KICK ANDY Suatu malam, anak sulung saya masuk ke kamar sambil - TopicsExpress



          

KICK ANDY Suatu malam, anak sulung saya masuk ke kamar sambil membawa laptop Macbook-nya. “Ayah harus menonton film ini,” ujarnya sambil menyorongkan Macbook itu ke pangkuan saya. Film yang katanya wajib saya tonton itu berjudul “Hello Ghost”. Film Korea. Film ini berkisah tentang seorang pemuda putus asa yang berusaha bunuh diri dan kemudian bertemu empat hantu. Baru lima menit menonton, saya sudah larut dalam cerita tentang pemuda berwajah naif itu. Mata rasanya susah berkedip. Seluruh pikiran dan perasaan tercurah habis. Tawa dan tangis menjadi satu. Cerita dimulai dengan adegan sang pemuda yang merasa depresi. Dia merasa tak seorang pun peduli padanya. Tidak ada yang menemani, tidak ada keluarga yang mengasihinya, dan tidak ada seorang pun yang mencintainya. Dalam kondisi depresi itulah dia menenggak puluhan butir pil yang menyebabkannya ditemukan dalam kondisi “antara hidup dan mati”. Dalam kehidupan nyata mungkin inilah yang dinamakan mati suri. Ketika tersadar, dia sudah di rumah sakit. Di situlah adegan unik dan lucu terjadi. Dia bertemu empat hantu yang berbeda karakter. Hantu pertama, seorang lelaki dewasa berperawakan gemuk dan selalu tampil perlente dengan setelan jas dan dasi. Hantu kedua seorang lelaki tua yang suka menggoda perawat perempuan di rumah sakit itu. Hantu ketiga seorang perempuan dewasa yang terpergok sedang menangis di dalam lemari psikiater. Sementara hantu terakhir seorang bocah yang dikesankan nakal dan tengil. Panik menghadapi kenyataan dia bisa melihat hantu, sang pemuda mendatangi “orang pintar”. Menurut sang dukun, pemuda itu mampu melihat hantu karena dia sempat mati dan hidup lagi. Pada saat kembali ke dunia, dia membawa serta beberapa hantu bersamanya. Itu sebabnya dia bisa melihat hantu yang tidak bisa dilihat orang lain. Akhirnya sang pemuda pasrah menerima kehadiran empat hantu yang selalu membuntuti kemanapun dia pergi. Ketika pemuda itu bertanya mengapa keempat hantu itu memperlihatkan diri kepadanya, para hantu mengatakan mereka ingin meminjam raga sang pemuda untuk menyelesaikan persoalan yang belum selesai ketika mereka masih hidup dulu. Tidak berdaya melawan, pemua itu lalu pasrah “meminjamkan” tubuhnya kepada keempat hantu tersebut. Syaratnya, jika persoalan para hantu itu sudah selesai, mereka harus pergi dan tidak lagi mengganggu kehidupan sang pemuda. Sejak saat itu, di mata tetangga dan kekasihnya, tingkah laku pemuda tersebut berubah aneh. Bahkan kekasihnya mencurigai sang pemuda memiliki lima kepribadian. Pada saat tertentu dia menjadi seorang pemuda, kali lain berubah menjadi orang dewasa, dan pada waktu lain bertingkah laku seperti orang tua, anak-anak, bahkan perempuan. Sulit bagi pemuda itu untuk menjelaskan bahwa badannya sedang dipinjam oleh para hantu. Sebab ketika di rumah sakit, dia sudah “divonis” gila ketika mengatakan ada “orang-orang” yang selalu membuntutinya. Maka jalan yang paling aman adalah menyimpan rapat-rapat rahasia tentang keberadaan para hantu itu. Adegan berikutnya semakin menarik. Dengan meminjam badan pemuda itu, masing-masing hantu mulai berusaha menyelesaikan persoalan mereka. Hantu pria dewasa mengatakan dia ingin mengambil kembali taksi miliknya yang saat ini disimpan di sebuah tempat penyimpanan mobil-mobil bekas, yang dijaga oleh seorang laki-laki pemarah. Sementara hantu pria tua, ingin mengambil kembali sebuah kamera di kantor polisi yang “disimpan diam-diam” oleh kepala polisi di laci meja kerjanya. Sementara hantu perempuan yang selalu menangis, mengatakan cuma ingin agar dia bisa makan bersama dengan orang-orang yang dia cintai. Lalu apa keinginan hantu cilik? Dia ingin menonton