KESESATAN DIBALIK PEMBAGIAN TAUHID ULUHIYAH & RUBUBIYAH Wahabi - TopicsExpress



          

KESESATAN DIBALIK PEMBAGIAN TAUHID ULUHIYAH & RUBUBIYAH Wahabi membagi-bagi tauhid menjadi dua atau tiga. Yaitu “Uluhiyah, Rububiyah dan Asma’ wa Shifat” setelah mereka bagi lalu mereka definisikan tauhid itu dengan sesuka hatinya. Menurut mereka, bertauhid “RUBUBIYAH” itu adalah: “Kita wajib meyakini, yang menciptakan ‘alam ini hanya satu tuhan yaitu Allahf. Maka bagi orang yang tidak meyakiniNya adalah kafir.” Sedangkan bertauhid “ULUHIYAH” adalah: “Menunggalkan Allahk dalam ibadah.” Maka siapa yang bertawasul kepada Rasulullah ` atau Wali Allahf adalah kafir. Sebab mereka tidak lagi menunggalkan-Nya. Bagi mereka, ta’zim (Penghormatan) itu adalah bagian dari ibadah. Dari dua istilah ini (Uluhiyah dan Rububiyah), mereka mulai menggunakan bahasa-bahasa baru untuk mengkafirkan golongan lain yang bukan golongannya. Sehingga mereka menganggap kafir setiap orang yang tidak sefaham dengannya. Begitulah cara pandang “IBNU TAIMIYAH”, Imam besar dalam Mazhab Wahabi itu. (Agar tidak menjadi fitnah maka, lihatlah “kitab ibnu taimiyah, yaitu:. “Minhaj sunnah Hlm 62”. “Risalah ahli sifat hlm 34”. Fatawanya juz, 1 hlm, 219. Juz 2 hlm 275). Dan diikuti cara itu, oleh IBNUL QAYYIM, MUHAMMAD BIN WAHAB dan seluruh pengikutnya hingga saat ini. Makanya di zaman Muhammad bin Abdul Wahab dahulu terjadi puncak dan finalnya, yaitu dia memerangi umat islam di wilayah ‘Arab, karena dia mengkafirkan umat tersebut. Bahkan disebutkan oleh Al-Hafizh Ahmad Al Ghumari dalam kitabnya, Ju’nat al ‘Aththar. Mereka menyembelih Syekh Abdullah al Zawai, guru para ulama Mazhab Syafi’I t, sebagaimana layaknya menyembelih kambing. Padahal usia beliau sudah di atas 90 tahun. Mertua Syekh al-Zawai yang juga sudah memasuki usia senja juga mereka sembelih. Ini disebutkan oleh Muhammad Idrus Ramli dalam bukunya. Dimanakah salah Wahabi itu ??? Kesalahan mereka adalah: Mentauhidkan orang-orang kafir dan mengkafirkan orang orang yang bertauhid. Darimanakah jalannya ??? Jalannya adalah: 1. Mentauhidkan orang kafir. Alasannya adalah, ketika orang kafir ditanya siapakah yang menjadikan alam ini, mereka menjawab Allahl. Menurut mereka orang kafir ini telah bertauhid, tapi masih tauhid “RUBIBIYYAH” pengambilan dalilnya dari surat Luqman ayat 25: • dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka (orang kafir): "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Padahal yang dimaksudkan ayat ini adalah kafir musyriq yang menyembah patung. Artinya, orang kafir itu hanya mengatakan di mulutnya saja. mereka itu tidak boleh dikatakan sebagai orang yang bertauhid. Dan tidak sama juga antara kafir musyriq dengan umat islam yang kurang taat, lihat saja sejarahnya. Kalaupun harus seperti itu, maka di sini kami tanyakan: ta’at menurut siapa? Karena contoh kita adalah, Rasulullah ` . Lalu bagaimana jika pada seseorang tersebut ada kesalahan, apakah dia dikatakan kafir karena tidak ta’at? Nah oleh karena itu, sangat tidak tepat ayat ini untuk menghukumi orang Islam sa’at ini. Dan ini adalah akal-akalannya Wahabi saja. 2. Mengkafirkan mukmin yang bertauhid. Mereka meyakini dan memastikan setiap mukmin yang bertawasul adalah syirik. Dan syiriknya itu lebih besar dari kaum musyrikin