======{KAULAH BINTANGKU}======Part18 CREATED BY : - TopicsExpress



          

======{KAULAH BINTANGKU}======Part18 CREATED BY : @ChelGasLoversAd !NoBully! !GaSuka?GaUsahBaca! Sorry klo jelek.. Chelsea merebahkan kepalanya dipundak Difa beberapa saat setelah Difa menyelesaikan lagu itu. Malam itu, setelah pertengkaran yang terjadi antara Chelsea dan Bagas selesai, Difa langsung membawa Chelsea pergi ke Bukit. Disana Difa berusaha menghibur Chelsea. Meskipun sulit untuk membuat Chelsea tersenyum apalagi tertawa, tapi Difa tetap berusaha. Difa merasa sama sekali tidak tahan jika terus-terusan melihat Chelsea seperti ini. Dan apapun akan Difa lakukan untuk bisa membuat Chelsea tersenyum lagi, tertawa lepas lagi. Difa melepaskan gitarnya lalu memeluk pundak Chelsea erat, berusaha menguatkan hatinya yang saat ini benar-benar rapuh dan nyaris remuk. Difa menghelakan nafas panjangnya lalu mendorong pelan kepala Chelsea hingga bersandar pada dada bidang miliknya. Difa mengusap pundak Chelsea beberapa kali, “menangislah, Chel. Menangis sekuat lo mampu, menangis sampe lo bener-bener lelah, gue akan selalu ada disamping lo buat menguatkan lo…” Isak tangis yang sejak tadi berusaha Chelsea tahan akhirnya pecah juga. Dalam pelukan Difa, Chelsea menumpahkan segala tangisan juga kesakitan yang beberapa hari terakhir ini membuatnya sulit untuk bernafas. “gue harus gimana, Dif? Gue udah salah banget sama Bagas, gue udah nyakitin dia. Bagas nggak tau apa-apa, tapi kenapa gue malah kejam banget sama dia? Hiks… hiks.. gue jahat Dif, gue jahat, gue nggak pantes dimaafin” ujar Chelsea disela-sela isakkannya dengan susah payah. Difa menggeleng beberapa kali, “nggak, nggak, lo nggak salah Chel, lo nggak kejam, dan lo juga nggak jahat. Semua apa yang lo lakuin ini Cuma semata-mata demi kebahagian Tante Via, lo nggak jahat. Percaya sama gue, ada sesuatu yang indah dibalik semua ini. Karna kita semua nggak pernah tahu apa rencana Tuhan. Kelak, lo akan bahagia, percaya sama gue, lo Cuma tinggal tunggu waktu lo aja. Anggep semua ini ujian dalam hubungan lo sama Bagas…” Tangisan Chelsea bukannya reda tapi malah semakin menjadi-jadi. Ada sebuah perasaan ngilu yang Difa rasakan jauh dilubuk hatinya yang terdalam saat melihat Gadis yang sangat ia cintai menangis seperti sekarang ini. Jika bisa, rasanya Difa ingin sekali menukar semua kesakitan Chelsea saat ini dengan kebahagiaan. Sungguh, Difa benar-benar tidak kuat melihat Chelsea berada dalam kondisi sesakit seperti sekarang ini. “tapi lo musti inget, Chel! Masih ada gue yang akan selalu disamping lo, gue nggak akan biarin lo nanggung semua ini sendirian, nggak akan, dan lo juga musti tahu—“ Difa menggantungkan kalimatnya. Ia melepaskan pelukannya dari Chelsea lalu memegang kedua pundak Chelsea. Difa tersenyum pada Chelsea, ia mengangkat dagu Chelsea hingga wajah Chelsea tegak menghadap wajahnya. Kedua mata mereka bertemu. Difa menatap Chelsea dengan pandangan yang begitu meneduhkan. Setelah cukup lama saling memandang, Difa mengalihkan pandangannya keatas langit. Senyum diwajah Difa semakin melebar, “lo juga musti tahu, bahwa bintang-bintang itu masih bersinar dengan terang dan