serta implementasinya: Kerangka cakupan PKPD-PU terlalu luas, sehingga harus bergantung kepada penilaian subyektif para penilai. Hal ini berbeda dibandingkan penghargaan Adipura yang lebih detai dan spesifik Gengsi dari penghargaan PKPD-PU kurang menjadi insentif dibanding dengan Adipura yang dikenal baik masyarakat karena sudah dijalankan selama 20 tahun dan bersifat wajib, dibanding PKPD-PU yang baru dijalankan 2004 dan bersifat sukarela. Pemberian penghargaan Adipura langsung diberikan Presiden, berbeda denga PKPD-PU yang hanya diberikan Menteri. Tidak heran beberapa kota yang pernah memenangkan Adipura mendirikan monumen sebagai rasa bangga. Pemenang dari PKPD-PU disebut akan mendapatkan dukungan infrastruktur dari Kementrian Pekerjaan Umum, namun hal ini tidak dijelaskan secara gamblang dan formal. Sebagai kesimpulan, PKPD-PU belum menunjukkan dampak positif yang kelihatan dalam pengembangan infrastruktur perkotaan, berbeda dengan Adipura yang lebih efektif di bidang lingkungan hidup dan kesehatan. Saran saya bagi penghargaan infrastruktur ini: Evaluasi yang dikerjakan haruslah bersifat wajib, bukan sukarela. Saran saya penghargaan ini sepantasnya diberikan oleh Presiden. Mengingat anggaran kementrian pekerjaan umum jauh lebih banyak dibanding kementrian lingkungan hidup, hal ini seharusnya tidak menjadi halangan. Proses pengempulan data bagi penghargaan ini haruslah bebas dari nepotisme dan kolusi, juga perlu diwaspadai hubungan politik antara daerah dengan pemerintahan pusat yang dapat membuat hasil penilaian bias. Perlu dibuat formal dukungan infrastruktur dari kementrian bagi pemenang PKPD-PU. Hal ini penting mengingat bahwa tradisi pemberian penghargaan di Indonesia sering menjadi motivasi bagi perkotaan untuk kemajuan mereka. Apalagi Jakarta ada kota metropolitan dengan porsi investasi swasta yang sangat besar, sehingga ada kecenderungan meremehkan penghargaan dari kementrian tersebut. Karena itu, sekali lagi, dukungan proyek infrastruktur di masa depan harus dibuat eksplisit. Masalah provinsi Jakarta tidak bisa dilihat terpisah dari kawasan metropolitan Jabodetabek, termasuk masalah pengembangan infrastruktur. Otoritas Jabodetabek dibagi atas tiga administrasi: DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Badan Kerja Sama Pembangunan (BKDP) yang didirikan di tahun 1976 gagal mengkoordinasi kerja sama pengembangan di kawasan tersebut. Banyak yang menyarankan satu unit administrasi yang mengelola semua bagian kawasan metropolitan tersebut. Saya menyarankan peran serta masyarakat yang lebih besar lagi dalam proses evaluasi PKPD-PU. DPRD DAN INFRASTRUKTUR Undang-Undang baru mengenai BUMD yang sedang dikembangkan memberi pintu bagi PDAM yang independen dari DPRD dan Pemda, yang memungkinkan tata kelola yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel. PDAM yang membutuhkan dana dapat membuat Financial Recovery Action Plan (FRAP) yang harus dilaporkan dan disetujui oleh Pemda dan DPRD. DPRD juga bertanggung jawab mengawasi dan menentukan anggaran berbagai pengadaan dalam sektor infrastruktur level daerah, sementara level nasional diawasi oleh pemerintah melalui Tender Evaluation Plan (TEP). Juga pengawasan pengeluaran izin operator tenaga listrik bagi daerah non-kompetisi (tidak terhubung dengan jaringan listrik nasional), yang dikeluarkan oleh Bupati, Walikota, atau Gubernur, juga pemberian izin Captive Power Plant (CCP) yaitu operator listrik independen.
Posted on: Sun, 29 Sep 2013 13:49:47 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015