Kesucian cinta terhempas di dinding karang mimpi-mimpi kebahagiaan melengang di jalan terjal bebatuan sudi merobek telapak hati mengucurkan air mata darah perih dan tak segan menikam ulu hati Kirana, mengompaskan arah ingin pulang pada negeri batin meski malu pada sulaman terkoyak nan tak indah mengain terpaksalah tegar mengganjal nurani untuk menebalkan wajah pada lalu lintas mulut-mulut sang penilai aib nan berkicauan Jadilah kamar sepi teman untuk mengadu di ceceran genangan air mata di setiap sudut ruang Memaki kenyataan diri Mau marah, marah pada siapa? Sedangkan ikatan yang telah disahkan pada lembar-lembar bernomor telak mengumandangkan status hidup Tangisan hanyalah penuang duka yang takkan merubah apa-apa ini adalah kegagalan terhebat dalam perjalan hidup yang tetap lekat hingga kapanpun Namun keadaan ini jauh lebih baik daripada hidup dalam siksa oleh raga tak berperikemanusiaan ringan mengudarakan tangan membatikkan lima jari di pipi Kirana, lebih indah untuk menepi Teknologi merpati tak bersayap mengabarkan musim semi baginya untuk melangkah pulang Penyesalan adalah kandungan pengemisan pada perih yang masih mengendap di ruang ingatan dan dendam Tak ada jalan untuk membidik hati segala rayuan adalah keterlambatan dan penyesalan pulangkan saja pada sisa penggalan hidupnya biar tak berlaku sama pada insan lemah butuh dimengerti Kirana, mematangkan diri untuk menyepi berteman status tak nyaman tersandang di intaian burung gagak pengincar mangsa susah melihat orang senang senang melihat orang susah adalah jati untuk mereka Kini, Jalan-jalan harapan masih berselimut kabut-kabut merendah Kirana, kian didera sepi dan luka.
Posted on: Thu, 27 Jun 2013 10:06:44 +0000