KETIKA seseorang mengaku lupa, boleh jadi ia sedang berdusta. Ia - TopicsExpress



          

KETIKA seseorang mengaku lupa, boleh jadi ia sedang berdusta. Ia mengira kata “lupa” bisa membebaskannya dari segala risiko. Tetapi, sistem kadang berkehendak lain. Ia harus menyusun alibi untuk menutupi dosanya dengan melakukan dosa tambahan – dengan berkata dusta. Kata-kata bisa ditekuk sedemikian rupa menjadi janji, sanjungan, hujatan, harapan, pengakuan, ancaman, dan rupa-rupa kaidah. Kata-kata bisa berfungsi sebagai senjata komunikasi sekaligus pemutus perkara. Kata-kata bisa diseret kemana-mana sesuai selera perangkaianya. Maka sesederhana apapun, ungkapan selau menyimpan pesan, meskipun tidak bisa diukur secara jelas. Rangkaian kata bisa lahir dari sebuah peristiwa atau sekadar mewakili ilusi. Maka seorang perangkai kata berusaha menjadi sosok penegas, bahwa dirinya punya otoritas. Meskipun dalam kondisi terhimpit manusia bisa mendadak pandir dan kehilangan ketangguhan. Manusia pandai menyusun kata meskipun dengan redaksi yang kadang gagu. Kata-kata menjadi gambaran mobilitas alam pikiran dan perasaan ketika memahami sesuatu. Seseorang merasa tidak puas jika hanya bergulat dengan ungkapan batin tanpa mengekspresikannya lewat simbol kata-kata. Dengan berkata-kata, seseorang merasa punya bargaining dan diperhitungkan pihak lain. Seseorang berani berkata benar karena ada keyakinan. Sebaliknya ia bisa nekat berkata dusta ketika dirinya merasa tidak diawasi siapa-siapa. Dunia tak pernah rela ditaburi kalimat jahat (kebohongan). Siapa pun yang memaksakan diri menerapkan kebohongan, sesungguhnya ia sedang menantang keadilan. Hukum langit menimpa perangkai dan penabur kata-kata dusta. Kita bisa begitu gampang menuang kata-kata di ruang publik tanpa mempertimbangkan apakah kata-kata yang dilontarkan bermanfaat atau justru membawa petaka. Dewasa ini ruang komputasi begitu ramai oleh muntahan kata sia-sia. Di sana lahir pula ide-ide liar yang membakar dan melumatkan kejujuran. Internet menjadi ruang pengandaian sekaligus keranjang penampung sampah kata. Media konvensional cetak, audio-visual, mimbar umum, bahkan gardu ronda sekalipun, juga tidak luput dari muntahan kata. Atas nama kebebasan berekspresi, kata menjelma bola api yang siap membakar apapun yang dilewati. Menyusup kedalam sistem data dan mengaburkan persoalan. Segala bentuk tragika dunia berawal dari kesalahan menformulasikan kata. Sejarah peradaban dunia tidak luput dari rumus kata dalam format bahasa dan niat yang beragam. Manusia mengeksplorasi kehidupan dengan berpikir, bertanya, mengamati dan menyimpulkan sesuatu dalam rangkaian kata. Dunia penuh dengan tumpukan gagasan. Gagasan manusia selalu membutuhkan revisi sekalipun telah menjadi sistem undang-undang. Tata tertib buatan manusia selalu bersifat sementara dan berkembang mengikuti perkembangan nalar si pencetus kata. Tanpa revisi, kata-kata bisa menjadi berhala dan manusia terjebak dalam belantara dan menjadi hamba kejumudan. Sebagai pelaku sejarah, manusia bisa menjadi si pendukung kebajikan, atau justru menjadi cukong kejahilan. Kata-kata bisa menjadi alat dikotomi untuk mengukur nilai-nilai, alat pembenar sekaligus pemutus persoalan. Kata menjelma menjadi figur monster yang menakutkan ketika diperalat untuk mendukung kebebalan dan kejahatan. Rumus kejahatan selalu menganjurkan manusia bebas merangkai kata apapun — bebas membuat kebohongan apapun — demi meraih tujuan. Manusia baru sadar setelah dirinya terkapar akibat tertampar kata-katanya sendiri. Inilah hukum pemantulan. Kata-kata dusta menjadi bumerang bagi pencetusnya. Di kemudian hari bakal menyerang balik dan menuntut pertanggungjawaban. Sebaliknya, kata-kata bijak yang penuh hikmat akan dikenang menjadi petuah. Kata-kata dusta lahir dari kebodohan. Kalimat dusta yang diamini bersama-sama dapat menjelma menjadi faham sesat yang menodai kebenaran. Dan lahirlah tragika hidup akibat mengkultuskan kesalahan. Dunia sesungguhnya membutuhkan kata-kata bercahaya. Kata-kata yang lahir dari perasaan dan jiwa bersih. Kata-kata yang mengandung fakta kebenaran dan tidak dicampuri kecongkakan maupun kepalsuan. Kata-kata yang dilontarkan dengan penuh perhitungan. Bukan kata-kata mabuk bertabur ilusi. Kita sesungguhnya merindukan kata-kata sejuk yang mencerahkan.
Posted on: Fri, 19 Jul 2013 09:46:37 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015