mereka akan selalu tersenyum buat lo” Chelsea mengikuti arah pandangan Difa. “jadi lo nggak sendirian, Chelsea. Dan nggak akan pernah sendirian…” ^_^ Sepulangnya dari rumah Chelsea, Bagas langsung memasuki kamarnya. Dengan emosi yang sudah meluap hebat dan telah sampai pada puncak klimaks, Bagas memberantakkan semua barang-barang yang ada dikamarnya. Bagas melempar dan membanting apa saja yang ada dihadapannya. Bahkan Bagas tidak segan-segan menghantam kaca lemarinya hingga pecah. Darah segar menetes dari tangan sebelah kiri Bagas. Setelah cukup puas membuat onar didalam kamarnya dan melukai dirinya sendiri, Bagas terduduk lemah didepan ranjangnya. Dan Bagas yang seumur-umur pantang untuk meneteskan air mata akhirnya hari ini meneteskan air mata juga. Bagas membiarkan darahnya menetes begitu saja tanpa sedikitpun memperdulikan kondisi tangannya yang sudah benr-benar sangat parah. Bagas telah mati rasa. Sedikitpun ia tidak bisa merasakan rasa sakit yang kini menderanya. Luka yang Chelsea berikan terlalu menyakitkan hingga membuatnya mati rasa. Jauh didasar hatinya yang terdalam, Bagas mulai merasakan sebuah penyesalan. Ia menyesal telah jatuh cinta pada Chelsea. Bi Ningsih –Pembantu dirumah Bagas- yang merasa bahwa Bagas sedang melakukan hal tidak terduga didalam kamarnya langsung memutuskan untuk menelpon seseorang. Bi Ningsih benar-benar cemas pada Tuan Mudanya itu. Apalagi sekarang Mama Bagas sedang melakukan kunjungan kerja ke Maroko. Dari pada menelpn Nyonya besarnya dan membuat Nyonya besarnya cemas lebih baik Bi Ningsih menghubungi seseorang yang saat ini Bagas sangat butuhkan. Ya… Siapa lagi seseorang yang sangat butuhkan selain Chelsea. Selama 2 bulan belakangan ini Chelsea memang sering kerumah Bagas. Bahkan tanpa Bagaspun Chelsea sering datang sendiri. Mama Bagas dan Bi Ningsih sudah sangat mengenal Chelsea dengan baik. Bi Ningsih tentu tidak akan mampu mengatasi Bagas sendiri. Bi Ningsih butuh Chelsea, dan Chelsea harus datang sesegera mungkin sebelum Bagas tindakan-tindakan nekad yang nantinya akan melukainya. Buru-buru Bi Ningsih berlari kemeja telfon. Ia membuka buku telfon dan mencari nomer handphone Chelsea yang sudah dicatat oleh Mama Bagas. Beberapa saat setelah menemukan nomer Handphone Chelsea, Bi Ningsih langsung menghubunginya tanpa berfikir panjang lagi. “hallo Non Chelsea, tolongin Bibi Non. Den Bagas Non…..” ^_^ Sekitar 10 menit kemudian tibalah Chelsea dirumah Bagas. Chelsea datang sendiri tanpa Difa. Sebenarnya tadi Difa bersikeras untuk ikut bersama Chelsea, tapi setelah mati-matian menolak, akhirnya Difa membiarkan Chelsea pergi sendiri tanpa dirinya. “Bagas kenapa, Bi?” Tanya Chelsea yang sudah sangat cemas dengan kondisi Bagas saat Bi Ningsih baru saja membukakan pintu untuknya, “Bibi juga nggak tau, Non. Tadi pas pulang Den Bagas langsung masuk kamar, terus kayaknya Den Bagas membanting semua barang-barang yang ada dikamarnya” Chelsea tidak berkata apa-apa lagi. Ia langsung berlari memasuki rumah Bagas dan mencari kamar Bagas. Setelah tiba didepan sebuah kamar yang adalah kamar Bagas, Chelseapun memasuki kamarnya tanpa mengetok pintu terlebih dahulu. Ternyata pintu kamar Bagas