Jokowi dan Abraham Samad: Komunikasi Massa dalam Strategi Politik - TopicsExpress



          

Jokowi dan Abraham Samad: Komunikasi Massa dalam Strategi Politik PDIP Jokowi alias Joko Widodo tengah digiring menjadi calon presiden - sekali lagi calon presiden, baru calon. Namun ada hal yang baru terkait pencalonan Jokowi ini. PDIP melakukan strategi politik komunikasi massa paling jempolan sejak tahun 1999. Semenjak kekalahan yang kedua kalinya Megawati Soekarnoputri melawan SB Yudhoyono untuk meraih kursi kepresidenan, kendali informasi dipegang oleh Pramono Anung dan Tauifiq Kiemas. Intensitas penguasaan itu meliputi sekitar 80 % pernyataan terkait berbagai isu politik yang menyangkut masalah bangsa. Di tengah dua orang tersebut ada satu lagi Tjahyo Kumolo yang juga ditugasi oleh Megawati dan Taufiq Kiemas untuk berbicara ke publik. Selain itu juga dimunculkan secara sengaja dan terukur Ganjar Pranowo untuk berbicara dalam berbagai kesempatan. Namun menjelang pemilu 2014 ini, sejak bulan Maret, tampak ada pergeseran tentang siapa yang akan berbicara mengenai isu politik. Puan Maharani mulai tampil ke permukaan. Apakah makna tampilnya Ketua Fraksi PDIP DPR RI ini dalam konteks pencapresan Jokowi dan perkembangan mengenai kemungkinan cawapres dari PDIP mendampingi Jokowi? Jika diamati, PDIP melakukan strategi ‘pematangan’ terhadap Puan Maharani untuk tampil menghadapi media dan publik. Pramono Anung dan Tjahyo Kumolo untuk sementara mengurangi intensitas berbicara ke publik dan posisi mereka dialihkan - sesuai dengan kebijakan Megawati - kepada Puan Maharani. Untuk itu, Puan Maharanila sengaja ditampilkan ke publik. Contoh paling nyata adalah terkait dengan wacana pencalonan JK untuk mendampingi Jokowi, jauh hari sebelum Megawati menyampaikan signal mendukung pencapresan Jokowi Jum’at (5/9/2013). Puan menyatakan bahwa JK dalam kapasitas apa, pribadi atau Golkar karena Golkar sudah punya calon Aburizal Bakrie. Tampak di sini ‘setengah’ kematangan politik Puan nampak. Apa yang dilakukan Akbar Tandjung sebenarnya adalah ingin mendapatkan ‘tanggapan’ tentang apakah PDIP akan mencalonkan Jokowi. Akbar Tandjung melakukan pancingan. Hasilnya, Puan - dan juga Megawati - terjebak dalam reaksi menanggapi JK dan ‘membiarkan dan mengaminkan secara tak langsung bahwa PDIP memang akan mencalonkan Jokowi sebagai capres. Akbar Tandjung tahu bahwa Puan Maharani telah melakukan komunikasi politik dengan Megawati dan Puan sendiri memiliki peran sebagai juru bicara PDIP. Pernyataan berikutnya terkait dengan pernyataan Gerindra yang meminta PDIP untuk tak mencalonkan Jokowi. Pernyataan itu ditanggapi oleh Puan Maharani dengan tegas dengan menyatakan PDIP tak memiliki kewajiban mendukung Gerindra. Padahal semua tahu bahwa pada tahun 2009, PDIP alias Megawati membuat kesepakatan politik untuk mendukung Prabowo sebagai capres. PDIP telah menyiapkan jawaban bahwa dukungan itu berlaku jika Megawati maju menjadi capres, namun perkembangan politik dengan adanya Jokowi telah ‘membatalkan’ kesepakatan itu dengan pernyataan bahwa Mega tidak maju. Suatu jawaban politis PDIP yang cerdas. Puan Maharani pun pada kesempatan terakhir penutupan Rakernas III PDIP hari ini membacakan 17 Rekomendasi PDIP, salah satunya terkait pencapresan dan pewapresan dari PDIP di mana tampak Puan Maharani tengah dimatangkan dan ditampilkan untuk meneruskan darah sang Godfather Taufiq Kiemas. Terkait komunikasi politik PDIP tersebut, sebenarnya siapa di balik stretegi politik terkait komunikasi kepada public tersebut? Tampaknya, sepeninggal Taufiq Kiemas, PDIP mendekati para pakar komunikasi politik dan lembaga komunikasi publik - termasuk melawan lembaga survei. PDIP pun tak memercayai begitu saja lembaga survei. Kesadaran PDIP tentang perlunya menang secara mutlak pada pileg dan pilpres 2014 dengan konsolidasi dan pemenangan agar KPU tidak melakukan kecurangan - karena KPU cenderung memihak pemenang seperti kasus 2004 dan 2009 dalam kasus Anas dan Andi Nurpati. PDIP tak mau kecolongan dan akan mengawal dengan baik pemilu 2014. PDIP untuk kali ini dengan cerdas memainkan isu Jokowi dan mengerek dan mengedepankan Puan Maharani - suka atau tidak suka Megawati tengah menyiapkannya ke kepemimpinan politik nasional tahun 2019 nanti. Langkah PDIP dalam melakukan komunikasi politik dengan ‘mematangkan’ Puan Maharani dan menyimpan Pramono Anung, Tjahyo Kumolo untuk memberikan pernyataan politis adalah langkah cerdas Megawati dan PDIP. PDIP tampaknya akan mencalonkan Abraham Samad mendampingi Jokowi, sementara Puan Maharani disiapkan kepemimpinan untuk masa mendatang.
Posted on: Sun, 08 Sep 2013 16:40:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015