Mekkah dahulu. Sebab menurut mereka, ia telah menyembah orang yang ditawasulkannya itu. Di mata Wahabi orang-orang yang mendatangi makam sunan dan wali termasuk musyrik yang sangat besar. Padahal Zaid bin Haris sendiri (lihat saja dalam buku ini sejarahnya) pernah bertawasul ke makam Nabi `. Dan hal ini dibenarkan oleh Umar dan Aisyah g. Tetapi fakta yang kita lihat, para Wahabi mengKafirkannya. Mereka tidak bisa membedakan antara Taa’bbud dengan Ta’zim. Padahal semua itu ada dalilnya. Nah disini kita tanyakan, siapakah yang kita ikut, Wahabikah atau isteri & shahabat Nabi? Dalam al Ahzab ayat 6, Allahl membenarkan dan Istri nabi itu: • • Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Rasulullah ` bersabda: اَلنُّجُوْمُ أَمَنَةٌ فِى السَّمَاءِ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِى Bintang memberi cahaya bagi langit, dan sahabat-sahabatku memberi cahaya bagi umatku (HR. Muslim) Dalam Riwayat Imam Baihaqi disebutkan: أَصْحَابِى كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمُ اقْتَدَيْتُمُ اهْتَدَيْتُمْ Sahabatku seperti bintang, siapa saja yang kamu ikuti, maka kamu telah mendapat hidayah. Bahkan dalam riwayat Imam Ahmad, Turmizi dan Imam Ibnu majah di sebutkan: إِقْتَدُوْا بِالَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ Ikutilah dua orang sesudahku, yaitu abu bakar dan umar. Beginilah banyaknya hadits-hadits tentang shahabat, tetapi Wahabi segampangnya saja mencacinya. Padahal dalam Quran saja Allah menyanjung Muhajirin dan Anshar. Itulah hasil dari pengaruh tauhid dibagi dua atau tiga. Maka disini akan kami jelaskan … Insya Allah. Bid’ah yang paling besar yang telah tersebar di zaman Ibnu Taimiyah hingga saat ini adalah Pembagian tauhid kepada dua. Keanehan fatwa ini adalah, sungguh-sungguh menyalahi makna tauhid. baik secara lughat (bahasa) ataupun secara syara’ (tuntunan yang agama). Syekh Syarif Ali bin Muhammad jurjani dalam kitab ta’rifatnya mengatakan: اَلتَّوْحِيْدُ فِى اللُّغَةِ اَلْحُكْمُ بِأَنَّ الشَيْئَ وَاحِدُ وَالْعِلْمُ بِأَنَّهُ وَاحِدٌ Tauhid menurut bahasa adalah: menetapkan dan meyakini bahwa sesuatu itu satu. Sedangkan tauhid menurut syara’ adalah: اَلتَّوْحِيْدُ هُوَ اِفْرَادُ الْمَعْبُوْدِ بِالْعِبَادَةِ مَعَ اِعْتِقَادِ وَحْدَتِهِ Tauhid adalah: menunggalkan yang disembah (Allah) dalam ibadah serta meyakini esaNya Allahk. Nah, kalau kita lihat definisi ini, sangat sesuai dengan apa yang disebutkan Nabi ` . اُمِرْتُ اَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا اَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَاَنِّى رَسُوْلِ الله فَإِذَا فَعَلُوْ ذَالِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَاَمْوَا لَهُمْ اِلَّا بِحَقّ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan (ilah) yang berhak disembah kecuali Allah. jika mereka melakukan itu maka terpeliharalah dariku darah-darah mereka, dan harta mereka kecuali dengan haq. (HR. Bukhari) Hadits ini tidak ada menyebutkan tauhid Uluhiyah dan Rububiyah. Asalkan kita bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allahl dan bersaksi bahwa Muhammad itu Rasul Allah, sudah masuk islam. Tidak ada satu dalilpun yang memusstikan kita melalui tauhid dibagi dua dahulu baru sah Islamnya. Tolong tunjukkan pada kami haditsnya. Kalau tidak ada yang shahih, dhaifpun akan kami terima. Perhatikan