tidak terkunci, dan memang itulah yang Chelsea inginkan. Rasa cemas Chelsea semakin memuncak ketika melihat Bagas yang saat itu terduduk sambil menunduk dalam didepan ranjang dengan darah yang terus menetes dari tangannya. Chelsea membekap mulutnya sendiri. Tidak lama Chelsea berjalan cepat kearah Bagas dan menghampirinya. “Bagas??” ujar Chelsea cemas sembari duduk disamping Bagas. Chelsea meraih tangan Bagas yang sudah bersimbah darah. Saat itulah air mata Chelsea kembali menetes. Entah untuk yang keberapa kalinya. “tangan lo…” Tiba-tiba Bagas menarik tangannya dari genggaman Chelsea tanpa mengucapkan sepatah kalimatpun. Bagas menatap kedepan dengan pandangan kosong yang amat dingin. “Bi… Bi Ningsih, tolong ambilin kotak obat Bi, sekarang!!” “baik Non…” jawab Bi Ningsih yang sejak tadi berdiri didepan pintu kamar Bagas. Bi Ningsihpun berlari dengan terburu-buru untuk mengambil kotak obat. “dasar banci!! Cuma gara-gara putus cinta lo rela kayak gini. Lo nggak gentle tau nggak Gas?” cibir Chelsea dengan sangat sinis. Kali ini Bagas mengalihkan tatapan tajamnya pada Chelsea. Beberapa saat kemudian, Bagas langsung tersenyum meledek, “gue banci? Gue nggak gentle? Itu semua gara-gara lo, Chelsea! Lo fikir cowok mana yang nggak gila kalo cewek yang sangat dia cinta lebih dari apapun malah mutusin dia gitu aja tanpa alasan yang jelas??” Chelsea langsung bungkam seketika. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Dalam hati Chelsea menyadari bahwa semua ini adalah mutlak kesalahannya. Chelsea menunduk dalam. Berusaha mencari kalimat yang tepat untuk membalas perkataan Bagas. Seandainya Chelsea bisa melakukan sesuatu saat ini juga. Tapi apa yang bisa Chelsea lakukan? Tidak, Chelsea tidak bisa melakukan apapun. Kebekuan yang terjadi antara Bagas Chelsea langsung mencair seketika saat Bi Ningsih memasuki kamar Bagas dengan membawakan kotak obat yang tadi Chelsea minta. Setelah menyerahkan kotak obat itu pada Chelsea, Bi Ningsih langsung keluar. Chelsea membuka kotak obat itu, ia mengambil secarik kapas lalu meneteskan beberapa tetes obat merah pada secarik kapas itu. “tangan lo!” kata Chelsea dingin. Tapi Bagas bergeming dan malah membuang mukanya. Enggan melihat Chelsea. Chelsea menghelakan nafas beratnya. Tanpa berfikir panjang lagi Chelsea langsung meraih tangan Bagas dengan paksa. Tidak peduli sekuat apapun Bagas menolaknya, Chelsea tetap bersikeras. Ia menggenggam kuat pergelangan tangan Bagas lantas membersihkan luka Bagas dengan secarik kapas yang tadi ia teteskan dengan beberapa tetes cairan obat merah. Chelsea tidak berkata apapun, begitupun dengan Bagas. Bahkan kali ini Bagas tidak melakukan perlawanan apapun. Ia menerima begitu saja apapun yang Chelsea lakukan dengan tangannya. Dalam hati Chelsea kembali merasa sangat bersalah. Dia tidak hanya melukai Bagas, tapi ia juga telah membuat Bagas melukai dirinya sendiri hingga seperti ini. Chelsea menyesali diri. Apa memang seharusnya Chelsea menjelaskan semuanya pada Bagas? Tapi bagaimana jika Bagas tidak mau mengerti dan malah berbalik membencinya? Dengan cekatan dan penuh perhatian, Chelsea membalut luka Bagas dengan perban. 