JALANAN adalah salah satu â €œUniversitas Kehidupanâ€� - TopicsExpress



          

JALANAN adalah salah satu â €œUniversitas Kehidupanâ€� yang memberikan nilai-nilai, pelajaran dan makna kehidupan. Disana berserakan ilmu kebaikan bercampuraduk dengan nilai-nilai keburukan. Ribuan teks yang seolah tersusun rapi menjadi buku yang layak menjadi bacaan bagi siapapun yang ingin meningkatkan kualitas kehidupan. Bahkan, jalanan adalah referensi nyata bagi pencari hidup. Disana kita membaca perilaku manusia. Mendapatkan tetesan tentang keberanian, ketegasan, daya juang, tenggang rasa, solidaritas dan seterusnya dalam nilai-nilai kebaikan. Sebaliknya, jalanan memberikan pelajaran tentang tipu menipu, kelicikan, curang dan sederet nilai buruk. Tinggal kitalah yang harus mampu memilih dan memilah. Pekan lalu, seorang sopir di Jember memberikan kisah-kisah kehidupan yang penuh makna tentang universitas jalanan. Betapa detail dan rincinya perbedaan antara sopir yang mengangkut kayu, sayur, dan barang lainnya dengan sopir yang mengangkut cabai pedas. Mereka sama-sama dijalan, tetapi karena “fakultasnyaâ €� berbeda, maka semua yang harus dipelajari, disiapkan sangat spesifik. Kali ini, saya ingin menulis khusus tentang “Fakultas Sopir Cabaiâ€� dari Universitas Kehidupan. Para sopir yang menjadi “mahasiswaâ€� fakultas cabaiâ€� ini ternyata sopir pilihan. Mereka harus mentalnya baja, fisiknya kuat, kuat menahan lapar, dan yang paling penting, harus siap satu hal yang lumayan mengerikan : Mati dijalanan atau ditahan karena nabrak orang. “Dosenâ€�nya juga killer. Salah satunya sang dosen adalah juragan truk itu sendiri. Sebelum memulai pelaharan, selalu menanyakan dua hal. “Apakah kamu sudah pamit keluargamu ? Apakah kamu sudah siap segala galanya termasuk mati dijalan atau ditahan karena nabrak orang ?â €� Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab. “Belum atau tidak siap.â €� Hanya satu jawaban yang harus disampaikan, “Siaaapâ€�. Apalagi pertanyaan itu disampaikan menjelang detik-detik diberangkatan, dan kunci mobil truk sudah diberikan beserta uang bensin dan uang makan. Ada apa sebenarnya dengan sopir truk cabai ? Ada bedanya dengan sopir truk yang mengangkut kayu, beras atau barang-barang lainnya ? Ternyata sopir truk cabai adalah istimewa. Diantaranya, mereka tidak boleh telat sampai ditempat. Perjalanan Jember- Jakarta, harus ditempuh dalam waktu singkat. Jam 8 malam berangkat dr Jember, siang harus masuk Jakarta. Pada umumnya perjalanan Jember- Jakarta 24 jam. Tapi mobil yang bawa cabai harus 16 hingga 20 jam sampai. Akibatnya, ngebut dan bahkan super ngebut adalah langkah yang harus dicapai. “Kecepatan sampai 120 Km/per jam, adalah “makananâ€� sehari hari. Polisi sudah paham betul perilaku sopir cabai. Tidak mungkin mereka menghadang ditengah malam para sopir ini, karena mereka tidak mungkin akan mau berhenti. â €œKecepatannya seperti setan.â€� Tutut sang sopir. Bahkan untuk santai, duduk duduk di warung, jarang dilakukan sopir truk cabai. Mereka membawa makanan dan minuman, dan makan di mobil. Bergantian dengan sopir cadangan, mereka jarang berhenti dijalanan. “ Telat 5 menit HP sudah pada bunyi. Apalagi telat lama, juragan bisa ngamuk-ngamuk. Harga cabai bisa langsung drop kalau sampai terlambat.â€� Logika, pikiran sehat, tidak banyak digunakan oleh para ekspeditor cabai pedas. Jalan roda belakang miring adalah pemandangan sehari-hari. Dan pada sisi lain, penghasilan mereka juga lebih besar. Karena resiko nyawa dirinya atau orang lain, menjadi taruhannya. Puncak keberhasilan seorang sopir cabai pedas adalah, sampai di tujuan tepat waktu. Tidak boleh terlambat sedikitpun. Sebuah disiplin yang tidak mudah dicapai. Sebuah golongan orang yang punya karakter tersendiri. Makna dari catatan sederhana ini adalah : Pertama, bahwa mobilitas manusia kadang harus harmoni dengan alam semesta dan isinya. Mengirim Cabai Jember-Jakarta, atau bahkan kadang Jember sampai Palembang dengan tempo waktu yang terukur adalah hubungan harmonis antara cabai yang baru dipetik untuk sampai pada konsumen yang mau menggunakan. Begitu harmoni itu gagal dilakukan, maka cabai menjadi busuk dan konsumen tidak mampu menikmati cabai, atau bahkan bisa sakit kalau harus makan cabai busuk. Kedua, orang sering lupa dan meremehkan harmoni kehidupan ini. Betapa hidup ini tidak bisa memikirkan dirinya sendiri. Hanya perkara sepele cabai saja yang ujung-ujungnya untuk sambal sebagai kenikmatan makanan, terjadi kerjasama harmonis antara petani penanam, juraganm sopir hingga pedagang di pasar. Sebuah nilai sederhana, tetapi sering kita abaikan. Betapa kita para penikmat sambal mengabaikan peran-peran mereka. Ketiga, Dalam konteks kehidupan sehari-hari “ilmu harmoniâ€� sopir cabai di univesitas kehidupan adalah pelajaran sederhana tetapi penting, bahwa hidup itu harus ada aturan, saling memahami dan mengerti, saling taat di wilayah masing-masing. Keringat-keringat mereka adalah yang menyuburkan alam semesta. Bahkan butir keringat itu semoga menjadi butiran-butiran tasbih untuk mendekat kepadaNya dengan cara yang berbeda. Harmoni alam semesta – manusia, akan abadi dengan memahami mekanisme kehidupan ini. Dan rusaknya kehidupan adalah ketika orang “menabrakâ€� keharusan proses dengan cara-cara yang â €œmemotong kompasâ€� proses. Dan itulah dosa para koruptor. Kita bisa belajar pada alam semesta untuk menemukan kejernihan, termasuk belajar pada kegigihan sopir cabai pedas. ****
Posted on: Mon, 11 Nov 2013 15:56:48 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015