film animasi tentang robot. Maka, dengan segala upaya, sang pemuda mulai menjalankan misi guna memenuhi keinginan keempat hantu itu. Bergantian para hantu itu menggunakan raga sang pemuda. Akibatnya, tingkah laku sang pemuda menjadi aneh di mata tetangga dan kekasihnya. Singkat cerita, semua keinginan keempat hantu itu akhirnya terpenuhi. Maka, sesuai perjanjian, sang pemuda meminta para hantu itu segera pergi dan tidak lagi mengganggu kehidupannya. Setelah itu sang pemuda merasa kembali menjadi dirinya sendiri. Kembali hidup “normal” tanpa diganggu para hantu yang selama ini selalu mengekor kemanapun dia pergi. Pada satu siang, sang pemuda bertandang ke rumah sakit tempat sang kekasih bekerja untuk makan siang bersama. Dengan ceria dia memperlihatkan bekal yang dibawanya dari rumah. Bekal itu berisi Kimbap buatannya. Tanpa sadar, keterampilan memasak Kimbap diperolehnya saat hantu perempuan meminjam raganya. “Kimbap buatanmu enak sekali. Tetapi biasanya orang tidak memakai daun peterseli kalau membuat Kimbap,” ujar sang kekasih saat mencicipi makanan buatan sang pemuda. “Kata ibuku daun peterseli lebih baik ketimbang bayam,” ujar sang pemuda spontan. Usai mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba wajah sang pemuda berubah. Untuk sesaat dia terkesiap. “Peterseli baik untuk kamu ketimbang bayam.” Ucapan ibunya kembali terngiang-ngiang. Tiba-tiba raut muka ibunya muncul begitu jelas. Raut wajah yang selama ini tidak mampu diingatnya. Kini raut wajah, dengan pakaian bergaris-garis itu begitu nyata. Begitu jelas. Sang pemuda terhenyak. Makanan di mulutnya tak sanggup ditelannya. Wajah itu, wajah itu, wajah hantu perempuan yang selalu membuntutinya! Dengan mulut masih penuh makanan pemuda itu lalu berdiri dan berlari menuju rumahnya. Teriakan sang kekasih yang memanggil namanya tidak dia hiraukan. Dia terus berlari. Nafasnya kembang kempis. Antara menahan tangis dan mengatur nafas. Sementara air mata mengalir deras dari kedua matanya. Pada saat berlari itulah satu demi satu kenangan masa kecilnya tersibak. Masa lalu yang selama ini gelap gulita. Itu sebabnya dia tidak mampu menjawab pertanyaan sang kekasih, “Siapa sebenarnya kamu ini?” Dia juga tidak mampu menjelaskan asal-usul dan sejarah keluarganya. Selama ini dia hanya merasa hidup sebatangkara. Tanpa keluarga dan tanpa kasih sayang orangtua. Juga tanpa sanak saudara. Dia juga tidak tahu siapa dia sebenarnya. Semuanya serba gelap. “Ingatan bisa hilang karena seseorang mengalami benturan keras,” ujar sang kekasih yang perawat, suatu ketika. Kata-kata sang kekasih kini mendapat makna. Sembari berlari, kenangan-demi kenangan masa lalu menyeruak dalam ingatannya. Kini dia mulai ingat. Hari itu ayahnya pulang membawa taksi berwarna kuning cerah. Wajahnya ceria. “Ayo, kita piknik ke pantai,” teriak ayahnya. Seluruh keluarga tampak bahagia. Ibunya, kakak laki-lakinya, dan kakeknya bersuka cita. Bahkan sang kakek meminjam kamera tetangganya dan berjanji akan mengembalikannya. “Aku akan mengembalikannya sebelum kamu mati,” ujarnya sembari tertawa. Satu per satu kenangan itu semakin jelas. Sembari terus berlari, ingatan sang pemuda kembali ke peristiwa demi peristiwa yang terjadi sekian tahun lalu, ketika dia kanak-kanak. Dalam perjalanan menuju pantai, taksi yang disupiri sang ayah diseruduk sebuah truk dari belakang. Mobil terguling berkali-kali ke jurang yang terjal. Dalam kecelakaan itu semua tewas. Hanya dia yang selamat. Sejak saat itu dia tidak ingat apa-apa. Benturan keras akibat kecelakaan itu membuat dia kehilangan memori akan kejadian yang merenggut seluruh orang-orang yang dia cintai. Hantu pria dewasa yang selalu berpakain perlente, sang supir taksi, mulai diingat sebagai ayah yang menyayanginya