5 menit kemudian akhirnya luka pada tangan Bagas telah terbalut sempurna oleh perban. Chelsea menghela nafas leganya meskipun perih itu kembali ia rasakan, berhembus bersama nafasnya, menguap bersama segala kesakitannya. Chelsea terduduk disebelah Bagas. Ia memeluk lututnya seerat mungkin lalu mengikuti arah pandangan Bagas yang penuh dengan kekosongan. Hampa. “apa yang bisa gue lakuin buat bisa nebus kesalahan gue?” “lo ngerasa bersalah aja udah bagus” sahut Bagas cepat. perih itu lagi-lagi mencabik jantung Chelsea. Sebulir air matanya menetes pelan. Chelsea menunduk dalam. Ia berfikir keras bagaimana harus menjelaskan semuanya pada Bagas tanpa harus mengecewakannya apalagi menyakitinya. Hingga beberapa lama Chelsea berfikir ia tidak juga menemukan sebuah jawaban. Dan pada akhirnya, sampailah Chelsea pada sebuah keputusan final. Keputusan final yang mungkin akan semakin menjerumuskannya lagi. “satu hal, Gas yang belakangan ini baru gue sadari—“ Chelsea memotong ucapannya sejenak untuk menghela nafas dan lebih mengumpulkan keberaniannya, “gue…. Sama sekali nggak bisa—“ ada sesuatu yang terasa mengganjal dihatinya, menghimpit dadanya hingga menyebabkan sesak yang tertahankan. Bagas masih menatap hampa kedepan. Belum tertarik sama sekali dengan apa yang akan Chelsea ucapkan padanya. Sementara air mata Chelsea semakin deras menetes. Inilah saat yang paling memberatkan dalam hidupnya tapi harus tetap ia hadapi bagaimanapun caranya. “gue nggak bisa mencintai seseorang yang membenci Mama gue…” kata Chelsea pada akhirnya. Kalimat yang paling pantang itu akhirnya Chelsea keluarkan juga setelah mati-matian melawan hatinya. Bagas melirik cepat kearah Chelsea. Apa yang baru saja Chelsea ucapkan? Bagas tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti. “maksud lo?” Chelsea balik menatap Bagas dengan linangan air mata yang semakin deras menetes membasahi kedua pipi chubby nya. Ditengah lautan air mata yang membanjiri wajahnya, Chelsea masih bisa menyunggingkan sebuah senyuman. Senyum kepedihan yang telah menghantarkannya pada sebuah kehancuran. “lo benci kan sama calon Mama tiri lo?” Chelsea meraih kerah baju Bagas lalu meremasnya dengan kuat. Detik ini juga, pertahanan Chelsea telah rubuh, rubuh dalam hitungan detik saja. “calon Mama tiri lo adalah Mama gue, Bagas Rahman. Gimana gue bisa mengatakan bahwa gue, cewek yang katanya sangat lo cintai lebih dari apapun adalah anak kandung dari Sivia Azizah yang sangat lo benci itu, gue anaknya, darah dagingnya. Dan gue, adalah CALON SAUDARA TIRI LO….” Kata Chelsea dengan suara serak. Dan hatinya semakin teriris saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Kalimat terakhir itu, bagaikan sebuah sembilu yang telah mengiris hatinya dan menghancurkan segala harapannya juga mimpinya tentang Bagas selama ini. Dan ketika Chelsea telah berhasil meraih mimpi itu –Bagas- ia malah harus melepaskannya begitu saja dari genggaman karna sebuah kenyataan yang memilukan. Dalam hati Bagas meronta putus asa. Ucapan yang baru saja Chelsea ucapkan padanya seakan menjelma menjadi sebuah pukulan yang telah memukul telak jantungnya hingga remuk. Pegangan Chelsea pada kerah baju Bagas mulai melemah, bahkan