lagi dalam hadits di atas ini!! Tidak ada kata-kata لَا رَبَّ اِلَّا الله. Yang ada hanya, لَا اِلَه اِلَّا الله dengan kata “ilah”. Siapa yang bersaksi bahwa “tiada tuhan selain Allah” islamlah dia. Jadi jelaslah bahwa keislaman seseorang itu tidak dimulai dari tahapan tauhid Rubbiyah baru ke Uluhiyah. Pebagian itu tidak ada dasarnya. Sebab antara Rabb dan Ilah itu lazim melazimi yang maksudnya Allahf juga. Kalau Wahabi mengatakan, adanya Uluhiyah, itu sangat bertentangan dengan dalil. Karena dalam surat Muhammad ayat 19: Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (Uluhiyah) selain Allah Jadi perkataan wahabi, seseorang baru shah islamnya harus bertauhid Rububiyah dan Uluhiyah, itu sangat bertentangan dengan dalil-dalil yang ada, baik dari ayat maupun hadits. Kalau kita lihat tingkah Wahabi ini dan sejarahnya, sebenarnya Wahabi ingin sekali menguasai Wilayah Islam (lihat saja faktanya). Tetapi mereka tidak tau bagaimana jalannya. Kalau mereka membunuh penguasa Wilayah itu, mereka takut masuk neraka. Karena dalam surat An-Nisa’ ayat 93 Allahk katakan: • dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. Ketika nafsu mereka telah memuncak untuk menguasai wilayah tersebut, maka harus mencari jalan lain selain jalan Allah l. Yaitu, mengkafirkan orang Islam kebanyakan. Dan disini juga mereka kebingungan, akhirnya digunakanlah istilah Tauhid “RUBUBIYAH” dan “ULUHIYAH” dengan demikian syirik-lah orang yang bertawassul, orang yang ziarah ke maqam Nabi, serta orang yang bertabarruk (mengambil berkah). Maka tentu membunuhnyapun tidaklah mengapa. Setelah mereka tebunuh tinggallah hartanya, ini juga ingin mereka kuasai, maka dicarilah ayat yang menyatakan bolehnya. Lalu dimajukanlah dalil, yaitu Surat Baqarah ayat 29: • Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu Lalu dipahamkanlah kata “kamu” dalam ayat ini sebagai Wahabi, yaitu mereka sendiri. Karena merekalah umat yang shah menurut agama (lihat saja faktanya: mereka selalu melontarkan kata-kata sesat untuk kelompok lain). Kayaknya di sini mereka lupa dengan ayat yang lain. Kalaulah mereka kelompok yang shah (yang menjadi golongan kanan) lalu bagaimanakah dengan surat Al Waqiah ini. • (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.(Al Waqi’ah 39-40) Ayat ini menyatakan golongan kanan itu ciri-cirinya adalah mayoritas bukan minoritas. Mereka telah keliru menetapkan kataka “kamu” dalam ayat di atas sebagai Wahabi. Sebab faktanya Wahabi adalah kelompok yang minoritas di dunia ini. Mereka selalu mengikuti hawa nafsunya dalam mengkafirkan kelompok lain. Mereka tidak lagi menggubris dalil-dalil lain walaupun sahih. Sebab sudah bertentangan dengan tauhid yang diistilahkan mereka. Makanya, kita lihat di indonesia ini, kelompok yang mengebom sana sini, yang menteror negeri ini, semuanya berkeyakinan tauhid di bagi dua. yaitu “RUBUBIYAH” & “ULUHIYAH”. Ini sangat bertentangan dengan ajaran islam. Perhatikan hadits dari Ummu Salamah s ini: اَنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ اُمَرَاءُ فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ اَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابِعَ قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ اَ لَا نُقَاتِلُهُمْ؟ قَالَ: لَا ....