Inter Milan, Masa Depan Sepakbola Indonesia Oleh: Derek - TopicsExpress



          

Inter Milan, Masa Depan Sepakbola Indonesia Oleh: Derek Manangka Pengusaha Indonesia Erick Tohir dikabarkan akan membeli Inter Milan - (Foto: istimewa) INILAH.COM, Jakarta - Inter Milan, klub sepakbola Italia yang cukup terkenal di dunia, digadang-gadang akan dibeli oleh pengusaha Indonesia Erick Tohir. Kabar ini mengejutkan pecinta sepakbola di tanah air dan menghebohkan sepakbola dunia. Pasalnya, di Indonesia terdapat jutaan penggemar kejuaraan Serie A, Italia dan Inter Milan merupakan salah satu peserta kompetisi tersebut. Sepakbola merupakan olahraga paling populer di Indonesia. Namun sampai saat ini belum ada pengusaha yang mampu mengangkat prestasi klub sepakbola nasional sehingga bisa setara kualitas permainan Serie A, Italia. Mengejutkan dalam arti positif, mengingat, bila transaksi itu terlaksana, Erick Tohir akan tercatat sebagai pengusaha nasional yang mampu mengangkat citra Indonesia sebagai sebuah negara sepakbola. Persepsi tentang dunia sepakbola Indonesia, diperkirakan bakal berubah ke citra yang lebih positif. Tidak lagi sebatas pada sepakbola yang hanya mempertontonkan perkelahian antar pemain. Indonesia bakal dipandang oleh negara-negara industri sebagai negara yang memiliki industriawan dalam bisnis sepakbola. Setidaknya bangsa-bangsa di kawasan Eropa Barat, mulai melirik potensi pebisnis yang berasal dari Indonesia. Menghebohkan dalam pengertian, mengundang kontroversi dan tanda tanya. Selama ini, hanya negara kaya minyak dari Uni Emirat Arab (Timur Tengah) yang mampu membeli klub sepakbola Eropa. Manchester City (Inggris) dan Paris Saint Germain (Perancis) dimiliki Etihad Airlines dan Arsenal (Inggris) oleh Emirates Airlines. Di luar Arab, paling banter yang mampu bersaing hanyalah konglomerat Rusia berdarah Yahudi, Roman Abramovich, yang memiliki klub Chelsea (Inggris). Dengan kontroversi ini, pertanyaan yang tak kurang kritis pun mengemuka. Apa benar ada pengusaha Indonesia yang mampu membeli sebuah klub sepakbola dari sebuah negara anggota Kelompok Tujuh (Group of Seven, G-7)? Maklum selama ini Indonesia lebih dikenal sebagai negara miskin oleh masyarakat G-7 (Italia, Prancis, Jerman, Inggris, Kanada, Amerika Serikat dan Jepang). Selain miskin, prestasi Indonesia dalam dunia sepakbola tidak diperhitungkan oleh negara-negara maju. Sehingga kabar menghebohkan ini dengan cepat beredar ke berbagai penjuru. Tak kurang Linda Paoli, seorang wanita berkebangsaan Italia yang bersuamikan pria asal Manado yang terimbas berita tersebut. Linda, yang kebetulan salah seorang penggemar Inter Milan dan sudah menetap di Indonesia, begitu kabar tentang rencana pembelian Erick Tohir itu menyebar, dalam seminggu, ia dibanjiri oleh berbagai pertanyaan melalui telpon dan email. Isinya betulkah di Indonesia terdapat orang kaya yang punya dana ratusan juta euro? Erick Tohir konon menjanjikan kesiapan dana antara 280 sampai 300 juta euro agar bisa memiliki saham (mayoritas) di klub Inter Milan. Sadar bahwa rencana pembelian itu merupakan kabar baik bagi Indonesia maka Linda yang sudah menjadikan Indonesia sebagai "tanah air kedua"-nya, tanpa ragu menjelaskan, soal profil negeri suaminya. Pertanyaan wartawan-wartawan Italia, dijawabnya secara meyakinkan untuk membangun kesan bahwa yang menawar Inter Milan, bukanlah pengusaha abal-abal. Padahal secara pribadi, Linda tidak pernah berkenalan dengan Erick Tohir. Kesimpulan yang dia sampaikan kepada masyarakat pecinta sepakbola di Italia, Indonesia merupakan negara kaya dan memiliki sejumlah pengusaha kaya. Hanya saja, pers Italia masih ada yang tidak sepenuhnya percaya atas penjelasannya. Penyebabnya antara lain pers ataupun masyarakat Italia secara keseluruhan, tidak akrab dengan bahasa Indonesia. Bahkan bahasa Inggris, sekalipun merupakan bahasa yang paling banyak digunakan oleh penduduk dunia, toh tidak mendapatkan tempat yang layak dalam media-media Italia. Pers dan masyarakat Italia, sangat fanatik pada bahasa nasionalnya. Bahasa merupakan bagian dari budaya bangsa Italia. Tidak semua bangsa di