Krisis Ancam Wujudkan Kerja Layak - Pengupahan Perlu Dibenahi - TopicsExpress



          

Krisis Ancam Wujudkan Kerja Layak - Pengupahan Perlu Dibenahi agar Buruh Sejahtera JAKARTA, KOMPAS — Pengaruh krisis global mulai terasa ke beberapa negara yang semula memiliki prospek pertumbuhan ekonomi positif. Permintaan melemah yang berdampak pada penurunan kinerja ekspor dan kegiatan produksi mulai mengancam upaya mewujudkan kerja layak. Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Internasional (International Trade Union Confederation/ITUC) Sharan Burrow mengungkapkan hal ini di Jakarta, Senin (29/7). ITUC merupakan konfederasi induk serikat buruh global berbasis di Brussel, Belgia, yang mewadahi 175 juta pekerja di 156 negara dan memiliki 315 organisasi afiliasi. Sebelumnya, Sharan bersama antara lain Sekjen ITUC Asia Pasifik Noriyuki Suzuki, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir, dan anggota Dewan Pengarah Organisasi Buruh Internasional (ILO) Rekson Silaban, berdialog dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Mereka membahas berbagai hal berkait isu perburuhan sambil menyampaikan sejumlah masukan berkait kampanye kerja layak dan hidup layak buruh untuk pertemuan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sharan mengatakan, kondisi perekonomian global saat ini sudah mendekati krisis yang terjadi enam tahun lalu. Menurut Sharan, meski perekonomian Indonesia relatif stabil, tetap sulit untuk menghindar dari perkembangan ekonomi global. ”Tentu kita dapat melihat ada ancaman terhadap kerja layak dan hidup layak pekerja dalam kondisi saat ini. Jumlah penganggur muda meningkat dan kita menghadapi potensi kehilangan generasi muda,” kata Sharan. Krisis membuat penciptaan lapangan kerja terhambat dan bisa memengaruhi upaya-upaya mewujudkan kerja layak dan hidup layak bagi buruh. Sharan mengingatkan, para pemimpin global terutama yang bergabung dalam APEC dan G-20 harus bekerja lebih keras membuat kebijakan yang mendorong penciptaan lapangan kerja. Sharan meminta para pengelola dana pensiun global menginvestasikan dana mereka di sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja baru. ”Total dana pensiun global mencapai 25 triliun dollar AS (Rp 250.000 triliun) yang seharusnya diinvestasikan dalam sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja baru akan membuat orang memiliki uang untuk berbelanja sehingga ekonomi akan kembali bergerak positif,” kata Sharan. Dana Moneter Internasional (IMF) dua pekan lalu merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2013 menjadi 3,1 persen. Kondisi ini tentu lebih mengkhawatirkan karena pasar kerja belum benar-benar pulih sejak ekonomi global bangkit tahun 2010 dengan pertumbuhan sebesar 5 persen. Penguatan pasar domestik harus menjadi perhatian para pemimpin dengan tetap menjaga daya beli masyarakat. Langkah ini bisa dilakukan dengan cara antara lain menaikkan upah minimum dan menjalankan perlindungan sosial. ”Upah minimum yang terlalu rendah akan berisiko terhadap pasar domestik. Kenaikan upah minimum juga kepentingan pengusaha agar pekerja bisa membeli produk mereka,” kata Sharan. Krisis global mendera industri padat karya di Indonesia. Sedikitnya 44.000 buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Januari-Juni 2013. Gelombang PHK mulai terjadi sejak upah minimum tahun 2013 naik rata-rata 40 persen. Kenaikan tertinggi di Kota Bogor, Jawa Barat, sebesar 70 persen. Mudhofir mengatakan, sistem pengupahan perlu dibenahi agar buruh bisa hidup sejahtera dan industri padat karya tetap hidup. Mudhofir mengusulkan agar ada pengelompokan mekanisme dan sistem pengupahan sehingga kenaikan upah tidak malah membuat perusahaan tutup. ”Perlu penyamaan persepsi soal ini. Yang penting setelah mekanisme baru disepakati, tidak ada lagi penangguhan upah minimum,” kata Mudhofir. Sementara, Iqbal menolak pengelompokan upah berdasarkan sektor. Menurut dia, upah minimum adalah jaring pengaman yang harus ditetapkan nilai dasarnya berlandaskan survei kebutuhan hidup layak sehingga buruh memiliki kepastian. Informal meningkat Dalam kesempatan ini, Sharan juga menyinggung soal ancaman kenaikan jumlah pekerja informal akibat krisis global. Jumlah pekerja informal kini mencapai 40 persen dari angkatan global. Indonesia yang memiliki komposisi pekerja informal 60 persen dari 121,1 juta angkatan kerja, tidak terhindarkan dari masalah ini. Apalagi kalau pekerja alih daya yang tidak mendapat perlindungan ketenagakerjaan seutuhnya ditambahkan, jumlah pekerja informal yang terancam juga meningkat. ”Kami meminta Presiden berdiri paling depan untuk mendorong para pemimpin APEC menjadikan penciptaan lapangan kerja sebagai prioritas,” kata Sharan. (HAM/ATO)
Posted on: Tue, 30 Jul 2013 03:12:38 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015