مَاصَلُّوا Kelak akan datang kepemerintahan, dimana kebijaksanan pembesar-pembesarnya itu ada yang baik dan ada yang tidak baik. Maka barang siapa yang membenci yang tidak baik, maka lepaslah ia dari dosa. dan bagi yang memperotes kebijakan itu selamatlah ia. Tetapi siapa yang mengikutinya berdosalah dia. Para shabat bertanya, bolehkah kita membunuh mereka? Jawab Nabi, “jangan” selagi mereka masih mengerjakan shalat. (HR Imam Muslim, dari Ummu Salamah, isteri Nabi n). Perhatikan hadits ini!! Ketika shabat bertanya, bolehkah kami membunuh mereka? jawab Nabi jangan, selagi mereka masih mengerjakan shalat. Artinya kita wajib menganggap mereka itu sebagai saudara sesama Muslim. Dan ini sesuai dengan apa yang dikatakan Allah dalam surat Taubah ayat 11: • Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. Jadi, tugas kita adalah, lihat zahirnya saja. perkara hati mah, itu urusan Allahl. Tetapi fakta apa yang kita lihat saat ini, mereka mengebom bukan lagi di pasar, tetapi juga di dalam Mesjid (Pemboman Masjid Brimob Polda Solo).Kalaulah mereka mengakui orang tersebut sebagai mukmin yang shah, tentu mereka tidak berbuat demikian. Sebab Allah menyatakan dalam surat An-Nisa’ diatas, neraka bagi orang yang membunuhnya. Nabi menyuruh kita berpearangka baik tentang orang itu. namun dilarangnya kita memihak pada kebijakan yang salah. Maka berapa ribu kaum muslimin yang shalat, dibantai Muhammad bin Abdul Wahab pada ketika penaklukan Saudi ketika itu. inilah hasil dari taudid dibagi dua atau tiga itu. Wallahu A’lam. Wahabi menyamakan Muslim yang tidak bertauhid ULUHIYAH sama dengan kafir. • dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Luqman : 25) • Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka Katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (Yunus : 31) Ayat ini mereka jadikan sebagai penyamaan seorang muslim yang tidak bertauhid “uluhiyyah”, karena tuhan di hati orang mukmin dan orang kafir itu sama. Sama pada penyebutan saja, tidak pada pengamalannya. Dengan demikian setiap orang yang tidak taat berarti tidak bertauhid Uluhiyyah. Dan kalau tidak bertauhid Uluhiyyah berarti dia hanya bertauhid Rububiyah. Dan kalau bertauhid Rubibiyah, berarti sama dengan kafir, karena kafir bertauhid hanya Rububiyyah saja. Pendapat mereka ini benar-benar bathil. Sebab tauhid ini perkara keimanan, dan wilayahnya adalah keyakinan. Sedangkan shalat atau tidak itu terletak pada kepatuhan. Tidak patuh bukan berarti tidak beriman. Karena keimanan itu wilayah hati dan terhadap hati ini, kita bisa lihat dalam surat Taubah ayat 101: • di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) kamilah yang mengetahui mereka. nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar. Nah perhatikan ayat ini, perkara hati, itu urusan Allah. Nabi hanya melihat dari zahirnya saja. tetapi para Wahabi melihat orang yang pergi ke maqam Wali, mereka langsung hukumkan sebagai musyrik. Berarti mereka telah melanggar ayat ini. Sebab mengurus yang bukan urusan mereka. Karena perkara hati ini urusan Allah. Jadi arti dari surat Luqman ayat 5 itu adalah: kebodohan dan kefanatikan mereka terhadap nenek monyang mereka. Pengakuan mereka tentang Allahl itu hanya di mulut saja. jika pengakuan itu tidak hanya di lidah, tentulah mereka menyembah Allahf. Dengan demikian kita dapat menilai mereka bukan