Kementan Klaim Harga Daging Sapi Sudah Normal, Namun Diupayakan - TopicsExpress



          

Kementan Klaim Harga Daging Sapi Sudah Normal, Namun Diupayakan Tidak Turun Dibawah Rp.75.000 Agar Peternak Tetap Untung ---------------------------------------------------------- Kementerian Pertanian mengklaim harga daging sapi di pasaran di Tanah Air mulai normal. Semula dari Rp 90.000 per kg menjadi Rp 80.000 per kg. Sedangkan harga rata-rata mingguan daging sapi impor pada Juni 2013, di tingkat konsumen/eceran di Jakarta Rp 77.000 per kg dan pada Juli lalu Rp 76.813 per kg. "Harga rata-rata mingguan daging sapi di tingkat grosir di sejumlah kota seperti Pontianak, Pekanbaru, dan Palembang Rp 76.000 per kg dan pada Juli 2013 Rp 78.500 per kg. Dengan begitu, terjadi kenaikan Rp 2.500 per kg," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Yazid Taufik di Jakarta, Kamis (1/8). Walau demikian, katanya, pemerintah berupaya agar harga daging sapi tidak turun di bawah Rp 75.000 per kg. Ini bertujuan menjaga kepentingan peternak dan konsumen. Yazid Taufik memaparkan, harga daging akan diupayakan sebesar Rp 75.000 per kg. Pada tingkat itu dinilai sudah cukup menguntungkan bagi peternak, tetapi juga tidak memberatkan konsumen. Terkait dengan terjadinya lonjakan harga pangan, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, laju inflasi akhir tahun dapat terjaga pada kisaran 8,0 persen, dengan upaya keras yang dilakukan pemerintah. "Kalau akhir tahun, inflasi bisa delapan persen, masih bisa dipegang asalkan all out," katanya di Jakarta, Kamis. Sasmito menambahkan, laju inflasi yang ditetapkan sebesar 7,2 persen pada APBN-Perubahan 2013 sulit tercapai, karena laju inflasi tahun kalender telah tercatat 8,61 persen. "Butuh kerja sama dari pemerintah, pengusaha, dan masyarakat untuk menjaga inflasi hingga akhir tahun," ujarnya. Sasmito mengatakan, laju inflasi tinggi yang terjadi pada Juli 2013 sebesar 3,29 persen karena adanya kenaikan harga komoditas pangan dan harga angkutan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM. Anggota Komisi IV DPR Siswono Yudho Husodo mengungkapkan, hampir semua kebutuhan pangan nasional dipenuhi melalui kebijakan impor. Situasi itu menunjukkan Indonesia tidak memiliki manajeman stok pangan yang baik sehingga kerap terjadi masalah pangan seperti lonjakan harga selama Ramadhan dan Lebaran. Berdasarkan data yang ada, kata Siswono, kebutuhan pangan Indonesia hampir semuanya dipenuhi melalui impor. Untuk komoditas beras, Indonesia masih impor lima persen. Daging sapi impor 20 persen (atau 650 ribu ton), gula impor 37 persen (1,3 juta ton), kebutuhan gandum impor 100 persen (6,4 juta ton), bawang putih masih impor 90 persen. Begitu juga untuk memenuhi kebutuhan jagung, masih diimpor sebanyak 20 persen. Dari data yang ada, menurut Siswono, hingga Juni 2013 telah diimpor cabai 22.737 ton dan bawang merah 60.000 ton. Saat ini akan ditambah kuota impor cabai 9.715 ton dan bawang merah 16.781 ton. "Belum lagi komoditas lain seperti kedelai dan yang sangat ironis garam saja kita impor," ujarnya. Untuk mengatasi permasalahan itu, dia menerangkan, perlu dilakukan dan diterapkan pola manajemen pertanian dengan ketat. Artinya, perlu ada pendataan terhadap luas area lahan yang dimiliki Indonesia, pengaturan pola tanam, jadwal panen, serta distribusi yang tepat akan menjadi solusi yang baik. Ia mengingatkan, tidak kalah penting adalah penghapusan praktik-praktik kartel tidak benar dalam jalur perdagangan agrobisnis dan hortikultura. Adanya oknum yang menahan produk dan melepasnya saat harga melambung harus dihapuskan. Sementara itu, dalam upaya untuk mengendalikan lonjakan harga cabai, Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mendorong produk olahan cabai. Maklum saja, komoditas cabai rawit menjadi langganan penyumbang inflasi di Indonesia. Untuk merealisasikan rencana besar itu, Kementan telah menggandeng Bank Indonesia (BI) dan beberapa perusahaan swasta. Dengan begitu, nanti produksi cabai bisa diolah menjadi produk kemasan yang bisa dikonsumsi kapan saja. "Kita buat tim supaya nanti bareng-bareng melakukan ini baik dari sisi pembiayaan, pengolahannya, maupun on farm-nya. Kementan akan memfasilitasi sarana dan prasarananya, BI memberikan informasi soal kredit taninya. Dan swasta punya CSR (tanggung jawab sosial)," tutur Direktur Pengolahan Hasil Pertanian Kementan Anjar Rohani, saat berdiskusi dengan media di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (1/8). Dia menjelaskan, salah satu yang menjadi kelemahan produksi cabai rawit di dalam negeri, yakni saat produksi berlebihan harga turun dan cepat rusak. Nanti petani didorong tidak hanya memproduksi cabai segar, tetapi bentuk olahannya. "Ingat, cabai itu salah satu penyumbang inflasi terbesar," kata dia. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di sela-sela pasar murah "Bazar Berkah Ramadhan Belanja Murah bagi Semua" di Semarang, Kamis, mengemukakan, untuk menekan dampak kelangkaan dan lonjakan harga kebutuhan pokok masyarakat menjelang Lebaran 2013, pemerintah akan menerapkan sistem monitoring rantai pasokan barang dari hulu hingga hilir. Termasuk kebutuhan pokok masyarakat seperti daging dan hortikultura. "Ke depan, pemerintah perlu lebih cerdas dalam mengelola kebutuhan masyarakat melalui penataan sistem monitoring terhadap rantai pasokan kebutuhan," ujar dia. Pemantauan hortikultura yang sebagian besar menjadi kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, hingga bawang, menurut dia, tidak hanya dilihat dari sisi hasil panen, namun lebih terperinci dari pembibitan, budi daya, hingga jumlah yang dihasilkan sehingga terlihat seberapa besar potensi produksinya. "Peningkatan produksi harus dilakukan per jenis dan kualitas untuk hortikultura. Sedangkan ternak sapi memonitor perkembangannya tidak hanya melihat jumlah hasil sensus. Tapi, juga dari jumlah sapi bertambah atau berkurang dalam waktu tertentu," jelasnya. Sumber : suarakarya-online/news.html?id=331878
Posted on: Sun, 04 Aug 2013 01:25:52 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015