dunia dapat beradaptasi dengan budaya Italia. Faktor inilah yang dikuatirkan oleh Linda Paoli. Bahasa dan budaya dapat menghambat atau mempengaruhi negosiasi antara Erick Tohir dengan pemilik Inter Milan, Massimo Morati. Di sisi lain, Linda Paoli menangkap kesan dari komunikasinya dengan sejumlah sahabatnya di negeri asalnya, publik Italia, cukup mendukung hadirnya pengusaha asing dari Indonesia. Industri sepakbola Italia, memang sedang menghadapi krisis keuangan. Sehingga pemilik klub yang menghadapi krisis, membuka peluang masuknya modal asing. Tetapi dengan catatan, kalau bisa pemodal yang masuk ke industri sepakbola itu, bukanlah konglomerat asing yang sudah memiliki klub sepakbola di Eropa. Sebab kepemilikan seperti itu dikuatirkan bakal menimbulkan konflik kepentingan yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas permainan sepakbola di Eropa. Ambil contoh, apa yang akan terjadi di sebuah Liga Champion, jika kesebalasan Manchester City bertemu Paris Saint Germain? Siapa yang akan mengalah jika kedua kesebelasan dihadapkan pada pilihan seperti itu. Keduanya, sekalipun berbeda kota dan negara sebagai markas besar, tetapi nota bene dimiliki oleh pemodal yang sama. Di pihak lain Linda Paoli lebih menguatirkan Erick Tohir, karena belum sempat mempelajari budaya dan bahasa Italia. Sehingga peluangnya bisa menipis. Massimo Morati bukanlah pebisnis biasa di Italia. Ia dikenal sebagai salah seorang manusia terkaya di Italia. Dengan latar belakang itu, bisa disimpulkan keinginannya menjual saham Inter Milan, sangat tergantung pada faktor-faktor psikologis. Morati bahkan bisa menjual seluruh sahamya, tapi bisa juga mementahkan kembali semua penawaran. Morati memiliki gengsi pribadi yang cukup kuat. Kalau sudah bersinggungan dengan gengsi, segala-galanya bisa menjadi mahal. Linda sempat menggali informasi dari sahabat-sahabat dekatnya di Italia. Termasuk pemain Inter Milan, Zanetti. Tergambar cukup jelas bahwa kalau Erick Tohir menjadi salah seorang pemegang saham Inter Milan, ada beberapa kewajiban finansial yang harus ditutupinya. Misalnya kompensasi yang harus diberikan kepada pihak pengiklan (sponsor) dan jaringan televisi, plus komitmen untuk membangun stadion baru. Untuk yang terakhir ini, janji membangun stadion baru merupakan sebuah pertaruhan sekaligus pertarungan yang harus dihadapi Morati. Selama ini Inter Milan berbagi penggunaan atas satu stadion di kota Milan. "Nah biaya membangun stadion dan kompensasi kepada pemasang iklan itu, nominalnya tergolong cukup besar," ujar Linda. Ketika dijelaskan bahwa Erick Tohir merupakan satu-satunya pengusaha muda Indonesia yang menanamkan sahamnya di klub-klub basket dan sepakbola di Amerika Serikat, Linda merespons, mudah-mudahan pengalamannya bernegosiasi dengan orang Amerika bisa menjadi modal yang kuat di dalam menghadapi pebisnis Italia. Secara pribadi, Linda Paoli sangat berharap, negosiasi Erick Tohir dengan Inter Milan dapat terwujud. Sebab di mata Linda, terjalinnya hubungan antara dua pemodal Massimo Morati dan Erick Tohir dalam pengelolaan sebuah klub sepakbola, cepat atau lambat akan berimbas positif ke Indonesia. Publik sepakbola Italia akan lebih mengenal Indonesia dan terbuka kemungkinan terjadinya kerja sama dalam bisnis sepakbola antardua negara. Gaya dan ketrampilan bermain sepakbola ala Italia pun bisa menular ke masyarakat penggila sepakbola Indonesia. Bila ini terjadi, Indonesia yang memiliki berjuta- juta penggemar sepakbola dapat terjangkit oleh budaya sepakbola Italia. Pada akhirnya Indonesia bakal bangkit menjadi kekuatan salah satu sepakbola dunia. Inilah salah satu sisi positif terpenting yang diantisipasi Linda atas rencana Erick Tohir membeli saham Inter Milan. Satu hal yang sangat dirindukan Linda Paoli adalah bisa bertemu dan berbicara dengan Erick Tohir. Ia ingin berbagi ceritera tentang anatomi sepakbola Italia termasuk jaringannya. "Sayangnya, sulit sekali bisa mendapatkan waktu bertemu dengan Pak Erick. Kabarnya dia sangat sibuk.....", kata Linda datar.
Posted on: Fri, 28 Jun 2013 07:42:18 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015