Kemerdekaan yang telah berusia 68 tahun ini, buah manis - TopicsExpress



          

Kemerdekaan yang telah berusia 68 tahun ini, buah manis dari perjuangan melawan kedigdayaan bangsa Eropa dan Asia. Cukup pelik waktu itu, ketika Nusantara berada dibawah ketiak penjajah, semua serba terbatas dan harus tunduk dibawah kekuasaan tirani agresor. Namanya sedang dijajah, memang tidak pernah manis. Konsekuensi mesti ditanggung yaitu jadi budak di negeri sendiri. Tidak ada yang berbeda model penjajahan dulu dan sekarang. Kalau dulu diawali dengan pengerahan pasukan untuk menyerang, kemudian penguasaan sektor ekonomi, lalu ditaklukan dengan kekuatan politik sang penjajah. Karena harga diri sudah terinjak injak, bangsa manapun di bumi ini, melawan adalah satu kata perjuangan yang maha tinggi. Jadi, peristiwa pertempuran Surabaya, adalah bentuk perlawanan sengit Bangsa Indonesia, disamping menunjuka-kan eksistensi perjuangan, bahwa Indonesia masih ada dan berdiri kokoh untuk mengusir penjajah. Realita, Buah Kedustaan Ketika dulu penjajah menguasai sektor ekonomi yang kita miliki dengan pengerahan kekuatan militer dan poltik, saat itu kita melawan dengan kekuatan militer seadanya. Perlawanan dengan kekuatan politik pun pernah dilakukan, namun setelah kekayaan sumber daya alam kita sudah banyak yang dirampok. Sekarang pun, penjajahan itu terus berlangsung. Proklamasi 17 Agustus sebagai bentuk pernyataan kemerdekaan, bukan harga mati bahwa kita tidak dijajah lagi. Pasca proklamasi, sesungguhnya Indonesia masih dijajah, namun penjajahan itu bukan lagi diawali secara miliiter, namun langsung ke sektor ekonomi. Tahun 1967, pertama kali perusahaan asing milik Amerika mulai bercokol di negeri ini, hanya untuk merampok kekayaan alam yang kita miliki. Ketika PT. Freeport hadir di Papua, adalah legitimasi dimana asing mulai menjajah lagi. Seiring perkembangan zaman, penguasaan sektor ekonomi dari periode ke periode, bukannya berkurang, namun bertambah. Bukannya penuh bersahaja, namun lebih sadis lagi dan tidak tau malu. Misalnya dalam sektor ekonomi, penguasaan terhadap sub sektor pertambangan dan energi semakin meraja lela. Belum lagi penguasaan dalam sektor pertanian dan tanaman pangan. Dalam sub sektor pertambangan, dikenal ada mafia minyak, mafia gas, mafia batubara, mafia emas, dan mafia mafia lainnya. Mereka adalah racun bagi negeri ini, karena ulah mereka lah negeri ini antah berantah, akibat peran strategis penghancuran yang dimainkan. Mereka bermain secara langsung dengan menggunakan budak mereka Asli Warga Negara Indonesia. Semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, tidak pernah berbuah manis untuk kepentingan nasional, kesemuanya hanya untuk kepentingan asing melalui mafia mafia tadi. Akibat permainan jahat yang dilakukan, negeri tuan sendiri hanya menikmati ampas dari penjarahan yang dilakukan. Pengaturan sektor ekonomi publik seyogyanya kewajiban negara untuk menguasai dan mengelola demi kesejahteraan rakyat, misalnya melalui BUMN, ternyata hanya isapan jempol. Malah pemerintah sangat doyan melakukan privatisasi BUMN, hanya untuk memenuhi nafsu bejat sang majikan, disamping nafsu penguasa itu sendiri. Dalam mengelabui rakyat, pemerintah menggunakan angka angka statistik yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan, disamping kemiskinan semakin berkurang, dan pengangguran sudah menurun. Namun, pemerintah tidak pernah membuka dan mentatakan kepada publik bahwa sumber daya yang kita miliki hampir semuanya dikuasai oleh asing dan mafia. Melalui media massa, memang kita sadar bahwa apa yang kita miliki saat ini semuanya dikuasai oleh asing, namun oleh pemerintah tidak pernah jujur mengatakan kepada kita bahwa sekian juta kubik dan juta ton yang kita miliki dikuasai oleh asing. Dan sekian triliun kita mengalami kerugian. Dalam buku “Mafia Migas Di Dapur Cikeas” buah karya Jojok S. Putra, penulis menelanjangi kebobrokan dalam