Kejahatan Rezim Sebelum Berdirinya Khilafah Oleh: Hafidz - TopicsExpress



          

Kejahatan Rezim Sebelum Berdirinya Khilafah Oleh: Hafidz Abdurrahman Ketika Khilafah berdiri, dengan izin dan pertolongan Allah, dalam waktu dekat, Khilafah akan menghadapi tantangan yang tidak ringan. Antara lain, bagaimana Khilafah menyikapi berbagai kejahatan yang telah dilakukan oleh rezim sebelumnya? Karena, kejahatan-kejahatan ini harus diselesaikan, terutama jika menyangkut hak-hak publik dan orang lain. Kejahatan-kejahatan ini, antara lain, ada yang terkait dengan institusi dengan tugas pokok dan fungsinya. Sebagai contoh, keberadaan badan intelijen dengan tugas pokok dan fungsi memata-matai kaum Muslim, maka keberadaan badan ini, berikut tugas pokok dan fungsinya, harus dihapus. Karena jelas-jelas bertentangan dengan hukum Islam, yang mengharamkan tajassus (memata-matai) terhadap kaum Muslim (QS al-Hujurat [49]: 12). Contoh lain, lembaga-lembaga keuangan ribawi, dengan segala turunannya, juga harus dihapus. Karena jelas menyalahi hukum Islam (QS al-Baqarah [02]: 275). Karena itu, semua institusi yang dibangun berdasarkan akidah Kapitalisme, berikut tugas pokok dan fungsinya yang jelas-jelas bertentangan dengan akidah dan hukum Islam, harus dihapus begitu Khilafah berdiri. Selain kejahatan institusional, rezim-rezim tersebut juga telah melakukan kejahatan dalam bentuk kebijakan yang harus mereka pertanggungjawabkan. Kebijakan tersebut harus dihentikan karena dianggap bertentangan dengan Islam. Kebijakan ini bisa dikategorikan sebagai berikut: 1- Kekayaan milik umum yang dimonopoli, diprivatisasi dan diserahkan kepada swasta, baik asing maupun domestik, baik telah habis dieksploitasi maupun belum. 2- Kekayaan milik negara yang dimonopoli, diprivatisasi dan diserahkan kepada swasta, baik asing maupun domestik, baik telah habis digunakan maupun belum. 3- Kekayaan milik pribadi yang dinasionalisasi, atau dikuasai dengan cara yang batil, baik telah habis dieksploitasi maupun belum. 4- Kasus yang telah divonis oleh pengadilan, sementara implikasinya sudah tidak ada lagi. 5- Kasus yang sudah ditangani pengadilan, namun belum dijatuhi vonis hingga Khilafah berdiri. 6- Berbagai kasus yang telah dieksekusi rezim sebelumnya, dan implikasinya masih berlaku hingga Khilafah berdiri. Kejahatan yang dilakukan rezim terhadap kekayaan milik umum yang dimonopoli, diprivatisasi dan diserahkan kepada swasta, baik asing maupun domestik, baik telah habis dieksploitasi maupun belum. Terhadap kejahatan ini, status kepemilikannya dikembalikan terlebih dahulu, baik kekayaan sudah habis atau belum. Jika kekayaan tersebut sudah habis, maka setelah statusnya dikembalikan, kasusnya dianggap selesai, dan ditutup. Contoh, monopoli dan privatisasi terhadap tambang batubara, atau sumber air pegunungan tertentu, jika tambang atau sumber air tersebut sudah habis, maka setelah statusnya dikembalikan sebagai hak milik umum, maka kasusnya dianggap selesai, dan ditutup. Ini seperti yang dilakukan Rasul terhadap kesalahan praktik muamalah di masa jahiliyah. Namun, jika belum habis, maka statusnya dikembalikan sebagai hak milik umum, kemudian perusahaan yang mengeksploitasi atau mengelolanya dibekukan. Baik perusahaan tersebut milik swasta domestik maupun asing. Kekayaan ini kemudian diserahkan kepada perusahaan negara untuk mengeksploitasi atau mengelolanya. Seperti, tambang minyak, emas, perak, gas, termasuk eksploitasi panas bumi dan sebagainya. Karena dengan tegas, kekayaan ini ditetapkan oleh syara’ sebagai milik umum. Sabda Nabi, “an-Nasu syuraka’ fi tsalatsin: fi al-ma’i, wa an-nar wa al-kala’ (Manusia berserikat dalam tiga perkara: air, api dan padang).” Adapun kejahatan rezim terhadap kekayaan milik negara yang dimonopoli, diprivatisasi dan diserahkan kepada swasta, baik asing maupun domestik, baik telah habis digunakan maupun belum, maka tindakan Khilafah sama dengan tindakan yang dilakukan terhadap kekayaan milik umum di atas. Contoh, tanah-tanah milik negara yang dimonopoli, diprivatisasi dan diserahkan kepada kroni rezim