tanpa ia sadari, Chelsea menjatuhkan kepalanya tepat didada Bagas. Bagas membisu dalam keheningan. Jantungnya terlalu remuk untuk bisa ia tata. Dan kenyataan ini telah benar-benar membungkam mulutnya. Bahkan Bagas sama sekali tidak peduli saat Chelsea menangis terisak dalam dekapannya. Tidak sedikitpun Bagas berusaha untuk menenangkannya, tidak sama sekali. Bagas mengepalkan tangan kanannya sekuat mungkin. Ia marah pada semuanya. Marah pada kenyataan yang menurutnya sangat tidak adil ini, marah pada Takdir Tuhan yang seakan tidak pernah berpihak padanya, marah pada dirinya sendiri, dan marah pada semua hal yang telah mengusik ketenangan dan kebahagiaannya. Dan tiba-tiba saja Bagas mendorong Chelsea dari dekapannya. Chelsea yang limbung berusaha sebisa mungkin agar tidak terjatuh tepat dihadapan Bagas. Lalu tanpa melihat Chelsea sedikitpun, Bagas berkata, “sekarang pergi lo dari rumah gue” “Gas—“ “PERGI!! GUE BILANG PERGI, SEKARANG!!” Bagas telah mengusirnya, bahkan tanpa sedikitpun menatapnya. Sekarang Chelsea tau bagaimana Bagas yang sesungguhnya, ternyata semua dugaannya tepat tanpa meleset sedikitpun. Bagas sudah membencinya, bukan hanya membenci, tapi sangat membencinya. Tanpa berkata apa-apa lagi Chelsea bangkit dari sisi Bagas lalu berlari meninggalkan Bagas bersama perasaannya telah hancur. Sebelumnya, Chelsea tidak pernah merasa sehancur seperti sekarang ini. Berakhir, semuanya telah benar-benar berakhir. Akhir kisah ini ternyata tidak seindah seperti apa yang terfikirkan oleh Chelsea selama ini. Kenyataan ini telah benar-benar melemparkannya dan menghempaskannya pada jurang keputusasaan. Chelsea tersesat dalam kegelapan. Ia tidak menemukan setitikpun cahaya lagi. Semuanya gelap, benar-benar gelap. Dunia Chelsea sudah menghilang, dan saat ini yang Chelsea butuhkan hanya satu hal saja, Bintang penjaga hatinya. ^_^ Bagas mengetok pintu rumah Papanya dengan tidak berperasaan. Jarum jam sudah menunjukan pukul dua puluh tiga lewat. Bagas tidak peduli dengan keributan yang nantinya akan dia sebabkan tengah malam begini. Yang Bagas tahu saat ini hanya satu, ia harus segera menemui Papanya dan menuntut semua kebahagiaannya yang selama ini telah Papanya renggut dari hidupnya dengan segala keegoisannya. “Den Bagas…” ucap seorang Pembantu dirumah Papa Bagas saat membukakan pintu untuk Bagas . “PAPA MANA??” Teriak Bagas dengan luapan emosi yang sudah tidak kuasa lagi ia tahan. “Tuan, Tuan ada—“ sebelum Bi Imah menyelesaikan ucapannya, Bagas buru-buru memasuki rumah hendak mencari keberadaan Papanya. Dan tepat ketika Bagas memasuki ruang tengah, saat itulah Alvin turun dari anak tangga dengan mengenakan piamanya. Merasa ada yang mengusik tidurnya malam ini, Alvin buru-buru keluar dari kamarnya untuk melihat siapa yang sudah lancang membuat keributan dirumahnya malam-malam begini. Dan ternyata pembuat keributan itu adalah Bagas,Putera sulungnya sendiri. “kamu ada apa Gas bikin keributan malam-malam begini? Apa kamu tidak tahu ini sudah jam berapa?” Bagas menatap Alvin dengan tatapan tajamnya. Kilat dimata Bagas yang benar-benar menyiratkan sebuah kemarahan besar membuat Alvin bertanya-tanya. Apa yang