pengelolaan migas. Dosa dosa kebobrokan tersebut diawali dengan pembangkangan terhadap putusan MK atas Pasal 28 ayat 2 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, yang melarang agar harga BBM tidak dilepas ke mekanisme pasar. Kemudian sinyalemen dari Dr. Rizal Ramli menyebut bahwa Mr. Two Dollars yang pendapatan per harinya Rp. 6 Milyar menyetor ke oknum oknum tertentu di pemerintahan, dimana semuanya bersumber dari kejahatan perminyakan. Dalam buku tersebut, semua dijelaskan secara detail, tinggal bagaimana kita mau memahami dan mengambil langkah. Selain itu, George Aditjondro lebih gamblang menulis beberapa anggota keluarga besar SBY dibantu oleh kroni kroni mereka punya bisnis impor-ekspor minyak mentah. Mafia Riza (Global Energy Resources) membayar komisi ke kelompok Cikeas sebesar 50 sen dollar per barel. Misalnya ekspor kita 900.000 barel/hari, maka yang masuk ke keluarga SBY per hari sebesar USD 450.000/hari. Pada tulisan sebelumnya yang berjudul “Pemuda Dan Revolusi Kebijakan Ekonomi”, pernah disinggung bagaimana penguasaan sektor ekonomi dilakukan dari masa ke masa, dengan modus dan penipuan beraneka ragam, mulai dari pembentukan koalisi negara G dan G sebagai negara donatur, sampai pada pembentukan lembaga keuangan, yang tidak lain adalah hanya untuk merampok kekayaan alam Indonesia secara halus oleh negara negara Eropa dan Amerika. Model Lama, Perlawanan Baru Karena model penjajahan sudah beda, maka perlawanan pun harus lain sesuai pola yang mereka lakukan. Mengangkat senjata saat ini belum waktunya, namun multi sektor harus segera dilakukan. Kita harus memotong rantai hitam kejahatan yang di sutradarai oleh mafia di negeri ini. Pemotongan rantai hitam itu bisa dilakukan oleh siapa saja yang peduli terhadap negara. Negara kita adalah negara hukum, dimana hukum adalah tertinggi di negara ini, maka produk hukum yang dibuat harus berdiri tegak untuk kepentingan nasional. Pengelolaan negara, termasuk didalamnya pengelolaan secara ekonomi, harus jelas dalam pengaturannya. Regulasi dimaksud wajib tunduk pada konstitusi negara. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal maha krusial yang menentukan masa depan kita, apakah kita masih bisa hidup atau mati. Pasal 33 mengamanatkan kepada negara untuk menguasai sektor publik, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dimana negara harus mengelola hanya untuk kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, negara melalui pemerintahannya harus bertindak sebagai inisiator, perencana, fasilitator dan pengendali, dengan tetap mengimani amanat pasal 33 UUD 1945. Disamping penguatan dalam aspek kebijakan yang pro terhadap kepentingan nasional demi penyelamatan aset negara, pemerintah harus mau dan mampu mendorong dan meningkatkan nilai kompetitif multi sektor yang kita miliki, sehingga kemudian kita tidak lagi tertinggal jauh, namun bisa menjadi remot kontrol bangsa bangsa lainnya. Kalau peningkatan itu dapat tercapai, dengan bersandar bahwa diantara sektor berlaku hukum simbiosis mutualis, maka dengan sendirinya kita akan menjadi raja diantara bangsa bangsa lainnya. Penutup Ternyata benar...!!!. mengutip dalam buku “Indonesiaku Tergadai” Maha karya M. Hatta Taliwang, disitu tertulis pesan Presiden AS R. Nixon “Presiden AS Richard Nixon menginginkan kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Indonesia ibarat real estate terbesar di dunia yang tak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet atau Cina (Charlie Illingworth, seperti dikutip B. Shambazy dalam buku John Perkins : Membongkar Kejahatan Internasional)”. Pesan Nixon, ibarat takdir yang sudah ditentukan oleh manusia, bukan oleh Tuhan. Setelah 68 tahun merdeka, 68 tahun pula Indonesia menderita. “Setelah merdeka dari paham setan, ternyata terbelenggu dalam gurita Iblis”. Merdeka...!!!
Posted on: Fri, 16 Aug 2013 04:31:34 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015