sebelumnya, atau perusahaan-perusahaan plat merah yang memproduksi alat berat, industri strategis dan sejenisnya yang hanya boleh dikuasai oleh negara, tetapi telah menjadi milik swasta, maka kekayaan tersebut dikembalikan kepada negara. Adapun kejahatan rezim terhadap kekayaan milik pribadi yang dinasionalisasi, atau dikuasai dengan cara yang batil, baik telah habis dieksploitasi maupun belum, maka terhadap kekayaan yang telah habis, kasus tersebut akan ditutup oleh Khilafah. Namun, jika kekayaan tersebut masih ada, seperti tanah yang dinasionalisasi untuk kepentingan umum, dengan cara yang zalim, atau tanah (properti) yang dirampas pejabat dengan cara batil, maka kasus tersebut akan dikembalikan oleh Khilafah kepada pemiliknya yang sah. Karena Nabi SAW bersabda, “La yahillu li al-ma’I al-Muslimi an ya’khudza ‘asha ‘akhihi illa an thayyibi nafsih (Tidak halal seorang Muslim mengambil tongkat saudaranya, kecuali dengan kerelaan hatinya).” Kejahatan rezim yang masuk dalam kategori kasus yang telah divonis oleh pengadilan, sementara implikasinya sudah tidak ada lagi, seperti kasus pencurian yang telah dijatuhi vonis, dan vonisnya telah habis dijalani oleh pelakunya; kasus jinayat (melukai sampai membunuh orang) yang telah dijatuhi vonis, dan vonisnya telah habis dijalani oleh pelakunya, maka terhadap kasus seperti ini, Khilafah akan bekukan, dan tidak akan dibuka kembali. Begitu juga dengan rezim yang memutuskannya. Namun, jika implikasi dari vonis tersebut masih berlaku, misalnya, vonis pengadilan soal hak asuh anak yang dijatuhkan dengan zalim; pernikahan pasangan suami-istri yang dilakukan melalui catatan sipil; perceraian suami-istri yang dijatuhkan dengan zalim oleh mahkamah; vonis penjara terhadap para pengemban dakwah; akuisisi tanah, rumah atau yang lain dengan cara yang tidak sah; vonis bersalah yang dijatuhkan kepada seseorang karena disiksa; kejahatan rezim seperti ini langsung dihentikan oleh Khilafah, dan vonisnya ditinjau ulang, lalu dikembalikan sebagaimana ketentuan hukum syara’ yang berlaku. Adapun kasus yang sudah ditangani pengadilan rezim sebelumnya, namun belum dijatuhi vonis hingga Khilafah berdiri, baik yang terkait dengan harta, jiwa dan kehormatan, maupun yang lain, maka kasus-kasus seperti ini akan ditangani oleh Khilafah sesuai dengan ketentuan hukum syara’ yang berlaku. Semuanya ini terkait dengan ketentuan hukum syara’ yang berlaku. Namun, adakalanya ketentuan hukum syara’ tersebut diserahkan kepada pendapat dan ijtihad Khalifah, maka dalam kasus seperti ini Khalifahlah yang akan menentukan statusnya. Sebagai contoh, kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh rezim Karimov di Uzbekistan terhadap para aktivitas Hizbut Tahrir, dan aktivitas Islam yang lain; berbagai kejahatan yang dilakukan oleh rezim Basyar Asad di Suriah yang menyebabkan terbunuhnya 19.000 jiwa kaum Muslim di sana; kejahatan rezim Myanmar yang menyebabkan ribuan kaum Muslim dibumihanguskan di sana; terhadap berbagai kejahatan mereka, Khalifah bisa memutuskan Karimov dan Basyar Asad dibunuh, dan kewajiban membayar diyat. Karena qishash hanya berlaku untuk satu nyawa, sementara nyawa yang mereka bunuh lebih dari satu, maka sisanya wajib mereka bayar dengan diyat, sebagai tebusan darah. Bagi yang lain, bisa diberi amnesti oleh Khalifah. Adapun terhadap rezim Myanmar, maka Khilafah akan memperingatkan mereka untuk menghentikan pembantaian terhadap kaum Muslim di sana. Khilafah kemudian akan mengirimkan tentaranya untuk membebaskan kaum Muslim dari kejahatan kaum Kafir, baik Budha maupun yang lain di sana. Saat itu, Khilafah akan membuat perhitungan kepada mereka, setiap darah kaum Muslim yang mereka tumpahkan. Myanmar kemudian akan dibebaskan oleh Khilafah, sebagaimana al-Mu’tashim membebaskan Amuriah, karena jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya terusik, Wahmu’tashimah (Wahai Mu’tashim, di manakah Anda!), Wahkhalifata al-Muslimin (Wahai Khalifah kaum Muslim, di manakah Anda!).
Posted on: Tue, 05 Nov 2013 13:51:13 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015