sewaktu kecil. Hantu pria tua itu kakeknya. Sedangkan hantu anak kecil tidak lain kakak kandungnya. Sementara hantu wanita yang selalu menangis adalah ibu yang begitu mencintainya. Sejak tragedi itu sang pemuda hidup sebatangkara tanpa mengenal dan mengingat siapa orangtuanya. Tak mengenal siapa keluarganya. Dia tumbuh dalam kesepian dan tanpa kasih sayang keluarga. Semua itu membuatnya depresi. “Setiap Hari Anak, orang-orang yang berbeda datang dan pergi. Tetapi tak seorang pun yang mengingatku, memanggil namaku,” keluhnya, mengenang nasibnya sebagai anak yatim piatu. Perasaan terbuang itulah yang membuatnya berusaha mengakhiri hidupnya dengan menelan puluhan butir pil, yang membuatnya mati suri sebelum bertemu empat hantu. Semua kenangan tentang ayah, ibu, kakak, dan kakeknya tiba-tiba muncul begitu saja. Semua gara-gara Kimbap yang siang itu dimakannya bersama sang kekasih. Makanan itu seakan menjadi pintu masuk untuk menjawab pertanyaan “Siapa sebenarnya aku ini?”. Dia baru menyadari, ternyata keinginan hantu-hantu itu untuk menyelesaikan “persoalan” yang masih mengganjal dalam hidup mereka, semua bermuara dan berkaitan dengan dirinya. Sang kakek waktu itu ingin memotret cucu kecilnya. Sang ayah pernah berjanji akan mengajari sang pemuda berenang di laut. Sang ibu pernah ingin ditemani ke pasar jika dia sudah dewasa. Sementara sang kakak pernah berjanji akan mengajak sang adik menonton film animasi robot. Janji itu dia ucapkan setelah mereka gagal nonton film karena waktu itu uang sang kakak dirampas anak-anak bengal. “Adikku, ingatkah kamu dulu waktu masih hidup aku pernah berjanji akan mengajakmu nonton film animasi?” Ujar sang hantu kecil, di ujung film. “Aku meninggalkan itu untukmu,” sambung hantu kecil sembari menunjuk boneka robot di atas meja di sudut kamar sang pemuda. Tetapi, apa lacur, dia baru saja mengusir semua hantu itu dan meminta mereka tidak “mengganggunya” lagi. Sesampai di rumah, sang pemuda berteriak memanggil-manggil para hantu yang selama ini dianggap sudah merusak hidupnya. “Jangan tinggalkan aku lagi,” ujarnya sembari terisak. “Jangan pergi”. Pada adegan ini, air mata saya yang sejak pertengahan film sudah mulai membasahi pipi, tumpah ruah tak terbendung. Dada rasanya sesak. Saya larut dalam perasaan sang pemuda: hidup kesepian, ketakutan, tanpa kasih sayang orangtua, dan perasaan tidak dicintai. Saya membayangkan berapa banyak anak-anak yang nasibnya seperti pemuda itu. Anak-anak yang oleh berbagai sebab tumbuh tanpa kasih sayang orangtua dan keluarga. Anak-anak yang merindukan belai kasih dan rasa aman namun tidak mendapatkannya. Film ini memang bercerita tentang perasaan seorang anak yatim piatu yang ditinggal mati oleh seluruh keluarganya. Tetapi dalam kehidupan kita sehari-hari, berapa banyak anak-anak yang merasakan perasaan kesepian, kekurangan kasih sayang dan rasa aman, walau dia tinggal di tengah keluarga yang masih utuh? Sudah terlalu sering kita mendengar dan melihat nak-anak yang tumbuh liar akibat orangtua yang kelewat sibuk. Anak-anak yang kemudian mencari “jalan pintas” untuk keluar dari situasi itu dengan mengkonsumsi narkoba, seks bebas, dan “perlawanan” terhadap aturan dan hukum. Puncaknya, mereka yang depresi dan tak kuat memikul beban, memilih jalan pintas lain: bunuh diri. Setelah menonton film itu, saya semakin menyadari betapa pentingnya kasih sayang orangtua. Betapa pentingnya anak-anak tumbuh dan hidup dalam keluarga yang harmonis, yang penuh cinta kasih. Jangan biarkan anak-anak kita kehilangan semua itu. Jangan biarkan mereka tumbuh dengan jiwa yang kering. Jangan biarkan mereka depresi dan memilih bunuh diri.
Posted on: Fri, 06 Sep 2013 16:07:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015