ahli tauhid, terbukti mereka masih menyembah patung yang menurut keyakinan mereka masih dapat memberi mudharat dan manfaat. Kalau kita lihat H.R. Imam Muslim dan Imam Ahmad tentang pertanyaan Malikat di dalam qubur: فَيَقُوْلَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ رَبِّيَ اللهُ Artinya: kedua maliakat bertanya, siapa Tuhan (Rabb) kamu? lalu ia menjawab, Tuhanku adalah Allah. Hadits ini menunjukkan bahwa kedua maliakat bertanya tentang tauhid Rubiyah, bukan tauhid Uluhiyah. Dua malaikat juga bertanya kepada orang kafir, فَيَقُوْلَانِ لَهُ: مَنْ رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ هَاهْ هَاهْ لَاأَدْرِى Maka dua malaikat itu bertanya kepada mayyit, siapakah Tuhan (Rabb) kamu? Mereka menjawab, hah, hah, saya tidak tahu. Kalaulah mereka telah bertauhid Rububiyah, tentu mereka menjawab Allah juga. Mengapa dalam hadits ini mereka mengatakan saya tidak tahu. Ini menunjukan mereka tidak bertauhid Rububiyah (Alias tidak bertauhid). Dalil ini menunjukan bahwa, pendapat Wahabi yang menyamakan orang islam dengan kafir pada sisi tauhid Rububiyah itu tidak benar. Sebenarnya menurut hadist ini, tidak beda antara tauhid Rububiyah (mengaku Allahk sebagai satu pencipta) dengan tauhid Uluhiyyah (mengaku bahwa Allahl satu yang disembah) keduanya tidak boleh dipisahkan. Karena siapapun yang mengakui Rububiyah pasti meyakini Uluhiyyah, kecuali orang yang berpura-pura bertauhid yang hanya mengakui di lidah saja. ini tidak shah dinamakan orang yang bertaihid. Dari sekian banyak ulama yang menolak istilah tauhid dibagi dua dan tiga Asma wa sifat, salah satunya Syekh al-Azhar Cairo Mesir, Syekh Allamah Yusuf Ad-Dajwi menyatakan dalam Majalah Nurul Islam yang di terbitkan oleh masyaikh Al Azhar, terbitan tahun 1352 H. Sesungguhnya pembagian Tauhid kepada Uluhiyyah dan Rububiyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal siapapun sebelum Ibnu Taimiyyah. Artinya ini adalah bid’ah sesat yang telah di munculkannya disamping perkara bid’ah, pembagian ini tidak masuk akal. Dalam kitab Tawasul bin Nabi wa bish-shalihin karya Abi Hamid Marzuk, beliau mengemukakan 30 alasan tertolaknya pembagian tauhid kepada Rububiyyah dan Uluhiyah. Bagi yang ingin mendalami silakan memmbaca kitab tersebut. Kasimpulahnya dalam hal i’tiqad, tidak ada istilah Tuhid Rububiya dan Uluhiyah, karena tauhid itu ESA tidak mungkin dan tidak boleh untuk dibagi-bagikan. Wallahu A’lam. DIALOG HASAN DAN UMAR Umar dan Hasan adalah dua orang yang berteman baik. Tetapi keyakinan mereka tidak sama. Hasan berpaham Wahabi sedangkan Umar berpaham Sunni. Pada satu ketika Umar bertanya kepada Hasan: San, menurutmu apakah boleh kita bertawasul? Hasan : Tidak. Karena perbuatan itu adalah Syirik dan dosanya sangat besar. Umar : Dimana syiriknya? Hasan : Dia telah beribadah kepada selain Allah. Umar : Dalam banyak hadits disebutkan, Zaid bin Haris bertawassul ke makam Nabi, dan perbuatan itu dibenarkan Umar dan Aisyah, apakah kamu juga mengsyirikkan mereka, termasuk isteri nabi itu? kamu tidak usah bertanya tentang hadits itu, karena semua orang sudah tahu bahwa hadits itu bukan dha’if dan palsu. Kalau kamu mengatakan syirik, bagaimana dengan Al-Ahzab ayat 6, dan jika kamu nengatakan tidak syirik bagaimana dengan perkataanmu diawal tadi tadi? Hasan : Aku