KABINET ALI SASTROAMIDJOJO (Juli 1953-Juli 1955) Ali - TopicsExpress



          

KABINET ALI SASTROAMIDJOJO (Juli 1953-Juli 1955) Ali Sastroamidjojo (PNI) tidak mengikut sertakan Masyumi dan PSI dalam kabinetnya, tetapi memasukkan 2 orang PKI dan Mohammad Yamin. Walaupun Mohammad Yamin tidak berpartai tetapi memiliki karakter radikal. Kabinet ini tidak dapat konsentrasi pada program-program pembangunan karena lebih berkonsentrasi pada pemenangan Pemilu. Kabinet memperluas birokrasi demi keuntungan PNI. Dilakukan program-program “pengindonesiaan” ekonomi dengan membantu pengusaha pribumi, namun malah makin banyak perusahaan “Ali-Baba” (Indonesia-Cina)sss yang sebenarnya merupakan perusahaan milik Cina yang pinjam nama pribumi. Banyak terjadi skandal korupsi yang dilakukan oleh angguta PNI. Harga-harga yang relatif stabil pada pemerintahan sebelumnya menjadi tidak stabil pada saat pemerintahan ini berkuasa dengan naiknya tingkat inflasi dengan dampak ikutannya. Penyelundupan makin merajalela yang banyak melibatkan satuan militer. Kebobrokan ini dikecam oleh PKI yang kemudian diredam oleh PNI dengan imbalan memberikan “perlindungan” kepada PKI. Strategi baru PKI untuk menarik simpati rakyat adalah mengubah sikapnya yang militan dan radikal menjadi sikap yang konstitusional, malahan anggauta SOBSI yang sebelumnya banyak melakukan pemogokan menuntut kenaikan upah, sekarang menggagalkan pemogokan yang dilakukan oleh Serikat Buruh PSI. Perekonomian, sistem politik dan negara mulai terpecah karena para politisi hanya mementingkan siasat-siasat yang menguntungkan mereka sendiri. Kaum muslim Aceh mencela kehidupan yang mapan di Jakarta sebagai tidak beriman dan tidak pantas. Tokoh Aceh, Daud Beureu’eh menolak tawaran untuk menduduki jabatan tinggi di Jakarta dan memilih tetap berada di Aceh. Selama orang-orang Masyumi duduk di pemerintahan, dia berdiam diri, namun diam-diam, pada bulan Mei 1953, dia melakukan kontak dengan tokoh Darul Islam, Kartosuwiryo, di Jawa Barat. Dengan tidak adanya angauta Masyumi yang duduk dalam kabinet Ali Sastroamidjojo, Daud Beureu’eh curiga akan kemungkinan ditangkapnya para pemuka Aceh. Pada tanggal 19 Desember 1953, Daud Beureu’eh dan para ulama yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) melakukan pemberontakan dan memproklamirkan bahwa Aceh menjadi bagian dari Darul Islam. Pemberontakan serupa terjadi pula di Sulawesi Selatan. Dengan kesepakatan negara-negara Kolombo (Indonesia, India, Pakistan, Sri Langka, Birma), akan diadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada bulan April 1955. Menjelang Konferensi Asia-Afrika, hubungan diplomatik antara Indonesia-RRC pada bulan Mei 1954, ditingkatkan dengan hubungan perdagangan dan perjanjian kewarga-negaraan ganda, yaitu bahwa orang-orang Cina di Indonesia boleh memilih warga negara Cina atau Indonesia. Sementara itu, perundingan dengan Belanda tidak memperoleh hasil yang signifikan. Yang dicapai hanyalah pembatalan Uni-Indonesia Belanda, tetapi tidak mengenai masalah Irian Barat. Dalam parlemen, fraksi Masyumi mengajukan mosi tidak percaya pada kabinet Ali Sastroamidjojo, namun tidak berhasil. Untuk memperkuat posisi pemerintah, Ali Sastroamidjojo berpendapat bahwa dibutuhkan kerja-sama dengan PKI. Terselenggaranya Konferensi A-A dengan baik telah menaikkan prestise Sukarno dan Ali Sastroamidjojo di mata dunia sebagai pemimpin dunia Asia-Afrika. Komunike akhir dari Konperensi A-A itu adalah mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat. Setelah Konperensi A-A berakhir, para politisi mengerahkan tenaga dan fikiran untuk pemenangan Pemilu. Yang menakjubkan adalah pesatnya perkembangan keanggautaan PKI berkat “inovasi’ Aidit yaitu menyembunyikan identitas doktrin Marxisme dan Leninisme untuk sementara (identitas proletar dan militansi) dan menggantinya dengan janji-janji perbaikan nasib, perbaikan infrastruktur, sekolah, perumahan, bendungan, wc-kamar mandi umum dan sebagainya. Dengan demikian dapat menunjukkan kepada masyarakat sebagai organisasi yang lunak dan tidak menunjukkan kekerasan. Selama pemilu, NU, PNI dan PKI memilih menahan diri untuk tidak saling melontarkan kecaman-kecaman keras dan mengalihkan serangan bersama kepada Masyumi. Masyumi melakukan serangan-serangan yang bersifat anti komunis. Begitulah strategi PKI dengan penghimpunan massa sebesar-besarnya untuk mencapai kekuasaan melalui parlemen secara konstitusional yang damai, sehingga tidak perlu melakukan ’perebutan” kekuasaan secara kekerasan. Sementara itu pihak militer yang merupakan lawan PKI berusaha menyelesaikan pertikaian mereka dan melakukan rujuk untuk melupakan peristiwa 17 Oktober 1952 dengan mensepakati “Piagam Persatuan” yang dihadiri oleh 270 orang perwira. Persatuan korps perwira itu ternyata rapuh karena tidak hadirnya Nasution yang mempunyai banyak musuh dikalangan militer. Pengangkatan Kepala Staf Angkatan Darat yang baru oleh Kabinet Ali Sastroamidjojp pada tanggal 27 Juni 1955, ditentang oleh para perwira Angkatan Darat yang didukung oleh partai-partai oposisi. Karena mosi tidak percaya NU, kabinet Ali Sastroamidjojo jatuh pada tanggal 24 Juli 1955 (5.10.2013)
Posted on: Sat, 05 Oct 2013 10:05:33 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015