telah membuat anaknya terlihat marah seperti itu? Bagas berjalan cepat lebih mendekat kearah Papanya. Ketika Bagas sudah berdiri dengan tegak dihadapan Papanya, kemarahannya langsung pecah seketika. “udah puas Papa ngerebut semua kebahagiaan aku, Pa? UDAH PUAS?” Bentak Bagas. “maksud kamu apa, Gas?” Alvin tak paham. Bagas tersenyum miris, ia membuang mukanya sejenak lalu kembali menatap Papanya dengan pandangan menantang. “pertama, Papa ngerebut kebahagiaan aku dengan menceraikan Mama yang kita semua tahu sangat mencintai Papa bahkan sampai detik ini, dan sekarang, Papa ngerebut lagi kebahagiaan aku? Nanti apa lagi, Pa? APA??” “Ngerebut kebahagiaan kamu?? Kebahagiaan mana yang kamu maksud??” “Agatha Chelsea, Pa. Anaknya Tante Sivia yang sangat Papa puja-puja itu, yang katanya adalah calon isteri Papa, dia itu pacar aku, Pa. Aku sangat mencinta dia….” “APA??” “Iya, Pa. dan asal Papa tau, Chelsea itu cinta pertama aku. Sejak kehadiran dia dihidup aku, aku jadi paham arti kehidupan yang sebenernya itu kayak apa. Awalnya aku berfikir, bahwa dunia ini dan seluruh isinya itu semua busuk, tidak ada artinya sama sekali, tapi semuanya berbeda saat Chelsea hadir dihidup aku dan membuat segalanya menjadi indah dan terasa sangat mudah. Dan Papa juga harus tahu, saat ini aku nggak akan ngalah lagi, apapun yang terjadi aku tetap mempertahankan Chelsea disisi aku, dan Papa atau siapapun itu nggak akan bisa menghentikan aku lagi…. Nggak akan pernah, Pa” “Bagas, kamu tidak bisa seperti itu. Pernikahan Papa dan Tante Sivia sudah dipersiapkan. Mana mungkin kamu bisa berpacaran dengan saudara kamu sendiri, Chelsea itu calon Adik tiri kamu, Bagas…” “AKU TIDAK PEDULI! Yang aku tahu aku sangat mencintai dia. Aku bersumpah, Pa, aku nggak akan mengalah lagi buat Papa, buat semua keegoisan Papa selama ini. Cukup Mama yang Papa buat menderita selama 2 tahun terakhir ini, cukup Pa…” “Papa tidak akan membiarkan kamu begitu saja. Apapun yang terjadi kamu tetep anak Papa yang hidup dibawah kendali Papa” Bagas tertawa mencibir, “oh ya? Inget Pa, hari ini aku sudah bersumpah dihadapan Papa, dan aku nggak akan perna ngelanggar sumpah yang sudah aku buat sendiri. Aku pastikan, Chelsea akan jadi milik aku, dan aku juga akan pastikan—“ Bagas lebih mendekatkan dirinya kearah Papanya, “Mama akan dapatkan kebahagiaannya lagi, aku bersumpah, Pa…” ujar Bagas, tapi kali ini dengan nada yang lebih pelan lagi. Alvin bergetar mendengarkan apa yang baru saja Bagas tuturkan. Seumur hidupnya Alvin tidak pernah menyangka bahwa Bagas akan seberani ini padanya, bahwa darah dagingnya sendiri akan menantangnya dengan cara seperti ini. Apa semua ini karma dari keegoisannya selama ini? Setelah merasa cukup menumpahkan segala yang mengganjal dihatinya, Bagas berbalik lalu pergi dari rumah Alvin tanpa sedikitpun menoleh kebelakang. Malam ini Bagas telah bersumpah dihadapan Papanya. Dan Bagas berjanji tidak akan pernah melanggar sumpahnya itu. Semuanya telah dimulai hari ini. Bagas telah memilih untuk bertahan, dan Bagas akan berusaha atas pilihannya itu…. Next? #MinShan
Posted on: Sun, 01 Sep 2013 12:56:35 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015