mengatakan hal itu tidak boleh karena dalam surat Al-Isra’ ayat 22 disebutkan: • janganlah kamu adakan Tuhan yang lain disamping Allah… Umar: Kamu membaca ayat itu sepotong saja. hendaknya kamu fahami dahulu ayat sebelumnya. Perhatikan ini: • perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). dan pasti kehidupan akhirat lebih Tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. janganlah kamu adakan Tuhan yang lain disamping Allah Ayat ini memerintahkan kita untuk memperhatikan bahwa: ada orang-orang yang ditinggikan Allah derajatnya. Maka, kita tidak boleh menyamakannya dengan yang lain. Di sini saya bertanya, menurutmu samakah antara Ulama, para Wali, dengan kita-kita ini? Hasan: Tidak. Umar: Kenapa? Hasan: Karena mereka adalah orang ditinggikan dan dimuliakan Allah hingga ada istilah “Rahimahullah” Umar: Ta’zim kepada mereka apakah syirik? Hasan Tidak, karena bukan beribadah. Umar: Bagaimana jika kita ta’zim kepada kubur mereka? Hasan: O, itu syirik, sebab kita telah beribadah kepadanya. Umar: Yang saya tanya Ta’zim bukan Ta’bud, ini harus dibedakan, karena artinya tidak sama. Ta’zim artinya hormat, sedangkan Ta’bud artinya sembah. Hasan: Ya tetap tidak boleh, sebab setiap orang yang sudah mati itu sama saja. Umar: kalau demikian, mengapa di kuburan muslim sunat kita mengucapkan salam. Kayaknya kamu ini orang yang tidak mengerti Agama deh!! Tidak mengerti Ta’bud dengan Ta’zim. Tidak memahami pembicaraan. Zaid bin Haris bertawassul ke maqam Nabi itu karena Ta’zim bukan Ta’bud. perbuatan Zaid bin Harits itu dibenarkan oleh Al-Quran surat Al-Hajj ayat 30. Perhatikan: Demikianlah (perintah Allah) dan Barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Jadi, dia datang ke Maqam Nabi bukan untuk menyembah Nabi, tetap hanya Ta’zim kepadanya. Dengan jalan yang seperti inilah dia bertawassul, darimana syiriknya. Kita disuruh membedakan antara yang terhormat dengan yang biasa. Bahkan di ayat lain kita disuruh memperhatikannya terlebih dahulu. Kalau anda masih ngotot mempertahankan pendapat anda seperti itu, beranikah anda mengsyirikkan Aisyah isteri Nabi itu? jangan kalian berbicara seperti bunglon yang sewaktu-waktu berubah warnanya. Dan tawsul ini ada perintahnya. Perhatikan ayat ini: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (Al-Maidah : 35) Kalau kalian tidak mau itu urusan anda. Tetapi perhatikan lagi ini perintah Allah. bukankah kalian orang yang mengikuti Al-Quran. seharusnya kalian mengamalkannya. Bukan membid’ahkannya. Mungkin kalian berkata “tanpa Washilahpun kami bisa” ya itu urusan anda, tetapi sahabat sendiri melakaukannya. Berati kelian merasa lebih hebat dari sahat. Pantaslah kalain ini egois dan sombong. Ingat San!!... kalau kalian katakan tanpa wasilah kalian bisa, berati kalian telah meremehkan ayat ini. Kami tidak iktu kalian karena kami tahu kalian itu akan berlepas diri darinya. Wallahu A’lam. Firman Allah lsurat Al-Isra’ 36 : • dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al Baqarah ayat 166 -167 : • • • • (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya Kami dapat kembali (ke dunia), pasti Kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. Dari : ABI MEDAN, Walllahua’lam
Posted on: Wed, 04 Sep 2013 07:36:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015